Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Al Quran dan Para Pengabdi Hoaks

1 November 2018   16:59 Diperbarui: 2 November 2018   12:16 1537
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hoaks menurut Alquran (dok. pri).

Berita bohong atau hoaks tumbuh subur mewarnai dinamika masyarakat Indonesia dewasa ini. Penyebarannya yang cepat dan luas terutama melalui media sosial cukup mencemaskan. 

Hoaks memang bisa ada di mana saja dan sudah ada sejak dulu. Namun, berkembangnya hoaks di negeri ini terasa memprihatinkan mengingat masyarakat Indonesia dikenal berbudaya santun dan menjadikan agama sebagai hal yang penting. 

Buku berjudul "Klarifikasi Al-Quran Atas Berita Hoax" ini mencoba menghadirkan pemahaman dan perenungan mengenai fenomena hoaks. Mengambil tinjauan dari sudut pandang Islam dengan sumber utama Al Quran, buku ini ditulis oleh Idnan A. Idris, seorang dai muda lulusan Institut Perguruan Tinggi Ilmu Al Quran yang juga aktivis di sejumlah organisasi. Saat ini Idnan menjabat sebagai Ketua Divisi Media dan Humas Ikatan Dai Muda Indonesia (IDMI) wilayah DKI Jakarta.

Hoaks menurut Al Quran

Seperti diketahui, hoaks adalah berita bohong atau berita palsu yang sengaja dibuat serta disebarkan untuk menipu dan membelokkan kebenaran. Al Quran sebagai kitab suci agama Islam dan kitab penyempurna ternyata merinci tentang fenomena hoaks dan menganggapnya sebagai masalah penting. 

Idnan memulai buku ini dengan memaparkan beberapa peristiwa hoaks dalam lintasan sejarah Islam. Di antaranya hoaks yang ditujukan kepada Nabi Musa dan Nabi Muhammad serta para sahabat. Kemudian hoaks yang menimpa Aisyah ra, istri Nabi Muhammad dan hoaks mengenai Al Quran yang pernah dikabarkan sebagai kitab karangan Nabi Muhammad dan isinya telah diubah untuk kepentingan tertentu. 

Pada masa itu kebohongan-kebohongan banyak berasal dari kaum kafir dan Yahudi, meski ada juga orang-orang Islam yang ikut menyebar hoaks dengan berbagai alasan. 

Buku
Buku
Atas munculnya berbagai kabar bohong tersebut Allah menurunkan ayat-ayat untuk mengklarifikasi dan menjelaskan keadaan sebenarnya. Di dalam Al Quran ada beberapa istilah yang maknanya bisa dipersamakan dengan hoaks. Salah satunya adalah "ifk" yang berasal dari kata "afika". 

Makna "ifk" yaitu memalingkan yang hakikatnya adalah dusta. Istilah "ifk" digunakan untuk menggambarkan hoaks soal perselingkuhan Aisyah. Berita bohong tersebut sangat "viral" pada masanya dan menimbulkan ketidaknyamanan dalam kehidupan nabi dan sang istri.

Istilah berikutnya adalah "kazaba" atau "kadzib" yang bermakna kebohongan atau memberitakan sesuatu yang tidak sesuai dengan fakta. Ada juga istilah "khud'a" yang artinya menipu atau penipuan, yaitu memalingkan orang lain dari apa yang ada di hadapannya dengan sesuatu yang berbeda. 

Istilah-istilah lainnya yang maknanya dekat dengan hoaks adalah "iftara", "fitnah", "tahrif", dan "qaul al-zuur" atau kesaksian palsu.

Motif Hoaks 

Menurut Idnan, motif politik adalah variabel utama dan yang paling kuat mendorong produksi hoaks. Kebohongan yang dibuat dan disebarkan oleh Firaun dalam upaya menyerang Nabi Musa memperlihatkan bagaimana hoaks dibuat untuk tujuan politik dan kekuasaan. 

Hoaks semacam ini selain menggiring opini dan membohongi masyarakat, juga untuk menjatuhkan lawan politik. Pada era sekarang hoaks bermotif politik bisa dilakukan oleh penguasa maupun oposisi yang ingin merusak citra pemimpin dan menghambat kinerja pemerintah.

Buku karya Idnan A. Idris (dok. pri).
Buku karya Idnan A. Idris (dok. pri).
Sampul belakang (dok. pri).
Sampul belakang (dok. pri).
Hoaks juga bisa bermotif agama. Di masa lampau para ahli kitab, kaum kafir, dan orang-orang Quraisy banyak menyebarkan berita bohong untuk menghambat kemajuan Islam maupun untuk mengingkari kebenaran-kebenaran ajarannya.

Selanjutnya adalah motif materi. Dengan kritis Idnan menyoroti perilaku orang-orang yang suka menyelewengkan agama, menjual ayat-ayat, dan membuat dalih-dalih untuk menyesatkan masyarakat. 

Mereka yang berbuat demikian menjadikan agama sebagai kedok agar terlihat saleh padahal sedang melakukan kebohongan demi mendapatkan keuntungan materi atau kedudukan. Perilaku menjual agama dalam praktik hoaks seperti ini dijelaskan dalam Surat Al Baqarah ayat 78-79.

Ada pula hoaks yang bermotif kelompok. Di Indonesia perilaku hoaks seperti ini sering dilakukan oleh kader militan kelompok tertentu untuk menaikkan citra kelompoknya atau untuk membusukkan citra kelompok lain.

Dosa Besar

Dampak yang ditimbulkan oleh hoaks sangatlah serius. Apalagi, fenomena hoaks saat ini memiliki beberapa motif sekaligus. Misalnya, hoaks untuk menjatuhkan kredibilitas seseorang disisipi motif agama dan materi. 

Selain menyesatkan, hoaks dapat merusak mental dan moral masyarakat. Apalagi jika hoaks disertai fitnah dan ujaran kebencian sehingga menyebabkan pudarnya sifat-sifat kemanusiaan seperti kasih sayang dan saling menghormati. 

Sejarah peradaban juga memperlihatkan hoaks tidak hanya mencelakan orang per orang, tapi juga bisa menghancurkan sebuah negara dan bangsa. Oleh karena itu, Islam menempatkan perilaku produksi dan penyebaran hoaks sebagai dosa besar yang sangat diperhitungkan di hari akhir.

Allah mencela orang-orang yang menjalankan perilaku hoaks sebagai pengikut cara setan seperti halnya iblis menjerumuskan Nabi Adam dan Siti Hawa dengan sebuah kebohongan. Lebih jauh lagi, orang-orang yang tadinya beriman, tapi berperilaku sebagai penyebar hoaks maka mereka telah murtad. 

Mereka yang memproduksi dan menyebarkan hoaks ditempatkan sama dengan kaum munafik, yaitu orang-orang yang mengucap beriman padahal hatinya tidak dan orang-orang yang mengaku setia pada Nabi Muhammad, tapi berperilaku menghianati.

Produsen dan penyebar hoaks akan mendapat adzab yang perih di neraka. Sementara di dunia akan diberi hukuman antara lain ditunjukkan kemunafikannya di hadapan masyarakat. 

Jaringan Hoaks

Dengan memperhatikan pola-pola hoaks yang pernah terjadi dalam sejarah Islam, seperti hoaks yang dirancang oleh Firaun, Ubay bin Salul, dan iblis, buku ini mengurai unsur-unsur dalam jaringan hoaks. Selain produsen, ada mediator hoaks yang berperan aktif menyebarkan hoaks dengan propaganda. 

Dalam fenomena hoaks saat ini peran mediator sering dilakukan oleh para buzzer di media sosial. Peran lainnya adalah penyandang dana. Pada masa Firaun, peran ini dijumpai pada diri Qorun. 

Menurut Al Quran dosa yang ditanggung oleh para pengabdi hoaks berbeda-beda tergantung besar kecilnya peran. Aktor utama pembuat hoaks menanggung dosa paling besar, yaitu dosanya sendiri ditambah dosa orang-orang yang terperdaya dan ikut menyebarkan hoaks. 

Para pemeran dalam produksi dan penyebaran hoaks sebenarnya tahu bahwa kebohongan besar yang mereka sebarkan adalah perbuatan keji. Namun, mereka terus melakukan dan mengulanginya. Allah menyebut para pengabdi hoaks ini sebagai orang-orang yang hatinya telah "sakit".

Memerangi Hoaks

Munculnya hoaks hingga menyebar luas di tengah-tengah masyarakat tidak terlepas dari rendahnya tingkat literasi. Oleh karena itu, Islam mewajibkan umatnya untuk mengembangkan budaya literasi yang dimulai dengan prinsip Iqra yaitu membaca. 

Setelah membaca kemudian menggali ilmu dari sumber-sumber terpercaya agar bisa dalam memilah, meneliti, mengalisis, serta mengevaluasi setiap informasi yang diterima.

