Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kejutan Visual "Babad Diponegoro" Setelah Jadi Warisan Ingatan Dunia

14 Februari 2019   08:39 Diperbarui: 14 Februari 2019   19:36 895
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Kang buyut tan kenging pisah, sinambi, winulang iki, langkungkerta Tegalrejo, mapan kabeh tiyang prapti, samya angungsi tedhi, ingkang santri ngungsi ngelmu, langkung rame ngibadah, punapadene wong tani, henengena kawarnaga ing Ngayogya".

Begitulah sepenggal kutipan dari pupuh ke-15 Babad Diponegoro, naskah kuno yang memuat kisah hidup Pangeran Diponegoro, sang panglima perang Jawa sekaligus pemimpin rakyat yang gigih berjuang melawan penindasan penjajah atas tanah leluhurnya.

Pupuh itu pula yang ditafsirkan secara visual dalam sebuah karya seni rupa berjudul "The Garden Of Earthly Prosperity in Ground Zero" karya Isur Suroso. 

Lukisan itu terbagi dalam tiga panel kanvas dan memperlihatkan Pangeran Diponegoro kecil sedang belajar mengaji di bawah bimbingan nenek buyutnya. Tampak pula dua sosok (pria dan wanita) yang berpenampilan seperti prajurit atau penjaga dengan membawa senjata berupa keris dan senapan.

Lukisan berukuran 130x150 cm tersebut adalah satu dari 51 lukisan yang dapat disimak dalam Pameran Sastra Rupa bertajuk Gambar Babad Diponegoro. 

Berlangsung dari 1-24 Februasi 2019 di Jogja Gallery, kawasan Alun-alun Utara Keraton Yogyakarta, pameran ini digagas oleh Paguyuban Trah Pangeran Diponegoro (Patra Padi) dan Jogja Gallery.

Aktualisasi Warisan Ingatan Dunia

Babad Diponegoro merupakan autobiografi Pangeran Diponegoro yang ditulis sendiri olehnya saat diasingkan di Manado pada rentang waktu 1832-1833. 

Pendapat lain menyebut Babad Diponegoro sudah mulai ditulis sejak 1831 dan penulisannya tidak dilakukan secara langsung oleh Pangeran Diponegoro. 

Sang pangeran menyampaikannya secara lisan untuk selanjutnya kemudian ditulis oleh Tumenggung Dipowiyono yang ikut diasingkan bersama Pangeran Diponegoro ke Manado.

Pameran Sastra Rupa Babad Diponegoro berlangsung 1-24 Februari 2019 di Jogja Gallery, Yogyakarta (dok. pri).
Pameran Sastra Rupa Babad Diponegoro berlangsung 1-24 Februari 2019 di Jogja Gallery, Yogyakarta (dok. pri).
Meskipun terdapat perbedaan pendapat mengenai tonggak penulisannya, Babad Diponegoro yang terdiri dari 1.151 halaman dan ditulis tangan dalam huruf Arab Pegon tetap lah merupakan karya yang sangat bernilai. 

Selain memuat riwayat hidup sang pangeran, Babad Diponegoro juga menceritakan mengenai sejarah Jawa, kondisi Keraton Yogyakarta serta peristiwa-peristiwa penting lainnya. 

Babad Diponegoro diakui sebagai karya klasik yang amat berharga dan memiliki sumbangsih besar pada khasanah sejarah dunia. Pada 21 Juni 2013, organisasi PBB untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Budaya (UNESCO) menetapkan Babad Diponegoro sebagai Warisan Ingatan Dunia (Memory of the World).

Lukisan-lukisan dibuat dengan mengacu pada naskah Babad Diponegoro (dok. pri).
Lukisan-lukisan dibuat dengan mengacu pada naskah Babad Diponegoro (dok. pri).
Pameran sastra rupa ini merupakan bentuk aktualisasi Warisan Ingatan Dunia. Aktualisasi diperlukan agar sosialisasi Babad Diponegoro semakin efektif sehingga publik, terutama masyarakat Indonesia, bisa mengenal lebih jauh sejarah serta sosok Pangeran Diponegoro. Masyarakat juga bisa memetik inspirasi keteladanan dari Pangeran Diponegoro.

