Mestinya kuota tersebut dialokasikan kepada puskemas atau gerai kepolisian yang masih mampu untuk menyelenggarakan vaksin gratis sehingga penolakan yang dialami banyak masyarakat yang kehabisan kuota bisa diatasi.
Lagipula jika memang pemerintah sungguh-sungguh ingin memperluas jangkauan dan cakupan vaksin melalui apotek atau klinik, mengapa harus menjualnya lewat Kimia Farma? Masih banyak klinik lain di daerah yang bisa digandeng untuk menyelenggarakan vaksinasi gratis.
Keberadaan klinik Kimia Farma yang didominasi di kota-kota besar tidak akan berdampak banyak pada pemerataan akses vaksin di daerah. Hal itu justru semakin memperlebar kesenjangan vaksin antar daerah.
Daripada menjual vaksin lewat Kimia Farma, pemerintah lebih baik mempercepat verifikasi klinik atau apotek di daerah untuk menyelenggarakan vaksinasi gratis. Dengan demikian masyarakat akan memiliki lebih banyak opsi selain datang ke puskesmas, rumah sakit, atau gerai kantor polisi.
Menjual vaksin gotong royong melalui jaringan klinik tertentu hanya akan meningkatkan sikap apatis dan curiga sebagian kalangan yang selama ini menganggap pandemi Covid-19 dimanfaatkan sebagai ladang bisnis oleh segelintir pihak. Akhirnya itu akan semakin memperlemah kepercayaan terhadap pemerintah.
Padahal, presiden pada pertengahan Desember 2020 telah menyampaikan komitmen dan janji pemerintah untuk menyediakan vaksin Covid-19 gratis bagi seluruh masyarakat Indonesia. Semoga ini bukan tanda presiden sedang buntu dalam mengatasi pandemi sehingga memilih melanggar janjinya sendiri.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI