Saat itu, beredar selebaran yang mengutip ayat itu supaya warga Babel tidak memilihnya sebagai Gubernur Babel. Ahok adalah calon kepala daerah yang beragama Kristen Protestan. Sementara warga Babel mayoritas Muslim.” (Sumber)
Jika ada yang dirugikan kemudian melapor hingga diproses pengadilan, artinya mereka telah mendukung para politisi busuk yang dimaksud Ahok “jadi jangan percaya sama orang”
Apakah Ahok baru mengenal ayat Al-Maidah 51 di Pilgub DKI Jakarta? Ternyata Ahok sudah mengenal dan diserang dengan ayat tersebut selama proses pilkada sepuluh tahun terakhir sehingga wajar mengutipnya tanpa melakukan tafsiran..
Terlepas apakah dia seorang non muslim kemudian tidak boleh mengutip ayat tersebut kemudian dianggap salah adalah keliru besar.
Siapapun boleh mengutip asal tidak ada unsur penghinaan, karena agama universal
Contoh, Seorang mualaf masuk islam, tentu ada tahapan dimulai dari pengenalan, lanjut mendalami ilmu islam, begitu juga dengan agama lain ada tahapan yang mesti dilalui.
Apakah melalui tahapan-tahapan tersebut terjadi kesalahan kemudian dianggap nista agama dan diproses ke pengadilan?
Jika sudah menyangkut agama maka ada tahapan-tahapan yang harus dilalui seperti contoh diatas, begitupun contoh lain seperti bekerja di suatu perusahaan ada istilah SP1, SP2, SP3 hingga PHK(Pemberhentian Hubungan Kerja)
Ini yang menjadi blunder penuntutan kasus Ahok langsung menggunakan pasal 156a, tidak terlebih dahulu menggunakan “UU PNPS Nomor 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama. Pasal 1, 2, dan 3, secara hukum dapat dikualifikasikan bersifat khusus” (sumber)
Mestinya menerapkan UU PNPS Nomor 1 Tahun 1965 karena apa yang diucapkan tersebut tidak ada unsur penistaan maupun penafsiran sehingga teguran maupun peringatan terhadap Ahok adalah cara tepat agar tidak mengulangi ucapannya dengan mengutip ayat Al Maidah 51.