Seleksi dan Riset

Dibutuhkan proses yang tidak sebentar untuk menyiapkan pameran gambar Babad Diponegoro. Sejarawan serta akademisi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta dilibatkan untuk menentukan kisah atau adegan yang hendak diangkat ke dalam media visual. 

Proses tersebut tidak mudah mengingat Babad Diponegoro terbagi ke dalam 100 pupuh dan lebih dari 1000 halaman. Akhirnya terpilih 50 kisah yang secara kronologis dianggap mampu merekronstruksi riwayat Diponegoro mulai dari kelahirannya hingga menjadi panglima perang.

Lukisan
Lukisan
Sementara itu 51 pelukis kontemporer yang berpartisipasi dipilih melalui seleksi. Masing-masing dari mereka bertugas menginterpretasikan satu kisah, kecuali dua pelukis yang mendapat permintaan khusus membuat lukisan berdasarkan satu kisah yang sama. Untuk menginterpretasikan setiap kisah, para pelukis pun melakukan riset, mengunjungi lokasi, dan berdiskusi dengan narasumber yang memahami seluk beluk Pangeran Diponegoro.

Kejutan Visual

Informasi yang didapat dan dipahami oleh setiap pelukis diolah bersama imajinasi mereka. Maka terciptalah visual-visual yang mengejutkan hasil dari penafsiran Babad Diponegoro.

Secara garis besar, lukisan-lukisan Babad Diponegoro yang dipamerkan dikelompokkan ke dalam dua bentuk visual, yakni realistik dan non-realistik. Salah satu bentuk visual realistik yang unik adalah lukisan "The Garden Of Earthly Prosperity in Ground Zero" yang sudah disebutkan di awal tulisan ini.

Lukisan
Lukisan
Karya menarik lainnya adalah "Wangi Sang Ratu" dari Dyan Anggraini. Lukisan tersebut dibuat berdasarkan pupuh ke-14. Visualnya menggambarkan bayi Diponegoro yang baru berumur 5 hari sedang ditimang oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I di Gedung Proboyekso Keraton Yogyakarta.

Ada pula lukisan "Laku Spiritual" yang mengungkap pertemuan Pangeran Diponegoro dengan penguasa alam gaib dalam mitologi Jawa, yakni Ratu Kidul. Cipto Purnomo membuatnya dengan media cat akrilik. Digambarkan dalam lukisan bahwa saat Pangeran Diponegoro sedang bertapa di tepi samudera, Ratu Kidul datang dengan menggunakan kereta yang ditarik sejumlah kuda. Kereta kuda itu berarak di atas gelombang laut menuju arah tempat Pangeran Diponegoro berada.

Peristiwa pertemuan dengan Ratu Kidul merupakan salah satu kisah yang jarang diungkap dalam sejarah mengenai Pangeran Diponegoro. Kisah lain yang belum diketahui secara luas adalah soal kepekaan sang pangeran terhadap alam sekitarnya termasuk kemampuan memahami perilaku binatang. Perihal ini diperlihatkan melalui lukisan berjudul "Tepeng" karya Setyo Priyo Nugroho yang dibuat dengan mengacu pada pupuh ke-39.

Tepeng adalah nama harimau penunggu Hutan Wanalaban. Pada suatu malam Tepeng mendatangi Pangeran Diponegoro di pertapaannya. Kehadiran seekor harimau membuat takut dua pengawal pangeran yang bernama Banteng Wareng dan Joyosubroto. Mereka mengira harimau tersebut hendak menyerang Pangeran Diponegoro.

