Selanjutnya karena musik dianggap indah dan berharga, kemungkinan pula masyarakat Nusantara pada masa lampau telah menyadari manfaat kegiatan bermusik dalam mendukung kepentingan diplomasi, politik, dan ekonomi.
Dari semua hal itulah eksistensi musik pada masa lampau mulai berakar. Kecerdasan masyarakat zaman dulu dalam memahat, membuat perkakas, merancang bangunan akhirnya semakin lengkap dengan kecerdasaan bermusik.
Borobudur Pusat Musik Dunia
Sayangnya belum banyak catatan sejarah terungkap yang merinci bagaimana masyarakat Nusantara mengenal dan mengembangkan kesenian bermusik. Juga belum terang dijelaskan bagaimana lintasan perkembangan musik Nusantara dan korelasinya dengan musik Indonesia saat ini. Katakanlah, adakah benang merah antara dangdut yang merupakan musik asli Indonesia dengan kreasi musik masyarakat Nusantara pada masa lampau?
Memang ada catatan-catatan kuno, seperti Sastra Jawa Kuno, serta catatan China dan India kuno yang menyinggung tentang kesenian di Nusantara. Akan tetapi informasinya kurang mendalam. Sedangkan kebanyakan prasasti yang ditemukan di Indonesia lebih menonjolkan sosok raja dan pemimpin beserta prestasinya atau tentang wilayah di mana prasasti itu dibuat.
Untungnya sejarah tidak seluruhnya kabur. Pada relief Candi Borobudur, terutama relief Karmawibhangga, Lalitavistara, Wadariajataka, dan Gandawyuha terpahat rupa alat-alat musik yang mirip dengan alat-alat musik masa kini. Di antaranya ialah suling, simbal, lute, cangka, saron, tifa, dan kendang. Tak kurang 226 relief pada Candi Borobudur yang mengabadikan alat musik dan kegiatan bermusik. Termasuk 45 relief ansambel, yakni gambaran sekelompok orang yang memainkan alat musik secara bersama-sama.
Fakta tersebut sangat luar biasa. Mengingat usia Borobudur yang berasal dari abad ke-8 dan konteks masyarakat pada saat itu, wajar jika muncul dugaan Borobudur Pusat Musik Dunia.
Orkestra Borobudur dan Borobudur Idol
Sangat penting untuk menggali lebih dalam makna dari banyaknya alat musik dan kegiatan bermusik yang terpahat pada relief Borobudur. Mungkinkah pada masa itu Nusantara telah tersohor sebagai bangsa yang besar dengan Borobudur sebagai ibukota kesenian?
Di Nusantara mungkin pernah berdiri semacam padepokan seni dan musik dengan Borobudur sebagai pusatnya. Gema "Sound of Borobudur" menarik sejumlah pemusik dari berbagai penjuru untuk datang. Sejumlah bangsa pun mungkin mengirimkan delegasi kesenian guna belajar musik sekaligus menjalin persahabatan dengan Nusantara melalui Borobudur.
Para wakil dari berbagai bangsa itu berinteraksi. Mereka saling belajar dan bertukar keterampilan seputar musik. Dengan sendirinya terjadi pengayaan musik. Maka kita bisa memperkirakan mengapa dangdut yang diyakini sebagai musik asli Indonesia memiliki warna musik India, Arab, dan Melayu. Itu akibat dari interaksi antara unsur musik Nusantara dengan musik dari bangsa lain yang prosesnya sudah dimulai sejak berabad-abad silam.
Borobudur sebagai Pusat Musik Dunia juga mendorong orang-orang yang datang untuk saling memeragakan keahlian bermusik mereka. Orang dari banyak bangsa memainkan alat musik kebanggaan masing-masing.