Tulisan ini adalah ringkasan dari kitab Al fathu arrabani wa Al faydh Ar Rahmani karangan Syaikh Abdul Qadir Al Jailani pada pengajian Ahad pagi di Ribath tepatnya 3 Syawal 545 H.
Syaikh Abdul Qadir memulai pengajarannya dengan melarang kita untuk memprotes keputusan - keputusan Allah Azza wa Jalla, mempertanyakan mengapa dan bagaimana takdir Allah karena itu adalah tanda matinya agama seseorang, matinya tauhid, tawakkal dan keikhlasan.
Syaikh Abdul Qadir juga menjelaskan bahwa Jiwa (an-nafs) memang memiliki karakter membelot dan memberontak karenanya siapapun haruslah berupaya keras melawannya agar terhindar dari segala bentuk keburukan-keburukam nafsu.
Namun Nafsu perlu dikendalikan karena bila kita mampu mengekang dan mengendalikan nafsu maka dapat menjadi penggerak segala bentuk kebaikan dan ketaatan yang mendorong seseorang meninggalkan kemaksiatan.
Beliau mengutip sebuah ayat Alqur'anÂ
"Hai Jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya!" (QS.89:27-28)
Tunduknya jiwa (an-nafs) kepada Tuhannya mendatangkan ketenangan dan kekuatan tak perlu lagi ditakuti karena pasti lenyap segala bentuk keburukan darinya, maka penting sekali kita menerima segala ketetapan dan keputusan Allah SWT.
Syaikh Abdul Qadir Al Jailani memberikan contoh Nabi Ibrahim yang telah berhasil keluar dari nafsunya sehingga menjadikannya penuh ketenangan dan kekuatan, bahkan dalam kondisi sulit sekalipun tidak bergantung pada manusia namun menggantungkan harapannya hanya kepada Allah SWT.
"Cukuplah Allah yang menjadi pelindungku", tentu kata ini tak sekedar kata menggambarkan kuatnya ketauhidan seorang Ibrahim. Karenanya Allah perintahkan api menjadi dingin tatkala Ibrahim dibakar hidup-hidup oleh raja Namrud.
"Hai Api Menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim' (QS.21:69)
Tak hanya itu Allah SWT menjamin kehidupan orang -orang yang sabar yang hidup bergantung kepada Allah SWT di dunia dan di akhirat kelak.
"Sesungguhnya, hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala tanpa batas (proses hisab)." (QS.39-10).
"Sesungguhnya, Allah selalu menyertai orang - orang yang sabar"(QS.8:46)
Syaikh Abdul Qadir Jailani dalam majlis itu  mengingatkan pada kita semua untuk membangun kesadaran sejak kita masih hidup, jangan sampai kita sadar setelah kematian tiba karena waktu itu sudah tidak lagi mendatangkan faedah.
"Jangan biarkan dirimu baru sadar setelah kematian mu tiba, karena di waktu itu tidak lagi mendatangkan faedah. Gugahlah kesadaranmu sebelum perjumpaan dengan-Nya (baca: kematian tiba). Sadarlah sebelum anda disadarkan dengan bencana yang datang padamu lalu anda menyesal dan tidak ada guna lagi penyesalan saat itu, luruskanlah hatimu karena hati yang baik baik pula seluruh baik pula seluruh anggota tubuhmu (perilaku)."
Syaikh Abdul Qadir Al Jailani mengutip hadits NabiÂ
"Dalam diri setiap anak adam ada seonggok daging, Jia ia baik maka baik pulalah seluruh anggota tubuhnya. Dan jika ia rusak, maka rusaklah seluruh anggota tubuhnya, Ingat-ingat lah! Ia adalah Hati!"
Setelah beliau membahas persoalan hati dan menggambarkan hati seperti seekor burung dalam sangkar, beliau memanjatkan doa kepada Allah untuk diberikan kekuatan dalam ketaatan.
Ya Allah, sibukkanlah anggota tubuh kami dengan ketaatan kepada-Mu, serta sibukkan pula hati kami dengan makrifat mengenal-Mu. Sibukkanlah kami sepanjang hidup kami, baik malam maupun siang kami. Antarkanlah kami bersama jajaran orang-orang saleh yang terdahulu. Anugerahilah kami sebagaimana Engkau menganugerahi mereka, dan jadilah Engkau bagi kami sebagaimana Engkau bagi mereka. Amin
Setelah memanjatkan do'a Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani mengajarkan beberapa pelajaran berharga pada para jama'aahnya dan juga untuk kita semua.
Pelajaran Pertama, Jadikanlah diri kalian hanya untuk-Nya sebagaimana yang dilakukan oleh soleh yang  telah bersikap zuhud dan meninggalkan dunia, dan hanya mengambil duniawi dengan tangan takwa dan wara', mereka menentang nafsu mereka sendiri dan menaati Allah selalu menasihati diri dan menasihati orang lain, bagi siapapun yang berhasrat menjadi Allah sebagai kekasihnya agar mengaktifkan diri dalam melaksanakan ketaatan dan ketakwaan, sabar dan ridha dengan segala ketetapan takdirnya.
Pelajaran Kedua, Nasihaitlah dirimu sendiri baru menasihati orang lain karena tidaklah mungkin seorang yang buta dapat menuntun jalan orang lain, juga tidak mungkin seorang yang tak mampu berenang dapat menolong orang lain di lautan. Karenanya janganlah persoalkan segala perbuatan Allah, Cintailah Allah dan beramallah untuk-Nya tanpa adanya kepentingan selain-Nya dan semua rasa takut itu dilakukan oleh hati bukan dengan komat-kamit mulut dalam kesepian khalwat bukan keramaian.disaat yang sama beliau mengkritik orang-orang yang hidup dalam kemunafikan.
Jangan sampai tauhid ada di gerbang rumah, sementara syirik menghuni di dalam rumah, ini jelas-jelas merukan sebuah kemunafikan (hipokrit), Celakalah engkau jika lisanmu mengucap takwa sedang hatimu berbuat nista, lisanmu bersyukur tetapi hatimu berontak
"Hai anak Adam, kebaikan-Ku turun kepadamu, tetapi (bagaimana) keburukanmu yang naik kepadaku" (Hadits Qudsi)
Seorang mukmin yang yakin tidak menuruti hasrat jiwa, setan, dan hawa nafsunya. seseorang tidak bisa disebut mengabaikan keduniaan, hingga ia merendahkan dan menistakannya, serta lebih memilih akhirat.
"Mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya (menjalankan) agama yang lurus" (QS.98:5)
Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani juga mengajak agar meninggalkan kesyirikan kepada makhluk dan meng esakan al-Haqq yang Maha Mulia lagi Maha Agung.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI