Mohon tunggu...
Wari Syadeli MSi
Wari Syadeli MSi Mohon Tunggu... Guru - Guru Ngaji dan Pemerhati Sosial

jangan takut berbagi, teruslah berbuat baik walau mendapatkan ujian

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal

Faktor-Faktor yang Mendukung Berkembangnya Industri Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA) di Provinsi Banten

29 September 2024   07:29 Diperbarui: 29 September 2024   09:01 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Facebook Pemprov Banten Fanpage

Hadirnya industri minuman keras  atau Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA) di Provinsi Banten tidak terlepas dari peran pemerintah yang memberikan ruang perijinan untuk beroperasinya industri minuman keras khususnya di kawasan industri di wilayah Banten.

Tingginya angka setoran cukai minuman mengandung etil alkohol (MMEA) yang menembus angka lebih dari dua triliun rupiah menunjukan operasi produksi minuman keras di Provinsi Banten sangatlah besar bahkan terbesar di Indonesia sebagaimana yang diungkap Kanwil Bea Cukai Banten Rahmat Subagio yang diberitakan oleh Jppn.com (2023 , 27/8)  angka setoran itu terus meningkat per Agustus 2024 saja sudah tembus 2,07 Triliun data tersebut terungkap dalam kegiatan konferensi pers APBN Regional Banten yang diselenggarakan perwakilan kementrian keuangan di Provinsi Banten yang diberitakan oleh Ekbis.Com (2024, 26/9).

Dengan tingginya setoran cukai wajar bila Banten dinyatakan provinsi terbesar produsen minumam keras, tentu ini adalah rekor yang tidak membanggakan bagi masyarakat Banten mengingat masyarakatnya yang religius bahkan Pemerintah Provinsi Banten memiliki visi misi bercorak religius dengan motto nya Iman dan Takwa.

Apa saja sebetulnya faktor-faktor yang mendukung berkembangnya industri minuman keras di Provinsi Banten.

1. Faktor Regulasi

Regulasi Pemerintah menjadi faktor kunci beroperasinya industri minuman keras berdiri dan beroperasi di Banten, meski regulasi di Indonesia mengatur ketat terkait pengadaan dan peredarannya namun Pemerintah tetap memberikan ruang pada pengadaan melalui produksi dan import maupun peredarannya dengan berbagai regulasi.

Berdirinya pabrik miras di Indonesia masih mendapatkan ruang legal meskipun regulasi mengatur secara ketat, regulasi yang mengatur soal itu adalah Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2013, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-Dag/Per/4/2014, Permendag Nomor 06/M-Dag/Per/1/2015 tentang perubahan kedua atas Permendag 20 Tahun 2014, Permendag Nomor 25 Tahun 2019 tentang perubahan keenam atas Permendag 20 Tahun 2014, Permenperin Nomor 27 Tahun 2021.

Masih banyak regulasi yang terkait dengan industi miras yang terbaru dengan adanya UU Cipta Kerja membuka ruang terhadap investasi miras menjadi industry terbuka meski sempat ditentang banyak pihak saat aturan turunan dari UU Ciptaker yakni Perpres Nomor 10 tahun 2021 saat akan tandatangani yang mengatur dibukanya ruang investasi miras secara terbuka khususnya di empat provinsi Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara dan Papua.

Khusus untuk kasus di Banten salah satu Pabrik Miras di Kawasan Cikande mendapatkan Ijin Usaha Industri (IUI)  Minuman Mengandung Etil Alcohol (MMEA) dikarenakan perusahaan tersebut sudah berdiri di Provinsi lain lalu mengajukan ijin pindah di kawasan Industri Cikande dan mendapatkan persetujuan dari Pemerintah Daerah setempat, persetujuan itu diperkuat dengan dikeluarkannya UKL UPL  dari Dinas Lingkungan Hidup dimana pabrik berada tak hanya itu Ijin Domisilinya pun dikeluarkan Camat setempat termasuk Tanda Daftar Perusahaan (TDP) dikeluarkan oleh dinas terkait.

Hal inilah yang memperkuat kekuatan legal perusahaan berdiri di Provinsi Banten, persetujuan tersebut tanpa memperhatikan kearifan lokal wilayah serta mempertimbangkan aspek resiko bagi masyarakat Banten para aparatur Pemerintah dan Pejabat Pemerintah Daerah seolah tidak peka dengan sosio kultur yang ada di Banten, mereka lupa bahwa motto Provinsi Banten adalah Iman dan Takwa sebagai simbol masyarakat Banten yang religius.

Kemenperin tentu tidak berdiri sendiri, sebelum dikeluarkannya Ijin Usaha Indusri (IUI) Perusahaan tersebut diwajibkan menyertakan dokumen pendukung diantaranya Ijin Lokasi, Ijin Dinas terkait dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup termasuk dokumen TDP yang dikeluarkan dinas terkait pada kasus perusahaan di kawasaan Cikande TDP dan UKL-UPL nya dikeluarkan Dinas terkait di Pemerintah Daerah Kabupaten Serang, dokumen-dokumen tersebutlah yang mendukung dikeluarkannya IUI Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA) kepada pabrik fementasi Anggur di Kawasan Moderen Cikande.

Tingginya nilai cukai yang disetorkan pabrik miras kepada pemerintah menunjukan tingginya angka produksi, kontribusi salah satu pabrik di Cikande disebutkan Direktur Industri Agro Kemenperin mencapai setengah triliun Ekbis Banten.Com (2024 , 18/9). Dengan angka setoran cukai miras yang disebutkan kepala kanwil bea cukai wilayah Banten mencapai dua triliun lebih dapat dipastikan di banten berdiri lebih dari satu pabrik miras.

Pada kasus Perusahaan tersebut cukup unik karena kegiatan operasional industrinya tidak sampai seratus ribu liter untuk setiap merek namun kini mampu menyetorkan cukai miras mencapai setengah triliun artinya ada peningkatan kapasitas produksi bila mengacu pada lampiran Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia disebutkan bahwa tarif cukai Etil Alkohol (EA) dan Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA) produksi dalam negri dan Impor disebutkan angka tarif etil alkohol (EA) tanpa golongan per liter produksi dalam negeri dan produksi luar negri sebesar Rp. 20.000,-  sedangkan Minuman yang mengandung Etil Alkohol Golongan A (Sampai dengan 5%) sebesar Rp. 16.500 baik produksi dalam negeri maupun luar negeri dan Golongan B (Lebih dari 5% sampai 20%) produksi dalam negeri sebesar Rp. 42.500,- , Produksi Luar Negeri Rp. 53.000,- dan Golongan C (Lebih dari 20% sampai 55%) Produksi dalam negeri sebesar Rp. 101.000,- , Produksi luar negeri Rp. 152.000,-. 

Bila mengacu pada angka tarif cukai Kemenkeu dibandingkan dengan jumlah setoran cukai miras dari produsen miras di Provinsi Banten dapat dihitung angka produksi miras berjumlah puluh juta liter, sebuah angka yang cukup besar.

Regulasi yang tidak terkait dengan industri miras namun mendukung peredaran miras adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan. Tinggi dan pesatnya pertumbuhan kawasan wisata dan perhotelan di Proovinsi Banten serta menjamurnya cafe dan resto faktanya menaikan angka permintaan terhadap minuman beralkohol (demand) sehingga pertumbuhan industi semakin menguat (supply) karena tempat wisata dituntut menyediakan barang dan jasa bagi wisatawan.

Bila wisatawan yang datang adalah para ekspatriat asing dan warga yang terbiasa minum-minuman beralkohol tentu menjadi peluang bisnis pengusaha pariwisata untuk menyediakan barang yang dibutuhkan konsumen tersebut termasuk minuman beralkohol.

2. Faktor Dukungan Keuangan dari Perbankan

Faktor kedua yang memperkuat terwujudnya investasi industri miras di Banten adalah adanya dukungan permodalan dari perbankan khususnya Perbankan Konvensional kabarnya tidak mengatur ketat untuk apa penggunaan modal digunakan, informasi tersebut kami dapatkan setelah melakukan pendalaman dari praktisi perbankan.

Pertanyaannya darimanakah perbankan mendapatkan dana tersebut , tentu dana diperoleh dari simpanan masyarakat yang dihimpun oleh Bank yang diputar dalam bentuk pinjaman termasuk kepada Perusahaan yang bergerak dalam usaha industri minuman keras atau Minuman Mengandul Etil Alkohol (MMEA).

Tanpa sokongan modal pinjaman dari perbankan mustahil sebuah perusahaan dapat melakukan kegiatan operasi bisnisnya di Banten dan takan mampu menyewa lahan ribuan meter di Kawasan Industri Modern yang harganya sangatlah tinggi itu.

3. Faktor Distribusi dan Market 

Distribusi menjadi kunci bagi para konsumen mendapatkan produk minuman keras, dalam Permendag Nomor 20 Tahun 2014 disebutkan yang terlibat dalam peredaran minuman beralkohol diantaranya adalah distributor, sub distributor, pengecer dan penjual langsung.

Semua jalur distribusi tersebut sebetulnya diatur sangat ketat dalam Permendag namun fakta dilapangan diduga terjadi pelanggaran ijin edar sehingga produk dari pabrik miras di Banten beredar secara luas di tengah – tengah masyarakat bahkan mudah diakses oleh anak-anak muda termasuk pelajar.

Fakta di lapangan dari hasil penelusuran yang dilakukan pegiat anti minuman keras ditemukan peredaran produk miras yang diproduksi pabrik di Banten yang dijual secara terbuka dan bebas di toko kelontongan, café dan restoran, padahal regulasi mengatur secara ketat tempat-tempat yang diperbolehkan melakukan transaksi minuman keras.

Selain distribusi, faktor tingginya captive market di pulau jawa menjadi hal yang mendukung berkembangnya pabrik miras di Banten selain itu infrastruktur transportasi menuju tempat-tempat distribusi juga mudah dijangkau sehingga menekan variable cost, daerah-daerah tujuan distribusi sebagian besar tersebar di Pulau Jawa diantaranya Jakarta, Jawa Barat, Jateng dan Jatim sedangkan daerah di luar pulau jawa yang paling dekat adalah Bali dan Sumatera.

Banten berada di titik yang strategis di jalur distribusi sehingga produksi di Banten lebih menguntungkan ketimbang dilakukan di Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi maupun Nusa Tenggara Timur, disisi lain Banten pun sedang mengembangkan kawasan wisata baru di daerah Banten Selatan dan itu menciptakan market baru bagi perusahaan.

Terbukanya captive market yang tinggi dan mudahnya akses transportasi serta kemudahan permodalan dari perbankan meningkatkan performa keuangan pabrik miras di Banten, dengan angka setoran cukai yang tinggi tentu mendapatkan perhatian dari Pemerintah karena menjadi sumber pendapatan negara yang potensial.

Pada kasus pabrik di Cikande Serang perusahaan tersebut bermula hanya dari sebuah Usaha Dagang setelah pindah lokasi produksi kini setoran cukainya meningkat sampai setengah triliun ini menunjukan performa kinerja perusahaan begitu optimal dan produksi miras di Banten sangat menguntungkan keuangan perusahaan membuat perusahaan tumbuh pesat begitupun dengan perusahaan Miras lainnya yang ada di Banten karena telah melakukan setoran cukai yang nilainya sangat besar mencapai lebih dari dua triliun.

4. Faktor Rendahnya Kesadaran, Pengawasan dan Kontrol Aparatur Negara

Faktor keempat ini menjadi pendukung berdirinya pabrik miras di Banten, dalam proses Ijin Usaha Industri tentu membutuhkan dokumen pendukung sebelum Kemenperin memberikan Ijin Usaha Industri Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA) dan dokumen tersebut tentu melibatkan Pemerintah Daerah setempat artinya Pemerintah Daerah turut terlibat dalam proses pendirian pabrik tersebut.

