Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ekspresi Moderasi Beragama dan Pintu Kelenteng yang Membuka Ruang Perjumpaan

17 Desember 2022   09:39 Diperbarui: 17 Desember 2022   10:01 3662
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kelenteng Tien Kok Sie, rumah ibadah umat Konghucu di Surakarta (dok.pribadi).

Kelenteng bercat merah itu ada di seberang tempat saya berdiri. Untuk beberapa saat saya hanya mengamatinya dari jauh. 

Langkah kaki saya tertahan agak lama. Ada rasa ragu untuk melangkah lebih dekat ke sana.

Apalagi, sebagai pelancong saya hanya ingin melihat-lihat. Selain itu, mengenakan kaus yang sudah dibasahi keringat dan menenteng kamera rasanya bukan penampilan ideal untuk memasuki sebuah tempat ibadah.

Akan tetapi rasa penasaran akhirnya mendorong saya untuk menuju pintu masuknya. Begitu melewati pintu, perasaan canggung kembali muncul. Dengan langkah pelan, saya menghampiri beberapa orang yang sedang mengobrol di sisi samping kelenteng. Kepada mereka, saya izin untuk melihat-lihat bangunan tersebut.

Jawaban dari mereka sangat melegakan hati. Saya tidak hanya diizinkan untuk melihat bagian luarnya, saya pun diperkenankan memasuki bagian-bagian dalam kelenteng. Saya juga dibolehkan untuk mengambil foto.

Saya tak menyangka akan mendapat kesempatan ini. Tak menyangka pula bisa melongok lebih dalam tempat ibadah yang sebelumnya saya anggap tertutup karena biasanya berpagar tinggi. Ternyata saya diterima dengan baik untuk "bertamu".

Beberapa menit menelusuri kelenteng, untuk pertama kalinya saya melihat dari dekat tempat dan ruangan umat Konghucu beribadah.  Kunjungan yang semula hanya bertujuan untuk melihat-lihat itu pun memberi saya pengalaman berinteraksi dengan umat Konghucu secara langsung di rumah ibadah mereka. Di sudut bagian depan kelenteng, seusai mengambil beberapa foto saya diterima dengan ramah untuk mengobrol dengan beberapa umat.

Dari interaksi tersebut, sebagian ketidaktahuan saya tentang Konghucu dan kelenteng akhirnya terjawab. Salah satunya ketika saya bertanya apakah umat Konghucu tidak terganggu ibadahnya karena kelenteng berada di dekat pasar yang ramai.

Ternyata keberadaan kelenteng di dekat pasar ada kaitan erat dengan amalan-amalan dalam keyakinan Konghucu yang salah satunya menitikberatkan pada kemakmuran bersama.

Pada kemudian hari, jawaban itu membuat saya mengerti mengapa banyak kelenteng berada di sekitaran pusat kegiatan ekonomi rakyat. Bahkan, beberapa kelenteng di Solo, Yogyakarta, dan Purwokerto yang pernah saya datangi pun berada di samping dan belakang pasar.

Pengetahuan penting lainnya yang saya dapatkan dari obrolan saat itu ialah tentang kesan bangunan kelenteng yang tertutup. Ternyata, meski beberapa kelenteng memiliki pagar dan pintu yang besar, bukan berarti masyarakat selain umat Konghucu tidak boleh masuk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun