Sampai satu per satu pergantian pemain dilakukan pada babak kedua, permainan Timnas Indonesia tak banyak berubah. Tidak kreatif, monoton, dan sulit dipahami gaya bermainnya. Gagal mengalirkan bola dengan lancar sehingga tak menarik untuk dinikmati. Padahal, lawannya hanya Bangladesh yang dalam lima pertandingan terakhir tak pernah menang. Bahkan, hanya mampu bermain imbang dengan Mongolia.
Sudah Mentok
Apakah artinya sepakbola Indonesia hanya selevel Mongolia? Atau permainan Timnas senior Indonesia hanya terlihat menarik dan lebih unggul jika berhadapan dengan Timor Leste?
Tentu dalam pertandingan-pertandingan terakhir Indonesia telah menang melawan beberapa negara. Paling tidak di level Asia Tenggara seperti Piala AFF dan Sea Games. Itu pun dengan syarat tidak bertemu Thailand dan Vietnam.
Dengan demikian sepakbola Indonesia masih sangat rendah levelnya. Pertandingan melawan Bangladesh kemarin memperlihatkan bahwa level permainan timnas Garuda belum berubah. Tidak perlu jauh mengukur atau membandingkannya dengan negara-negara mapan di Asia. Melawan tim "lower-middle" pun timnas masih sering sulit menang.
Pada beberapa pertandingan sebelumnya timnas sebenarnya telah menampilkan permainan yang lumayan apik. Motivasi tinggi dan penuh perlawanan terlihat dalam beberapa laga. Sayangnya, kualitas-kualitas tersebut tidak menetap lama.
Setiap timnas menyudahi turnamen, lalu berkumpul lagi untuk melakoni pertandingan-pertandingan berikutnya, segalanya seperti kembali ke nol. Kemajuan yang sempat dibuat lenyap seiring berakhirnya pertandingan.
Akibatnya Shin Tae-yong harus selalu memulai dari awal. Memotivasi kembali para anak asuhnya. Mengajari para pemain cara mengumpan yang benar, cara merebut bola yang baik, cara meningkatkan tempo, cara melakukan tackle yang aman, dan seterusnya.
Jika prosesnya terus melalui pola demikian, sudah pasti sangat melelahkan bagi seorang pelatih. Butuh waktu yang lebih lama untuk menaikkan kualitas timnas karena berbagai kelemahan dan kesalahan terus diulangi oleh para pemain. Ibarat anak sekolah, timnas belum layak naik kelas karena terlalu banyak remedial yang perlu dikerjakan lebih dulu. Meski terdapat sedikit pemain yang lebih menonjol dan memiliki bakat istimewa, secara umum kualitas Timnas Indonesia sudah mentok.
Liga Penuh Ilusi
Januari lalu usai kekalahan Timnas Indonesia atas Thailand pada final Piala AFF, Shin Tae-yong secara gamblang mengungkap faktor yang membuat level timnas Indonesia belum sebaik Thailand. Menurut STY kuncinya ada di kualitas liga yang baik.
Bukan hanya sekali STY menyampaikannya. Usai Indonesia menang lawan Timor Leste pun pelatih asal Korea Selatan tersebut ternyata kecewa dengan level permainan timnas. Ia lalu menyinggung Liga Indonesia. Seperti memperingatkan, STY menyebut bahwa timnas Indonesia tidak akan cukup kuat di level Asia Tenggara jika liganya belum berkembang menjadi lebih baik.
STY bukan hanya telah berkata benar. Ia juga mengajari kita untuk mau jujur mengakui dan mengevaluasi kekurangan Liga Indonesia.