Mohon tunggu...
Kraiswan
Kraiswan Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Naturalis Selalu Perlu Tempat untuk Menepi

30 Oktober 2023   12:55 Diperbarui: 30 Oktober 2023   13:22 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jembatan panjang menuju lokasi camping | dokumentasi pribadi

Berlayar yang jauh, jangan lupa berlabuh.

Terbang yang tinggi, jangan lupa kembali.

***

Aku dan istri bersyukur, masa kuliah punya cukup pengalaman di banyak bidang. Berorganisasi, pelatihan, berkomunitas, pelayanan, dan tak lupa menjelajah alam. Itulah mengapa, aku dan istri berjiwa naturalis.

Begitu lulus, kami berkesempatan bekerja merantau ke luar kota. Masih sekitaran Jawa sih. Istri berasal dari Medan, kuliah di Semarang, bekerja di Jakarta. Aku asli Tuntang, kuliah di Salatiga, bekerja di Surabaya.

Setelah menikah, kami mendapat berkat rumah tinggal di Salatiga. Rumah milik orang tua, dibelikan untuk kami.

Di kota kecil ini kami tinggal, melayani dan berkarya. Fokus utama tentu saja pada keluarga, dengan satu anak yang dipercayakan pada kami. Tidak ingin terbang terlalu jauh demi karir.

Di akhir pekan, kami biasa menikmati waktu bersama keluarga. Kalau tidak berkunjung ke tempat Mbah, ya jalan-jalan.

Kadang mengajak anak, ada kalanya hanya berdua dengan pasangan.

Kali ini kami mau eksplor wisata di daerah Kopeng, tepatnya Dusun Tekelan, di bawah kaki Merbabu. Seperti biasa, si kecil dititipkan di tempat Mbah.

Melalui Instagram dan story teman, kami tertarik pada salah satu tempat wisata, Merbabu View. Tempat wisata cafe berkonsep garden (lokasinya memang di tepian ladang warga).

Daerah ketinggian, di bawah kaki gunung, di dekat ladang warga. Katanya ada spot untuk berkemah pula. Menarik nih! Ada kerinduan kami mengajak anak bayi berkemah kelak.

Dengan perjalanan sekitar 40 menit naik motor, kami pun tiba.

Tapi, yang di depan mata jauh berbeda dari yang ditampilkan Instagram. Kesan indah memesona hanya ada di foto.

Gwaenchanayo... Gwaenchanayo...

Kami baik-baik saja. Soal promosi, medsos ahlinya. Soal realita, mata ciptaan Tuhan tak bisa dibohongi.

Tempatnya tidak begitu lapang seperti di medsos. Tempat parkir kendaraan pun terbatas. Menunya? Ala ala cafe lah.

Lagi pula ini masih musim kemarau. Ladang-ladang warga nampak kering dan gersang. Yang nampak hijau memanjakan mata hanya latar belakang berupa Gunung Merbabu.

Lokasi ini menarik ingatan kami ke satu dekake lalu, saat kami muncak bareng ke Merbabu. Merbabu View berada satu kawasan dengan basecamp mendaki yang pernah kami kunjungi.

Waktu itu kami belum kenal akrab. Pertama kali kenal saat camp di Jogja, pas muncak bareng pun (aku) sudah lupa. Tapi muncak bareng itu menjadi memori tak terlupakan tentang uniknya kisah kami hingga menikah.

Lagi pula, area ini sudah berubah drastis. Dulu hanya ada gardu pandang, kini sudah banyak spot wisata alam berkonsep resto. Jalannya sudah dicor, lebih luas. Kami pun pangling.

Sudah keburu tiba, kami berusaha menikmati suasana. Berkeliling ke semua sudut lokasi, termasuk spot camp. Tapi tidak recommended. Kurang menarik.

Jembatan panjang menuju lokasi camping | dokumentasi pribadi
Jembatan panjang menuju lokasi camping | dokumentasi pribadi

Begitu pun, banyak mobil plat luar kota. Bagi mereka, tempat seperti ini jelas menarik. Jauh dari kebisingan, polusi dan macet. Pemilik mobil itu kebanyakan menginap, ngecamp.

Dengan isi dompet yang terbatas, kami cuma pesan kopi susu 1, mi Jawa 1. Hemat bin romantis, heyaahhh...

Dengan suguhan itu, kami menikmati sunset yang memukau. Tidak seindah di puncak Merbabu memang, tapi cukup.

Menikmati sunset | dokumentasi pribadi 
Menikmati sunset | dokumentasi pribadi 

Alih-alih melakukan deep talk seperti saat pacaran, kami malah asyik dengan kegiatan masing-masing. Aku membaca novel, istri menghafal ayat Alkitab dan merekamnya (projek komunitas Bible Reading yang ia ikuti). Agak laen emang...

Namun, kami sama-sama menikmati suasana alam seperti ini. Naturalis akan selalu perlu tempat untuk menepi.

Kopi dan mi ludes. Surya telah hilang ditelan bumi. Langit pun gelap. Hawa dingin ala pegunungan menyapa. Kami pun bergegas pulang. Harus menjemput bayi di tempat Mbah.

Di boncengan belakang, istriku mendekatkan badannya padaku lebih erat dari biasa. Kedua tangannya dimasukkan ke dalam kantong jaketku. Kedinginan. --KRAISWAN

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun