Majelis Ulama Indonesia (MUI) sangat reaktif sekali menyikapi persoalan Ahok sehingga harus mengeluarkan surat pernyataan sikap dan rekomendasi :
1. Al-Quran surah al-Maidah ayat 51 secara eksplisit berisi larangan menjadikan Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin. Ayat ini menjadi salah satu dalil larangan menjadikan non Muslim sebagai pemimpin.
2. Ulama wajib menyampaikan isi surah al-Maidah ayat 51 kepada umat Islam bahwa memilih pemimpin muslim adalah wajib.
3. Setiap orang Islam wajib meyakini kebenaran isi surah al-Maidah ayat 51 sebagai panduan dalam memilih pemimpin.
4. Menyatakan bahwa kandungan surah al-Maidah ayat 51 yang berisi larangan menjadikan Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin adalah sebuah kebohongan, hukumnya haram dan termasuk penodaan terhadap Al-Quran.
5. Menyatakan bohong terhadap ulama yang menyampaikan dalil surah al-Maidah ayat 51 tentang larangan menjadikan nonmuslim sebagai pemimpin adalah penghinaan terhadap ulama dan umat Islam.
Berdasarkan hal di atas, maka pernyataan Basuki Tjahaja Purnama dikategorikan : (1) menghina Al-Quran dan atau (2) menghina ulama yang memiliki konsekuensi hukum.
Untuk itu Majelis Ulama Indonesia merekomendasikan :
1. Pemerintah dan masyarakat wajib menjaga harmoni kehidupan beragama, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
2. Pemerintah wajib mencegah setiap penodaan dan penistaan Al-Quran dan agama Islam dengan tidak melakukan pembiaran atas perbuatan tersebut.
3. Aparat penegak hukum wajib menindak tegas setiap orang yang melakukan penodaan dan penistaan Al-Quran dan ajaran agama Islam serta penghinaan terhadap ulama dan umat Islam sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Aparat penegak hukum diminta proaktif melakukan penegakan hukum secara tegas, cepat, proporsional, dan profesional dengan memperhatikan rasa keadilan masyarakat, agar masyarakat memiliki kepercayaan terhadap penegakan hukum.
5. Masyarakat diminta untuk tetap tenang dan tidak melakukan aksi main hakim sendiri serta menyerahkan penanganannya kepada aparat penegak hukum, di samping tetap mengawasi aktivitas penistaan agama dan melaporkan kepada yang berwenang.(sumber:detik.com)
Dari konteks “Pemimpin” dari 5 sikap MUI mencerminkan bahwa Gubernur adalah bagian dari pemimpin yang termuat dalam surat Al-Maidah: 51 adalah tendensius dan bernilai politis.
Jadi, seolah-olah dalam kepemimpinan apapun harus seorang muslim “hukumnya wajib”. Sadarkah MUI bahwa Gubernur sama saja dengan pemimpin perusahaan, pemilik perusahaan atau pemimpin kantor ? itu semua adalah pemimpin duniawi.
Gubernur tidak ada bedanya dengan pemimpin perusahaan atau pemilik perusahaan, hanya ruang lingkupnya yang berbeda. Contoh, Apakah seorang karyawan muslim bekerja pada satu perusahaan yang dipimpin/dimiliki seorang non muslim kemudian karyawan tersebut protes menolak pemimpin/pemilik perusahaan non muslim tersebut dengan menggunakan surat Al-Maidah: 51 ?
Fakta, Said Iqbal ketua KSPI “Anak asuh PKS” sangat paham bahwa banyak perusahaan milik non muslim atau pemimpin perusahaan non muslim pekerjanya dari orang muslim, apakah pekerja muslim menuntut atau demo perusahaan tersebut agar menggantikan pemilik/pemimpin perusahaan diganti orang muslim ? Lucu kan!
Dari 5 sikap, MUI telah memainkan peran politik yang luar biasa dalam kasus Ahok karena telah menyama ratakan “Pemimpin”, tidak mampu atau mengabaikan bagaimana membedakan antara pemimpin duniawi maupun pemimpin agama seperti artikel dibawah : satu, dua
Kemudian, Pernyataan Ahok dimasukkan MUI dalam kategori (1) menghina Al-Quran dan atau (2) menghina ulama yang memiliki konsekuensi hukum. Begitu mudahnya MUI memvonis seseorang dengan “Penghinaan”, Penghinaan seperti apa ? MUI telah memihak sebelah karena tidak utuh memahami isi pernyataan video tersebut dan tidak pernah mengundang Ahok untuk konfirmasi pernyataannya.
