Babad Diponegoro diakui sebagai karya klasik yang amat berharga dan memiliki sumbangsih besar pada khasanah sejarah dunia. Pada 21 Juni 2013, organisasi PBB untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Budaya (UNESCO) menetapkan Babad Diponegoro sebagai Warisan Ingatan Dunia (Memory of the World).
Seleksi dan Riset
Dibutuhkan proses yang tidak sebentar untuk menyiapkan pameran gambar Babad Diponegoro. Sejarawan serta akademisi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta dilibatkan untuk menentukan kisah atau adegan yang hendak diangkat ke dalam media visual.Â
Proses tersebut tidak mudah mengingat Babad Diponegoro terbagi ke dalam 100 pupuh dan lebih dari 1000 halaman. Akhirnya terpilih 50 kisah yang secara kronologis dianggap mampu merekronstruksi riwayat Diponegoro mulai dari kelahirannya hingga menjadi panglima perang.
Kejutan Visual
Informasi yang didapat dan dipahami oleh setiap pelukis diolah bersama imajinasi mereka. Maka terciptalah visual-visual yang mengejutkan hasil dari penafsiran Babad Diponegoro.
Secara garis besar, lukisan-lukisan Babad Diponegoro yang dipamerkan dikelompokkan ke dalam dua bentuk visual, yakni realistik dan non-realistik. Salah satu bentuk visual realistik yang unik adalah lukisan "The Garden Of Earthly Prosperity in Ground Zero" yang sudah disebutkan di awal tulisan ini.
Ada pula lukisan "Laku Spiritual" yang mengungkap pertemuan Pangeran Diponegoro dengan penguasa alam gaib dalam mitologi Jawa, yakni Ratu Kidul. Cipto Purnomo membuatnya dengan media cat akrilik. Digambarkan dalam lukisan bahwa saat Pangeran Diponegoro sedang bertapa di tepi samudera, Ratu Kidul datang dengan menggunakan kereta yang ditarik sejumlah kuda. Kereta kuda itu berarak di atas gelombang laut menuju arah tempat Pangeran Diponegoro berada.
Tepeng adalah nama harimau penunggu Hutan Wanalaban. Pada suatu malam Tepeng mendatangi Pangeran Diponegoro di pertapaannya. Kehadiran seekor harimau membuat takut dua pengawal pangeran yang bernama Banteng Wareng dan Joyosubroto. Mereka mengira harimau tersebut hendak menyerang Pangeran Diponegoro.
Namun, sang pangeran menenangkan kedua pengawalnya dengan mengatakan bahwa harimau tersebut justru berniat baik. Ternyata hal itu benar adanya. Tepeng datang sambil menggiring seekor kijang sehingga Pangeran Diponegoro dan pengawalnya mendapatkan santapan tanpa harus berburu.
Selanjutnya ada lukisan "Diponegoro's Last Battle"Â yang secara naratif menggambarkan situasi penyerbuan Gua Selarong oleh pasukan Belanda seperti yang dikisahkan dalam pupuh ke-23.Â