Meski dengan cara-cara yang terkesan agak memaksa, Polri punya pengalaman dalam mengupayakan perbaikan citra mereka. Ambil contoh, lomba mural dan orasi/demontrasi yang diselenggarakan pada Oktober dan Desember 2021 lalu.
Kedua perlombaan tersebut digulirkan Polri setelah citranya amblas gara-gara dianggap gemar membungkam kebebasan berpendapat.
Pada saat itu polisi dikritik karena suka menangkap orang-orang yang mengeluh dan mengkritik di media sosial. Aparat juga reaktif dan suka menghapus mural-mural yang berisi kritikan. Melucuti spanduk-spanduk yang memuat suara masyarakat. Bahkan, bertindak berlebihan terhadap mahasiswa yang berdemontrasi.
Pada saat hampir bersamaan polisi juga memperlihatkan respon yang kurang simpatik terhadap laporan-laporan masyarakat. Ada warga yang melaporkan kejahatan, tapi oleh polisi disuruh menangkap sendiri penjahatnya. Sementara sejumlah laporan baru ditangani setelah viral di media sosial.Â
Akibatnya bergaung di media sosial tagar #percumalaporpolisi. Polisi lalu di-bully dan dibanding-bandingkan dengan satpam bank yang dianggap lebih ramah dan responsif.
Perilaku polisi yang kurang simpatik tersebut akhirnya membuat Presiden Jokowi terganggu. Dalam sebuah kesempatan presiden menyoroti tindakan polisi yang bukan hanya memperburuk citra polri, tapi juga memberi kesan bahwa pemerintah telah membungkam suara rakyat.
Mendapat peringatan dari presiden sekaligus mendapat cibiran luas dari masyarakat, Polri menempuh cara unik. Dalam waktu singkat digelar lomba mural yang memperebutkan hadiah Kapolri.Â
Pemenangnya dipilih berdasarkan muatan yang paling kritis dan berani mengkritik polisi. Setelah itu Polri juga mengadakan lomba orasi/demontrasi dalam rangka memperingati hari HAM.
Lewat dua perlombaan tersebut terlihat jelas upaya untuk memperbaiki persepsi publik terhadap polisi yang semula kurang simpatik dan arogan, menjadi lebih aspiratif dan bersahabat dalam menerima kritik.
Hasilnya pun tidak sia-sia. Persepsi publik terhadap polisi kembali membaik. Di antara lembaga-lembaga penegak hukum seperti Kejaksaan Agung dan KPK, Polri mendapat persepsi paling positif.
Sayangnya belum ada setahun, roda berputar 180 derajat. Kasus Ferdy Sambo kembali menempatkan Polri berada di posisi buncit dalam aspek kepercayaan publik terhadap penegak hukum. Kini tingkat kepercayaan terhadap Polri lebih rendah dibanding KPK dan Kejaksaan Agung.