Apakah selama ini pihak-pihak yang memakai dan memanfaatkan ayat-ayat Al-quran untuk menyerang, melecehkan, mengharamkan, mengkafirkan Ahok didepan umum tidak masuk kategori menghina Al-Quran ? Sehingga Ahok familiar dengan Al-quran terutama Surat Al-Maidah 51.
Ucapkan Ahok di kepulauan seribu adalah suatu akumulasi membalikkan kepada pihak-pihak yang selalu menyerangnya dengan ayat-ayat suci Al-Quran. Jika ada 5 ulama yang menafsirkan suatu ayat dengan tafsiran berbeda, apakah tafsiran 5 ulama berbeda dianggap benar semua ? bukankah kita harus memilih satu yang benar dari lima tafsiran yang berbeda ?
Ini adalah proses “Sebab-Akibat”, ucapan Ahok adalah “Akibat” dari “Sebab” pihak-pihak yang menebar kebencian dengan dalih agama terhadap Ahok.
Begitu juga dengan tulisan K-er yang bernuansa “Anti Cina” dibawah :
“Tetapi ketika dia hanya mengakui Indonesia sebagai ayah angkat dan mengaku RRC sebagai ayah kandung karena merasa dirinya orang China, saya jadi tergelitik untuk bertanya apakah memang demikian sikap dan pandangan seluruh WNI keturunan China atau orang Tionghoa yang ada di Indonesia?”
Jadi, hanya karakter satu orang ingin digiring ke arah entitas yang lebih luas dengan suatu pertanyaan.
Seandainya bangsa ini dipenuhi karakter nasionalis religius seperti Buya Syafii Maarif, Nusron Wahid dan lain-lain, niscaya Ahok tidak akan hapal Surat Al-Maidah 51 yang dimanfaatkan pihak-pihak tertentu untuk menyerang dan menebar kebencian.
Tidak cukup dengan 5 sikap, MUI ikut merekomendasikan 5 poin secara tidak langsung menghukumi Ahok bersalah. MUI terlalu jauh terlibat dalam kasus ucapan Ahok.
Ada banyak kasus-kasus lain yang lebih parah menghina Al-quran, namun kenyataannya MUI tidak mudah mengeluarkan sikap dan rekomendasi kecuali semudah terhadap kasus Ahok. Mungkin MUI lebih pantas ikut bermain politik, mengumbar ayat-ayat suci bukan pada tempatnya seperti ucapan Tengku Zulkarnaen di ILC TV One tanggal 10 oktober 2016 (sumber), menjual fatwa-fatwa “Haram” yang bukan kapasitas dan pada tempatnya, dan perbaiki cap sertifikasi kehalalan, jangan hanya sebatas formalitas saja.
Banyak contoh kasus sebelum-sebelumnya MUI bersikap biasa, seperti contoh terhangat, kasus AA.Gatot berkedok islam, ternyata melakukan ritual yang diharamkan, dan kasus Dimas Kanjeng Taat Pribadi berkedok agama islam yang diperparah melibatkan anggota MUI Marwah Daud Ibrahim selama 5 tahun. Apakah MUI mengeluarkan sikap dan rekomendasi terhadap ajaran Dimas Kanjeng yang banyak memakan korban nyawa dan harta benda ?
Selama 5 tahun apa yang dilakukan Marwah Daud tidak terdeteksi oleh MUI sendiri, bahkan Marwah Daud sebagai pengurus MUI adalah kader partai politik. Bagaimana bisa seorang politisi bisa masuk jadi pengurus MUI yang katanya adalah lembaga independen.
Ada berapa banyak kader partai yang jadi pengurus MUI ? Contoh kecil adanya surat pernyataan MUI terhadap Ahok adalah cerminan MUI tidak beda sebagai Majelis Politik.
Salam PolitikMu i…
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H