Suatu sore aku di-chat seorang teman. Dia berujar, apakah aku bisa mengantar anak ke salah satu swalayan dekat kota. Ada voucher gratis bermain pasir pantai. Hari ini kadaluarsa.
Sayangnya, anak kami baru saja lelap. Tidak tidur siang. Kalau dibangunkan, pasti rewel. Sudah malam pula. Belum kalau nanti hujan. Mungkin belum rezeki anak kami.
***
Bermain outdoor (di luar rumah, meski di mal misalnya, tetap dalam ruangan), menjadi kebutuhan bagi anak-anak saat ini. Itu jika kita enggan menyerahkan mereka pada TV atau HP dan segala konten yang lebih banyak potensi merusak daripada bermanfaat.
Aku dan istri juga sudah sepakat untuk mengajak anak beraktivitas di luar rumah. Bukan mengurungnya di rumah, lalu menuntutnya untuk menjadi anak yang tenang dan penurut. Sedang orang dewasa pun bosan jika hanya di dalam rumah, betul?
Waktu weekdays, istri biasanya belanja ke pasar. Anak diajak untuk berinteraksi dengan ibu-ibu penjual sayur, buah, maupun bumbu. Sesekali dia diberi buah, maupun jajan pasar. Jika tidak belanja, minimal istri mengajak anak ke ruang terbuka dekat kompleks, pas ada proyek pembangunan taman. Agenda lain, berkunjung ke rumah Mbah di kampung.
Saat weekend, kami biasa mengajak anak ke tempat wisata alam seperti taman kota, tepi danau, sawah, air terjun, pantai, ke ladang maupun tempat ekowisata seperti Cimory. Ke gunung yang belum kesampaian. Berinteraksi dengan alam sangat penting dan bermanfaat bagi pertumbuhan anak. Selain itu, bisa melahirkan jiwa naturalis dalam diri anak.
Awal tahun lalu kami berwisata ke Pantai Drini, Yogyakarta saat oppung datang dari kampung untuk menghadiri wisuda adik ipar. Ini pertama kali anak kami main ke pantai, berinteraksi dengan ombak, air laut, dan pasir. Kesan anak kami? Mulanya takut, berikutnya senang!
Omong-omong tentang main pasir, anakku sudah dua kali ke pantai langsung. Jadi bukan sesuatu yang baru baginya. Selain pasir, deburan ombak dan sensasi lengket air laut memberi kesan tersendiri. Setidaknya, anak tidak takut ombak.
Kembali ke main pasir di swalayan. Hari ini aku ada tugas yayasan untuk melayani sebagai choir dalam ibadah II. Biasanya, aku sendirian karena anak sudah ke Sekolah Minggu, dan istri pergi ibadah I. Entah kenapa, kami bangun kesiangan. Akhirnya, istri dan anakku ikut ibadah untuk menemani aku pelayanan. Indahnya keluarga seperti ini ya kan...
Mengajak anak dalam ibadah irang dewasa bukan berarti tanpa cobaan. Menonton di HP cobaan terbesar. Dan kami paling anti memberi HP pada anak saat ibadah. Maka semua "senjata" harus dikerahkan: buku, mainan, susu, snack, sampai buku dan crayon.
Syukurnya, anak bisa melewati ibadah tanpa nonton. Meski sempat teriak-teriak minta HP, mengganggu khusuknya ibadah jemaat. "Saat kita melayani, tidak membuat hidup kita menjadi benar. Kita semua berproses dengan kasih terbesar yang Yesus berikan" demikian ujar pendeta yang berkhotbah. Maka, anak kami juga berproses untuk mengikuti ibadah. Yang jelas, kami tidak membiarkannya nonton di HP.
Hampir dua jam kemudian, ibadah selesai. Aku dan teman-teman petugas menutup dalam doa, lalu segera meninggalkan gereja. Informasi terbaru, voucher bermain pasirnya ternyata terakhir hari ini. Kami segera meluncur ke swalayan dimaksud. Setelah parkir, kami makan bekal brownis untuk mengganjal perut. Tak sempat sarapan.
Temanku itu memberikan struk belanja berikut voucher bermain pasir gratis untuk satu jam. Ceritanya, ada promo di swalayan. Jika belanja minimal 100 ribuan, dapat voucher gratis main pasir. Harga tiket masuknya Rp35.000/2 jam untuk weekdays, dan Rp5.000 lebih mahal saat weekend.
Itu sebabnya aku memberi judul artikel ini. Mamanya yang rajin belanja, anaknya turut bahagia. Betapa tidak bahagia, bisa bermain pasir gratis, tidak harus jauh-jauh ke pantai, belum macet dan capek di perjalanan. Aslinya, yang bahagia ya Bapak-Mamaknya, sebab tidak harus membayar tiket bermain, hehe.
Seperti anak umumnya, setiap mencoba wahana baru anak-anak biasanya antusias. Bedanya, anak kami lebih gampang bosan. Belum sejam, dia sudah minta melihat mainan robot di etalase. Ini gawat. Maka kami beri motivasi agar mencoba semua wahana di tempat itu. Mumpung gratis.
Mobil-mobilan, perosotan, sekop, bola, semua sudah dicoba. Tak terasa, sudah sejam berlalu. Setidaknya anakku sudah menyalurkan energinya, sehingga tidak tantrum minta nonton di HP. Pulangnya kami makan bakso. Anak sudah "lowbat", buktinya semangkok bakso dan segelas es jeruk dilibasnya tanpa ampun.
Terima kasih Tua K, sudah perhatian dan berbagi dengan Kai. Terima kasih anak dan istriku, sudah mendampingi aku pelayanan hari ini. --KRAISWANÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H