Disamping itu rendahnya kesadaran terhadap kearifan lokal dan visi misi Pemerintah Daerah yang mengakomodir nilai-nilai kearifan loakl yang religius tidak dijadikan bahan pertimbangan dalam memutuskan pemberian persetujuan terhadap pendirian pabrik miras di Banten.

Dalam hal pengawasan dan kontrol nampak masih lemahnya aparatur negara mempelajari regulasi yang mengatur terkait pengadaan dan peredarannya, dalam regulasi yang ada bahkan keberadaan distributor sampai ke level penjual langsung semuanya semestinya termonitor dan tercatat peredarannya. 

Permendag Nomor 25 Tahun 2019 pada Pasal 37 ayat 1 berbunyi Importir Terdaftar Minuman Beralkohol (IT-MB), Distributor dan Sub Distributor Minuman beralkohol memiliki kewajiban melaporkan pengadaan dan realisasi peredaran Minuman Beralkohol kepada Dirjen PDN melalui Direktur Logistik dan Sarana Distribusi yang ditembuskan kepada Dirjen PKTN melalui Direktur Pengawasan Barang Beredar dan Jasa, Kepala Dinas Provinsi setempat dan Kepala Dinas Kabupaten/Kota setempat.

Sedangkan pada ayat 2 berbunyi Pengusaha TBB yang menjual minuman beralkohol wajib melaporkan realiasasi penjualan Minuman Beralkohol kepada Gubernur melalui Kepala Dinas Provinsi dengan tembusan Dirjen PDN, Dirjen PKTN dan Kepala Dinas Kabupaten/Kota setempat.

Pada ayat ke 3 di tegaskan penyampaian laporan-laporan tersebut dilaksanakan pada setiap triwulan tahun kalender yang secara spesifik disebutkan Triwulan I disampaikan pada 31 Maret, triwulan II disampaikan tanggal 30 Juni, triwulan III disampaikan 30 september dan triwulan IV disampaikan 31 Desember.

Pertanyaannya adalah dengan begitu ketatnya regulasi mengatur baik pada aspek pengadaan melalui Produksi dalam negeri atau impor melalui importir terdaftar minuman beralkohol (IT-MB) maupun peredarannya melalui Distributor, Sub Distributor, Pengecer dan Penjual langsung yang ketat bahkan jumlah peredarannya wajib tercatat dan terlaporkan, apakah laporan itu telah dilaporkan oleh para pengusaha yang terkait pengadaan dan peredaran minuman beralkohol?  apakah sudah dilakukan penindakan dan pengendalian terhadap pelanggaran peredaran minuman keras oleh  aparatur negara ? apakah aparatur negara sudah melakukan audit terhadap anomali angka produksi yang cukup besar dan tidak sesuai dengan jumlah ijin produksi saat perusahaan itu didirikan?

Bila pengawasan dan kontrol tidak dilakukan oleh aparatur negara terkait maka pertumbuhan produksi dan konsumsi serta peredaran miras di Banten akan meningkat dan itu akan berdampak pada dampak sosial seperti kriminalitas, kesehatan dan ekonomi masyarakat.

Dalam hal penindakan terhadap pelanggaran perederan minuman keras sebetulnya diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pengaturan tindak pidana menjual minuman keras dalam KUHP diatur  Pasal 300 ayat (1) angka 1, 537 dan 538. Kepolisian diberikan kewenangan melakukan penindakan, penyelidikan terhadap pelanggaran ijin edar tersebut namun pertanyaannya apakah itu sudah dilakukan ? sehingga pengendalian peredaran minuman keras di Provinsi Banten dapat terkendalikan.

5. Faktor Lemahnya Kendali Masyarakat

Faktor kelima ini menjadi faktor yang turut mendukung berkembangnya industri miras di Provinsi Banten, lemahnya kendali dan kepedulian masyarakat terhadap dampak buruk peredaran minuman keras menjadi faktor yang menopang perusahaan minuman beralkohol mendapatkan pasar dengan mudah.

