Namun, versi kedua lebih bisa diterima. Soekarno yang dalam kondisi tertekan membuat konsep suratnya sendiri dengan disaksikan oleh tiga kurir Soeharto.
Tiga pengikut Soekarno sempat merevisi isinya. Tujuannya agar Soekarno tidak membuat kesalahan yang merugikan dirinya. Langkah tiga pengikut Soekarno itu tidak disukai oleh kurir Soeharto hingga terjadi beberapa kali revisi.
Ketika konsep surat perintah berhasil disepakati, Soekarno sempat meminta pertimbangan Soebandrio, Chairul Saleh, dan Leimena. Tiga orang tersebut memperingatkan Soekarno agar berhati-hati dan jangan sampai terperangkap. Soekarno juga disarankan agar memberikan perintah lisan saja kepada Soeharto tanpa harus melalui surat perintah tertulis.
Namun, Surat Perintah 11 Maret akhirnya ditandatangani oleh Soekarno. Selanjutnya malam itu Supersemar langsung dibawa ke Jakarta oleh Basuki Rachmat, Jusuf, dan Amirmachmud untuk diserahkan kepada Soeharto.
Tanpa disadari oleh Soekarno, malam itu kekuasaannya mulai diambil alih oleh Soeharto.
Soeharto Melumpuhkan Soekarno
Hanya sehari setelah mendapat Supersemar, Soeharto langsung bertindak radikal. Pada 12 Maret 1966 ia membubarkan PKI dan penangkapan orang-orang yang dituduh terlibat PKI dimulai kembali.
Soekarno terkejut mengetahui langkah Soeharto yang menjadikan Supersemar sebagai landasan pengambilan keputusan yang mestinya dilakukan oleh presiden. Sebab  Seokarno memberikan Supersemar hanya sebagai perintah kepada Soeharto untuk mengamankan ibukota dan melindungi Soekarno beserta keluarganya. Kenyataannya Soeharto bertindak jauh di luar wewenang teknis militer yang menjadi wilayahnya.
Sadar bahwa Soeharto akan bertindak lebih nekat, Soekarno mengeluarkan Surat Perintah 13 Maret yang isinya memerintahkan agar Soeharto kembali pada tugasnya pada urusan teknis. Soeharto juga diminta menghadap Soekarno untuk mempertanggungjawabkan tindakannya. Di luar dugaan, Soeharto tak mematuhi Surat Perintah 13 Maret tersebut.
Sebaliknya dengan Supersemar di tangannya, Soeharto terus mengambil tindakan yang lebih luas. Soeharto berdalih ia telah mendapat kekuasaan untuk melakukan segala tindakan guna mengendalikan keadaan.
Pada kenyataannya, tindakanya lebih dari sekadar mengendalikan keadaan. Soeharto mulai melawan Soekarno. Meski saat itu Soekarno masih menjadi presiden, tapi satu demi satu kekuasaanya sedang dipreteli dan diambil alih oleh Soeharto.
Soekarno menyampaikan penegasan bahwa Supersemar yang ia berikan kepada Seoharto bukanlah transfer kekuasaaan. Namun, itu tak banyak berarti karena kudeta oleh Seoharto sudah merangkak semakin jauh. Soekarno pun mulai lumpuh kekuasaan dan kekuatannya.