Hoaks menurut Alquran (dok. pri).
Hoaks menurut Alquran (dok. pri).
Prinsip berikutnya dalam memerangi hoaks adalah Tabayyun, yakni mencari bukti dan kebenaran. Perintah untuk bertabayyun salah satunya ditegaskan dalam Surat Al Hujurat ayat 6. Dalam surat tersebut terdapat teladan dari perilaku Nabi Muhammad yang mencari tahu kebenaran adanya ancaman pembunuhan dari Bani Mushthaliq. Meski informasi itu dibawa oleh utusannya sendiri, tapi nabi tidak langsung percaya. Akhirnya terbukti bahwa informasi itu tidak benar.

Tawaqquf yaitu menahan diri juga penting untuk memerangi hoaks. Menahan diri yang dimaksud adalah tidak mudah percaya pada sebuah informasi tanpa memiliki dasar pengetahuan dan pengalaman yang cukup. Menahan diri juga berarti tidak gegabah menyebarkan informasi yang tidak diketahui dan tidak dilihatnya sendiri. Dalam Al Quran prinsip Tawaqquf dijelaskan dalam Surat Al Isra ayat 36.

Dalam Surat An Nisa ayat 140, Allah juga memerintahkan untuk menghindari orang-orang yang gemar memproduksi dan menyebarkan kebohongan. Dijelaskan bahwa jika ada mukmin duduk bersama mereka dan tidak mengingkari perbuatan buruknya, maka ia bagian dari mereka. 

Dalam konteks fenomena hoaks saat ini, umat Islam sudah seharusnya menolak dan meninggalkan forum-forum, termasuk grup-grup media sosial yang menjadi pabrik hoaks. Jika tidak maka ia akan menanggung dosa yang sama.

Buku ini juga menekankan pentingnya pembinaan dalam tubuh umat Islam sebagai salah satu cara memerangi hoaks. Kelemahan dalam diri sebagian umat Islam, yakni fanatisme buta dan dangkalnya pemahaman terhadap esensi agama membuat sebagian umat Islam mudah terkena propaganda dan dimanipulasi untuk ikut menyebarkan hoaks. 

Waktu yang Tepat

Ada tiga alasan mengapa buku "Klarifikasi Al Quran Atas Berita Hoax" perlu dibaca. Pertama, buku ini merupakan respon atas fenomena hoaks yang semakin menjerumuskan masyarakat, termasuk umat Islam sendiri. 

Ada tantangan besar di tengah-tengah masyarakat saat ini yang seolah menganggap hoaks sebagai masalah kecil karena semakin terbiasa. Bahkan, dalam kontes politik perilaku memproduksi dan menyebarkan hoaks seolah dianggap "halal" untuk meraih kemenangan. Kecenderungan ini tidak bisa dibiarkan. 

Kedua, masyarakat perlu diberi petunjuk untuk tidak membiarkan dan mengikuti perilaku hoaks. Dengan meninjau peristiwa-peristiwa hoaks yang terjadi dalam sejarah Islam dan mengartikulasikan firman-firman Allah serta hadist nabi, Idnan mengaktualisasi pengetahuan untuk menjelaskan fenomena hoaks saat ini. Oleh karena itu, selain penting dan relevan untuk dibaca oleh umat Islam, buku ini juga bisa menjadi sumber pengetahuan bagi siapapun.

Ketiga, membaca buku ini bisa membantu kita mengevaluasi nilai-nilai moral kita sebagai manusia yang beriman. Buku ini mengajak pembacanya berpikir mengenai peran dan kedudukannya sebagai umat beragama di tengah-tengah fenomena hoaks. Umat Islam yang terbiasa dengan hoaks akan cenderung menganggap remeh dosa-dosa dan maksiat lainnya. Tanpa disadari sendi-sendi keimanan dalam dirinya menjadi rapuh dan kehilangan penghayatan terhadap esensi ajaran Islam.

Selamat membaca! (dok. pri).
Selamat membaca! (dok. pri).
Memang ada sedikit kekurangan dalam buku ini. Di antaranya adalah penulisan "hoax" dan "hoaks" yang kurang konsisten pada sampul dan halaman depan. Idnan juga kurang teliti dalam merinci urutan solusi mengatasi hoaks pada bab IV. 

Meskipun demikian, buku ini hadir di waktu yang tepat. Idnan menunjukkan bahwa pemikiran dan pendekatan Islam bisa menjadi formula progresif untuk menghindari dan memerangi hoaks. Tinjauan yang berangkat dari Al Quran dan hadist menjadi bahan renungan yang dalam bagi umat Islam untuk tidak menjadi pengabdi hoaks. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun