Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kejutan Visual "Babad Diponegoro" Setelah Jadi Warisan Ingatan Dunia

14 Februari 2019   08:39 Diperbarui: 14 Februari 2019   19:36 895
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pameran Sastra Rupa Babad Diponegoro berlangsung 1-24 Februari 2019 di Jogja Gallery, Yogyakarta (dok. pri).

Babad Diponegoro diakui sebagai karya klasik yang amat berharga dan memiliki sumbangsih besar pada khasanah sejarah dunia. Pada 21 Juni 2013, organisasi PBB untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Budaya (UNESCO) menetapkan Babad Diponegoro sebagai Warisan Ingatan Dunia (Memory of the World).

Lukisan-lukisan dibuat dengan mengacu pada naskah Babad Diponegoro (dok. pri).
Lukisan-lukisan dibuat dengan mengacu pada naskah Babad Diponegoro (dok. pri).
Pameran sastra rupa ini merupakan bentuk aktualisasi Warisan Ingatan Dunia. Aktualisasi diperlukan agar sosialisasi Babad Diponegoro semakin efektif sehingga publik, terutama masyarakat Indonesia, bisa mengenal lebih jauh sejarah serta sosok Pangeran Diponegoro. Masyarakat juga bisa memetik inspirasi keteladanan dari Pangeran Diponegoro.

Seleksi dan Riset

Dibutuhkan proses yang tidak sebentar untuk menyiapkan pameran gambar Babad Diponegoro. Sejarawan serta akademisi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta dilibatkan untuk menentukan kisah atau adegan yang hendak diangkat ke dalam media visual. 

Proses tersebut tidak mudah mengingat Babad Diponegoro terbagi ke dalam 100 pupuh dan lebih dari 1000 halaman. Akhirnya terpilih 50 kisah yang secara kronologis dianggap mampu merekronstruksi riwayat Diponegoro mulai dari kelahirannya hingga menjadi panglima perang.

Lukisan
Lukisan
Sementara itu 51 pelukis kontemporer yang berpartisipasi dipilih melalui seleksi. Masing-masing dari mereka bertugas menginterpretasikan satu kisah, kecuali dua pelukis yang mendapat permintaan khusus membuat lukisan berdasarkan satu kisah yang sama. Untuk menginterpretasikan setiap kisah, para pelukis pun melakukan riset, mengunjungi lokasi, dan berdiskusi dengan narasumber yang memahami seluk beluk Pangeran Diponegoro.

Kejutan Visual

Informasi yang didapat dan dipahami oleh setiap pelukis diolah bersama imajinasi mereka. Maka terciptalah visual-visual yang mengejutkan hasil dari penafsiran Babad Diponegoro.

Secara garis besar, lukisan-lukisan Babad Diponegoro yang dipamerkan dikelompokkan ke dalam dua bentuk visual, yakni realistik dan non-realistik. Salah satu bentuk visual realistik yang unik adalah lukisan "The Garden Of Earthly Prosperity in Ground Zero" yang sudah disebutkan di awal tulisan ini.

Lukisan
Lukisan
Karya menarik lainnya adalah "Wangi Sang Ratu" dari Dyan Anggraini. Lukisan tersebut dibuat berdasarkan pupuh ke-14. Visualnya menggambarkan bayi Diponegoro yang baru berumur 5 hari sedang ditimang oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I di Gedung Proboyekso Keraton Yogyakarta.

Ada pula lukisan "Laku Spiritual" yang mengungkap pertemuan Pangeran Diponegoro dengan penguasa alam gaib dalam mitologi Jawa, yakni Ratu Kidul. Cipto Purnomo membuatnya dengan media cat akrilik. Digambarkan dalam lukisan bahwa saat Pangeran Diponegoro sedang bertapa di tepi samudera, Ratu Kidul datang dengan menggunakan kereta yang ditarik sejumlah kuda. Kereta kuda itu berarak di atas gelombang laut menuju arah tempat Pangeran Diponegoro berada.

Peristiwa pertemuan dengan Ratu Kidul merupakan salah satu kisah yang jarang diungkap dalam sejarah mengenai Pangeran Diponegoro. Kisah lain yang belum diketahui secara luas adalah soal kepekaan sang pangeran terhadap alam sekitarnya termasuk kemampuan memahami perilaku binatang. Perihal ini diperlihatkan melalui lukisan berjudul "Tepeng" karya Setyo Priyo Nugroho yang dibuat dengan mengacu pada pupuh ke-39.

Tepeng adalah nama harimau penunggu Hutan Wanalaban. Pada suatu malam Tepeng mendatangi Pangeran Diponegoro di pertapaannya. Kehadiran seekor harimau membuat takut dua pengawal pangeran yang bernama Banteng Wareng dan Joyosubroto. Mereka mengira harimau tersebut hendak menyerang Pangeran Diponegoro.

Namun, sang pangeran menenangkan kedua pengawalnya dengan mengatakan bahwa harimau tersebut justru berniat baik. Ternyata hal itu benar adanya. Tepeng datang sambil menggiring seekor kijang sehingga Pangeran Diponegoro dan pengawalnya mendapatkan santapan tanpa harus berburu.

Lukisan "Amanat Terakhir" karya Mahdi Abdullah juga menarik untuk dicermati. Lukisan yang dibuat berdasarkan pupuh ke ke-14 tersebut menguak peristiwa pergantian nama Pangeran Diponegoro menjadi "Abdulhamid". Dalam peristiwa itu pula Pangeran Diponegoro mendapatkan pusaka berupa anak panah bernama Kyai Sarutama.

Selanjutnya ada lukisan "Diponegoro's Last Battle" yang secara naratif menggambarkan situasi penyerbuan Gua Selarong oleh pasukan Belanda seperti yang dikisahkan dalam pupuh ke-23. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun