Keberadaan katalog dan indeks koleksi awalnya dianggap remeh oleh seorang tokoh lainnya dalam Rumah Kertas. Sampai kemudian ia mulai mencoba membuat daftar buku-buku yang dimilikinya. Sayangnya di tengah upaya tersebut catatan-catatannya hangus terbakar dan ia tak mempunyai salinannya.
Pada kemudian hari ia mulai kesulitan saat mencari sebuah buku. Ia tahu buku itu ada di rumah koleksinya. Buku itu tidak hilang, tapi juga tidak bisa ditemukan. Ia ingat judul dan detail cover buku tersebut, tapi tidak ingat di sudut dinding dan baris mana buku itu berada.Â
Begitulah pentingnya katalog dan indeks koleksi. Sebuah buku tidak bisa dicari bukan karena hilang. Melainkan karena tidak bisa ditemukan.
Rumah Kertas bukan sekadar cerita tentang para pecinta buku. Bagi saya buku ini justru kental dengan pesan agar kita belajar menghargai kebiasaan membaca orang lain. Memahami bahwa setiap orang memiliki pandangan dan cara masing-masing dalam menikmati buku. Oleh karena itu, toleransi antar pecinta buku sama berharganya dengan mencintai buku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H