Sikap yang cenderung membiarkan dan tidak ada ketegasan melakukan pelarangan (Permissive) dari masyarakat membuat produk miras beredar dengan mudah, lemahnya penegakan norma agama, norma sosial di tengah masyarakat menyebabkan peningkatan angka konsumsi minuman keras bahkan sudah menjangkau anak-anak sekolah dan tidak adanya pelarangan dari masyarakat menyebabkan munculnya keberanian segelintir orang untuk turut serta mendistribusikan produk miras di warung dan toko kelontongan sehingga memudahkan semua orang mendapatkan akses terhadap minuman beralkohol.

Disamping itu masih rendahnya keterlibatan  tokoh masyarakat dalam melakukan kendali atas berkembangnya produksi dan peredaran miras di Banten  juga masih minimnya literasi soal dampak minuman beralkohol dari para akademisi menyebabkan masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk melakukan kendali terhadap peredaran minuman beralkohol.

6. Faktor Urbanisasi dan Kota Industri

Banten sebagai daerah kunjungan bagi kaum urban menjadi faktor pendukung mengapa persoalan peredaran minuman beralkohol berkembang di Provinsi Banten.

Perbedaan norma dan kultur dari masyarakat di luar Banten khususnya beberapa daerah yang kepercayaanya tidak melarang konsumsi minuman keras menyebabkan meningkatnya konsumsi minuman keras, dengan tumbuhnya konsumsi (demand) maka tumbuh pula penjual langsung yang membuka usaha di wilayah Banten dan itu makin menjamur di beberapa kawasan di Provinsi Banten.

Selain datangnya warga pendatang, pertumbuhan Investasi sektor industri di Provinsi Banten menyebabkan datangnya ekspatriat asing yang memiliki budaya minum-minuman beralkohol seperti meminum air putih sehingga meningkatan produksi dan peredaran minuman beralkohol  terutama di kawasan industri yang ada di Provinsi Banten.

Kesimpulan

Enam faktor tersebut adalah faktor-faktor yang mendukungan tumbuh berkembanganya industri minuman mengandul etil akohol (MMEA) di Provinsi Banten.

Regulasi memperkuat postioning Perusahaan untuk melakukan usaha industri minuman beralkohol yang legal, Distribusi dan Market memperkuat korporasi dalam melakukan aksi-aksi korporasi dalam produksi dan pemasaran sehingga menyebabkan perusahaan mendapatkan keuntungan yang besar dan jalur distribusi yang strategis memperkuat performa keuangan perusahaan karena dapat melakukan efisiensi biaya pemasaran.

Rendahnya Kesadaran, pengawasan dan kontrol dari aparatur negara turut memperkuat positioning perusahaan sehingga regulasi ketat terkait pengadaan dan peredaran tidak menjadi kendala serius bagi korporasi, dengan lemahnya pengawasan peredaran miras tidak dapat terkendali itu artinya konsumsi meningkat berdampak pada peningkatan produksi

Kondisi itu didukung dengan lemahnya kendali masyarakat atas peredaran miras karena sikap permissive masyarakat memperkuat penetrasi produk miras masuk ke tengah-tengah masyarakat apalagi didukung urbanisasi yang meningkat di beberapa kawasan industri Banten  hal itu berdampak pada menguatnya permintaan terhadap minuman keras.

Tentu masih ada beberapa faktor lain yang berlum teridentifikasi oleh penulis artinya Provinsi Banten menjadi daerah yang menarik bagi produsen minuman beralkohol, tak hanya produsen termasuk peredarannya dan hal itu semua perlu dimaknai menjadi ancaman dan ujian bagi Provinsi Banten yang karakter masyarakatnya dikenal religius disimbolkan dengan motto Pemerintah Provinsi Banten Iman dan Takwa.

Penutup

Minuman keras adalah induk dari segala kejahatan karenanya bila faktor-faktor pendukung ini bisa ditekan maka dapat menyelamatkan masyarakat dari pengaruh minuman keras yang merusak kehidupan sosial, ekonomi dan masa depan masyarakat khususnya anak-anak muda generas muda Banten.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun