Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Demi Bumi agar Tetap Nyaman Dihuni: Kurangi yang Dibutuhkan, Tolak yang Tak Diperlukan

22 Oktober 2021   21:01 Diperbarui: 22 Oktober 2021   21:03 500
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Membawa kotak makan sendiri (dok.pribadi).

Ada 2 alasan logis mengapa tidak bisa lepas tangan untuk ikut menurunkan emisi karbon. Pertama, dunia internasional sudah menyadari pentingnya mencapai Emisi Nol Bersih pada 2050.

Demikian pula Indonesia memiliki target tahun 2060 dengan menetapkan sejumlah agenda. Antara lain mengurangi ketergantungan pada energi fosil, mendorong transisi energi bersih melalui optimalisasi Energi Baru Terbarukan (EBT), meningkatkan efisiensi listrik, mendorong transportasi massal ramah lingkungan, dan merawat ekosistem alam.

Namun, eksekusinya belum terlalu progresif. Sejumlah dilema dan tantangan dihadapi Indonesia. Mulai dari pertumbuhan ekonomi, besarnya investasi yang dibutuhkan, ketergantungan pada batubara untuk PLTU, hingga realiasi bauran EBT yang masih rendah.

Itu mengindikasikan bahwa mewujudkan Emisi Nol Bersih tidak bisa dilakukan hanya oleh satu pihak. Peran setiap individu masyarakat sangat diperlukan.

Hutan, penyerap alami emisi karbon (dok. pribadi).
Hutan, penyerap alami emisi karbon (dok. pribadi).
Kedua, manusia dan aktivitasnya merupakan kontributor utama emisi karbon. Peralatan yang kita gunakan sehari-hari juga dibuat melalui serangkaian proses yang pada tiap tahapannya menghasilkan emisi.  Bahkan, laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) pada 2007 menyebutkan aktivitas manusia menyumbang 90% pada perubahan iklim.

Karena emisi karbon terkait erat dengan aktivitas manusia, maka sebenarnya manusia juga punya kekuatan untuk menekan jumlah emisi. Caranya dengan mengubah kebiasaan sehari-hari sehingga setiap orang bisa menjadi penyelamat bumi.

Kurangi yang Dibutuhkan, Tolak yang Tak Diperlukan

Banyak cara bisa kita lakukan untuk membuat bumi tetap nyaman dihuni lewat skenario Net-Zero Emissions. Lewat kebiasaan-kebiasaan sederhana kita bisa menekan emisi karbon. Prinsipnya ialah mengurangi kebutuhan yang berpotensi memproduksi banyak sampah atau emisi serta menolak sesuatu yang tidak diperlukan.

Berikut ini beberapa kebiasaan yang terus saya upayakan secara konsisten untuk mengurangi emisi karbon dalam kegiatan sehari-hari.

Pertama, jangan malu membawa totebag dan kotak makan. Bagi saya plastik tidak harus selalu dipandang jahat sepenuhnya. Untuk penggunaan tertentu plastik masih memiliki manfaat. Misalnya, sayur dan buah akan terjaga kesegarannya jika dikemas secara benar menggunakan plastik. Dengan demikian tidak cepat busuk dan terbuang sebagai sampah. Sedangkan sampah organik dari buah dan sayur termasuk penyumbang emisi karbon dari gas metana.

Di sisi lain sampah plastik sudah terlampau banyak, butuh waktu sangat lama untuk terurai dan menyumbang emisi karbon yang tinggi. Maka saya memilih mengurangi kebutuhan plastik ketika saya bisa menggunakan penggantinya yang lebih baik.

Selama ini saya selalu membawa totebag atau tas kain ke manapun pergi. Sering saya membawa 2 totebag sekaligus. Selain berfungsi sebagai wadah buku dan payung, totebag juga selalu saya gunakan untuk wadah belanja. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun