Pelajaran Kedua, Nasihaitlah dirimu sendiri baru menasihati orang lain karena tidaklah mungkin seorang yang buta dapat menuntun jalan orang lain, juga tidak mungkin seorang yang tak mampu berenang dapat menolong orang lain di lautan. Karenanya janganlah persoalkan segala perbuatan Allah, Cintailah Allah dan beramallah untuk-Nya tanpa adanya kepentingan selain-Nya dan semua rasa takut itu dilakukan oleh hati bukan dengan komat-kamit mulut dalam kesepian khalwat bukan keramaian.disaat yang sama beliau mengkritik orang-orang yang hidup dalam kemunafikan.
Jangan sampai tauhid ada di gerbang rumah, sementara syirik menghuni di dalam rumah, ini jelas-jelas merukan sebuah kemunafikan (hipokrit), Celakalah engkau jika lisanmu mengucap takwa sedang hatimu berbuat nista, lisanmu bersyukur tetapi hatimu berontak
"Hai anak Adam, kebaikan-Ku turun kepadamu, tetapi (bagaimana) keburukanmu yang naik kepadaku" (Hadits Qudsi)
Seorang mukmin yang yakin tidak menuruti hasrat jiwa, setan, dan hawa nafsunya. seseorang tidak bisa disebut mengabaikan keduniaan, hingga ia merendahkan dan menistakannya, serta lebih memilih akhirat.
"Mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya (menjalankan) agama yang lurus" (QS.98:5)
Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani juga mengajak agar meninggalkan kesyirikan kepada makhluk dan meng esakan al-Haqq yang Maha Mulia lagi Maha Agung.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI