Distribusi menjadi kunci bagi para konsumen mendapatkan produk minuman keras, dalam Permendag Nomor 20 Tahun 2014 disebutkan yang terlibat dalam peredaran minuman beralkohol diantaranya adalah distributor, sub distributor, pengecer dan penjual langsung.
Semua jalur distribusi tersebut sebetulnya diatur sangat ketat dalam Permendag namun fakta dilapangan diduga terjadi pelanggaran ijin edar sehingga produk dari pabrik miras di Banten beredar secara luas di tengah – tengah masyarakat bahkan mudah diakses oleh anak-anak muda termasuk pelajar.
Fakta di lapangan dari hasil penelusuran yang dilakukan pegiat anti minuman keras ditemukan peredaran produk miras yang diproduksi pabrik di Banten yang dijual secara terbuka dan bebas di toko kelontongan, café dan restoran, padahal regulasi mengatur secara ketat tempat-tempat yang diperbolehkan melakukan transaksi minuman keras.
Selain distribusi, faktor tingginya captive market di pulau jawa menjadi hal yang mendukung berkembangnya pabrik miras di Banten selain itu infrastruktur transportasi menuju tempat-tempat distribusi juga mudah dijangkau sehingga menekan variable cost, daerah-daerah tujuan distribusi sebagian besar tersebar di Pulau Jawa diantaranya Jakarta, Jawa Barat, Jateng dan Jatim sedangkan daerah di luar pulau jawa yang paling dekat adalah Bali dan Sumatera.
Banten berada di titik yang strategis di jalur distribusi sehingga produksi di Banten lebih menguntungkan ketimbang dilakukan di Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi maupun Nusa Tenggara Timur, disisi lain Banten pun sedang mengembangkan kawasan wisata baru di daerah Banten Selatan dan itu menciptakan market baru bagi perusahaan.
Terbukanya captive market yang tinggi dan mudahnya akses transportasi serta kemudahan permodalan dari perbankan meningkatkan performa keuangan pabrik miras di Banten, dengan angka setoran cukai yang tinggi tentu mendapatkan perhatian dari Pemerintah karena menjadi sumber pendapatan negara yang potensial.
Pada kasus pabrik di Cikande Serang perusahaan tersebut bermula hanya dari sebuah Usaha Dagang setelah pindah lokasi produksi kini setoran cukainya meningkat sampai setengah triliun ini menunjukan performa kinerja perusahaan begitu optimal dan produksi miras di Banten sangat menguntungkan keuangan perusahaan membuat perusahaan tumbuh pesat begitupun dengan perusahaan Miras lainnya yang ada di Banten karena telah melakukan setoran cukai yang nilainya sangat besar mencapai lebih dari dua triliun.
4. Faktor Rendahnya Kesadaran, Pengawasan dan Kontrol Aparatur Negara
Faktor keempat ini menjadi pendukung berdirinya pabrik miras di Banten, dalam proses Ijin Usaha Industri tentu membutuhkan dokumen pendukung sebelum Kemenperin memberikan Ijin Usaha Industri Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA) dan dokumen tersebut tentu melibatkan Pemerintah Daerah setempat artinya Pemerintah Daerah turut terlibat dalam proses pendirian pabrik tersebut.
Disamping itu rendahnya kesadaran terhadap kearifan lokal dan visi misi Pemerintah Daerah yang mengakomodir nilai-nilai kearifan loakl yang religius tidak dijadikan bahan pertimbangan dalam memutuskan pemberian persetujuan terhadap pendirian pabrik miras di Banten.
Dalam hal pengawasan dan kontrol nampak masih lemahnya aparatur negara mempelajari regulasi yang mengatur terkait pengadaan dan peredarannya, dalam regulasi yang ada bahkan keberadaan distributor sampai ke level penjual langsung semuanya semestinya termonitor dan tercatat peredarannya.Â