Namun, sang pangeran menenangkan kedua pengawalnya dengan mengatakan bahwa harimau tersebut justru berniat baik. Ternyata hal itu benar adanya. Tepeng datang sambil menggiring seekor kijang sehingga Pangeran Diponegoro dan pengawalnya mendapatkan santapan tanpa harus berburu.

Lukisan "Amanat Terakhir" karya Mahdi Abdullah juga menarik untuk dicermati. Lukisan yang dibuat berdasarkan pupuh ke ke-14 tersebut menguak peristiwa pergantian nama Pangeran Diponegoro menjadi "Abdulhamid". Dalam peristiwa itu pula Pangeran Diponegoro mendapatkan pusaka berupa anak panah bernama Kyai Sarutama.

Selanjutnya ada lukisan "Diponegoro's Last Battle" yang secara naratif menggambarkan situasi penyerbuan Gua Selarong oleh pasukan Belanda seperti yang dikisahkan dalam pupuh ke-23. 

Mendapat gempuran hebat, Pangeran Diponegoro bersama para pengikutnya berusaha naik ke atas bukit untuk meloloskan diri. Pada lukisan terlihat detail Masjid Selarong dibakar oleh Belanda.

Sementara pada lukisan "Tembang Cinta" karya Astuti Kusumo yang mengacu pada pupuh ke-37 terlihat visual yang dramatis. Sapuan-sapuan cat akrilik yang didominasi warna biru membentuk sosok Pangeran Diponegoro yang sedang bersimpuh sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan. 

Rupanya ia sedang menangis mengetahui sang paman Ngabehi Joyokusumo telah gugur di perbukitan Menoreh Selatan. Tampak pula seekor kuda dan samar-samar sosok para prajurit berada di sekeliling sang pangeran.

Selain lukisan yang menggambarkan kisah secara realistik dan naratif, pada pameran ini tampil pula beberapa lukisan dengan bentuk visual nonrealistik yang unik. Meskipun demikan latar kisahnya tetap mengacu pada Babad Diponegoro. 

Misalnya lukisan "Balada Diponegosdor" karya Stefan Buana yang dibuat berdasarkan pupuh ke-20. Lukisan ini semestinya menggambarkan Pangeran Diponegoro yang dituntun menuju ke Gunung Rasamuni oleh sosok Ratu Adil yang menggunakan surban hijau dan jubah putih. 

Sosok itu memancarkan cahaya yang mengenai Pangeran Diponegoro, tapi yang tampak pada lukisan justru aneka bentuk menyerupai alat musik seperti gitar dan juga fragmen-fragmen yang berisi wajah Gus Dur.

Contoh bentuk visual nonrealistik lainnya adalah lukisan "Blirik" karya Hadi Soesanto. Lukisan ini seharusnya berkisah tentang kebersamaan antara Pangeran Diponegoro, Sri Sultan Hamengku Buwono IV serta beberapa pangeran bangsawan lainnya yang sedang memilah-milah ikan di tambak. Namun, Hadi dengan menggunakan cat akrilik dan papan akrilik justru membuat 12 panel lukisan yang menggambarkan cangkir blirik di mana salah satunya berisi ikan.
Pengunjung menyimak sebuah lukisan dari Babad Diponegoro (dok. pri).
Pengunjung menyimak sebuah lukisan dari Babad Diponegoro (dok. pri).
Sungguh suatu pengalaman dan kesempatan yang berharga bisa "berjumpa" dengan Pangeran Diponegoro melalui jendela karya seni rupa. Pemilihan lukisan sebagai media   penyampaian ulang Babad Diponegoro rasanya tepat karena media visual tidak mengenal batas bahasa serta mudah memantik rasa ingin tahu. 

Namun, melihat situasi pameran yang sepi dan dari buku daftar pengunjung yang tidak terlalu penuh, sangat disayangkan jika warisan Indonesia yang sudah diakui dunia ini justru kurang diapresiasi oleh bangsa sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun