Langkah saya ini tak disetujui oleh keluarga (di luar suami). Meski sudah menikah, saya dan mungkin kebanyakan orang Indonesia, masih memiliki relasi kuat dengan keluarga. Apa pun keputusan yang kita buat akan mendapatkan respons dari keluarga, mulai orangtua, saudara kandung, dan lainnya.
Begitu pun dengan keputusan saya berasuransi dengan premi Rp 500.000 per bulan. Bagi mereka (baca: orangtua), biaya yang saya keluarkan untuk asuransi itu terlalu besar. Sayang, katanya. Tapi, saya tak patah arang. Saya merasa tenang, dan semua sudah saya perhitungkan, jadi maju jalan saja.
Pendapat kakak saya lebih dahsyat, tapi tidak memengaruhi keputusan saya. Dia bilang, "Kayak enggak percaya Tuhan aja pakai asuransi segala."
Saya menelaah perkataannya. Mungkin maksudnya, berusaha, berdoa saja kepada Tuhan untuk diberikan kesehatan, keselamatan, usia panjang, dan rejeki yang lancar kini dan nanti bahkan saat saya tiada, rejeki tetap mengalir sehingga anak dan keluarga tetap terjamin hidupnya.
Saya yakin itu maksud perkataan kakak saya. Namun, kembali saya berpikir, asuransi tetap penting. Apa yang kakak saya katakan ada benarnya. Ikhtiar itu tetap perlu dilakukan, berdoa penting, namun upaya memproteksi diri juga perlu dilakukan karena kita takkan pernah tahu apa yang terjadi nanti.
Di samping itu, pekerjaan saya yang kadang mengharuskan saya bepergian, terbilang berisiko tinggi. Itulah salah satu alasan saya memproteksi diri dengan asuransi.
Nah, ketika asuransi masih menjadi hal asing bagi sebagian besar orang di sekitar saya, saya memberanikan diri melangkah berasuransi. Saya yakin akan ada manfaatnya, jangka panjang. Paling utamanya, saya merasa tenang dengan berasuransi. Merasa sudah berikhtiar memproteksi diri demi keluarga sambil terus berdoa mendapatkan kesehatan dan keselamatan.
Hadirnya JKN-BPJS
Dua tahun setelah saya berasuransi, JKN-BPJS makin akrab di tengah kehidupan masyarakat. Saya tak berminat mendaftar JKN-BPJS karena merasa ribet harus berurusan dengan pendaftaran yang katanya memakan waktu, dan afiliasi dengan Rumah Sakit tertentu saja.
Meski begitu, ternyata di lingkaran keluarga saya dan suami, JKN-BPJS justru mulai diterima. Satu per satu kakak sepupu dari pihak keluarga saya dan suami mulai mendaftar. Mereka umumnya menjadi nasabah dengan premi per bulan kategori kelas 2 (Rp 42.500) dan kelas 1 (Rp 59.500).
Wah, saya pikir, asuransi makin merakyat. Ada baiknya, karena masyarakat berbagai lapisan mulai melek asuransi. Mulai berani memproteksi diri. Menyadari bahwa kita perlu berasuransi terutama kesehatan.