Kaos dan celana kolor telah dikenakan. Pelampung badan sudah terpasang dengan aman. Mesin kapal cepat sudah menyala. Kami siap mengarungi tepian Danau Toba. Nahkodanya adalah temannya teman Yanti, lebih gampang negosiasinya.
Ditariknya 'kapal pisang' yang kami tumpangi melaju di tepian danau. Sampai jauh dari daratan rasanya. Tiba-tiba, sang nahkoda mengurangi kecepatan, gesit memutar setir, lalu ditarik gas sejadi-jadinya.
Byurrr!!! Kapal pisang terbalik. Penumpangnya kocar-kacir! Air Danau Toba memaksa mengisi mulutku! Kepalaku sedikit pening. Cemas, takut, tapi seru! Bak para pemuda yang bersatu dalam Kongres Pemuda, kami saling bahu-membahu untuk kembali menaiki kapal pisang. Sensasinya itu lho, asyik!
Kapal kembali ditarik dengan kecepatan tinggi, kembali ke arah pelabuhan. Beberapa meter sebelum tiba, sang nahkoda mengulangi ritualnya. Kurang kecepatan, putar setir, tarik gas. Byurr! Penumpang kembali kocar-kacir. Woo hoo! Mendebarkan tapi seru!
Tur tepi danau selesai. Pelampung telah dilepas dari badan kami. Namun kami masih asyik bermain air. Yanti dan adik-adik asyik berenang, aku cukup mengapung di atas air, haha. Kami sempatkan berfoto di sebuah beton yang menopang menara kecil di pinggir danau.
Sore menjelang petang. Hawanya dingin setelah bermain di air. Kami pun membeli makanan hangat di warung sekitar. Mi instan dalam gelas cocok juga nih.
Begitulah, belum ke Medan kalau belum menikmati keindahan dan kesegaran Danau Toba. Kiranya Danau Toba pula menjadi saksi kisah cinta dan perjuanganku, dari Jawa ke Sumatra. --KRAISWANÂ