Mohon tunggu...
Kraiswan
Kraiswan Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

3 Tipe Orang Tua saat Mengambil Rapor, Anda yang Mana?

25 Juni 2024   18:32 Diperbarui: 27 Juni 2024   02:31 650
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi guru membagikan rapor (Sumber gambar via Kompas.com)

"Anak saya kalau di sekolah bagaimana, Mister? Apa dia bisa bersosialisasi dengan baik?" Demikian tanya salah satu orang tua saat mengambil rapor.

***

Minggu lalu adalah penerimaan rapor di sekolahku. Sudah enam tahun aku menjadi wali kelas. Kesannya nano-nano. Capek saat mendapat protes dan keluhan dari orang tua. Senang bisa membimbing dan mengarahkan anak. Senang juga di akhir tahun ajaran, mereka bisa naik kelas (level up).

Di sekolahku, rapornya istimewa. Bukan rapor mainstream berbentuk buku seperti di sekolah negeri. Melainkan dicetak warna dalam lembaran HVS. Orang tua diberi salinan hitam putih, sedang yang warna diarsipkan di sekolah dan akan dibagi saat kelulusan.

Rapor diberikan 2x tiap semester (rapor tengah semester dan akhir semester). Maka, dalam setahun orang tua menerima 4 lembar rapor. 

Khusus akhir semester rapor angka, General Observation (GO)--berbentuk deskripsi (tidak hanya berisi komentar motivasi), dan ceklis ekstrakurikuler. Lengkap, detail, eksklusif, istimewa. 

Ilustrasi penerimaan rapor | foto: kalteng.kemenag.go.id
Ilustrasi penerimaan rapor | foto: kalteng.kemenag.go.id

Rapor diartikan sebagai laporan hasil belajar dalam periode waktu tertentu, yakni tengah dan akhir semester. Apa yang diobrolkan saat penerimaan rapor? Tentu saja perkembangan murid selama di sekolah.

Namun, ternyata tidak semua orang tua punya atensi yang sama saat penerimaan rapor. Berikut 3 tipe orang tua saat mengambil rapor.

1) Apa adanya

Aku suka apa adanya, tidak dilebih-lebihkan atau dikurang-kurangkan. Sesuai realita adanya. Tidak ada unsur menipu, dibuat-buat, atau manipulasi.

Tipe pertama orang tua saat mengambil rapor adalah apa adanya. Tapi apa adanya ini agak laen. Hanya memberi salam, menerima lembaran rapor dan penjelasan guru, lalu sudah.

Gitu aja? Iya. Tidak mengkroscek bagaimana anaknya kalau di sekolah, apakah ada kesulitan atau masalah, apakah perlu tindakan orang tua. Apa yang disampaikan guru cukup sebagai informasi. Tidak perlu membahas yang lain.

2) Pencari tahu

Dalam 1 x 24 jam, anak menghabiskan 8 jam waktu di sekolah (1/3 waktu harian). Pulang sekolah mainan HP atau les. Pulang ke rumah saat petang, istirahat, makan, lalu cek jadwal esok hari sebelum tidur. 

Berapa waktu efektif yang dinikmati dengan orang tua? Besar jadi, tidak sebanyak saat di sekolah. Maka, idealnya orang tua menanyakan kegiatan anaknya saat di sekolah. Tidak bisa bertanya di hari biasa, saat penerimaan rapor waktu terbaik.

Aku angkat topi pada orang tua yang mencari tahu kabar anaknya. Salah satunya seperti pembuka di atas. 

Selain peduli pada anak, orang tua tipe ini menghargai peran guru di sekolah, yang sehari-hari bersama anak. Ada pula orang tua lengkap (Bapak-Ibu) yang selalu mengambil rapor berdua betapa sibuknya mereka. Yang mengambil sendiri pun keren!

3) Tidak peduli 

Nilai jelek pada rapor adalah satu pukulan bagi anak. Yang lebih menyayat hati, kalau rapor tak diambil.

Beberapa alasan orang tua tidak mengambil rapor: belum lunas administrasi, keburu liburan, ada keperluan (nikahan saudara atau berobat misalnya), pekerjaan tak bisa ditinggal, sampai tidak memberi kabar. Lewat berbulan-bulan tak diambil juga.

Wahai Bapak-Ibu yang budiman, tak hanya melukai anakmu yang ingin tahu hasil belajarnya, tidak mengambil rapor juga tidak menghormati guru yang sudah susah payah mengolah nilai.

Dikira nilai itu bisa otomatis keluar di layar komputer, atau meminta ChatGPT mengisi? Tak tahukah Bapak-Ibu kalau ada satu digit di belakang koma pun yang salah kami harus mencetak ulang, tanda tangan lagi, stempel, belum diomeli kepala sekolah?

Dikira kami mengarang angka cantik di rapor anak Anda? Dikira barisan angka di situ terisi sehari jadi? Tolong, dipakai nuraninya!

Tidak mengambil rapor tanpa memberitahu guru alasannya adalah sikap tidak peduli. Semua punya pekerjaan, semua ada kesibukan. Tapi, pedulilah pada rapor anakmu. Beritahu guru sebagai bentuk menghargai pekerjaannya.

***

Sebagian besar Anda, pasti punya anak sekolah. Saat penerimaan rapor, Anda tipe yang mana? --KRAISWAN 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun