Daerah ketinggian, di bawah kaki gunung, di dekat ladang warga. Katanya ada spot untuk berkemah pula. Menarik nih! Ada kerinduan kami mengajak anak bayi berkemah kelak.
Dengan perjalanan sekitar 40 menit naik motor, kami pun tiba.
Tapi, yang di depan mata jauh berbeda dari yang ditampilkan Instagram. Kesan indah memesona hanya ada di foto.
Gwaenchanayo... Gwaenchanayo...
Kami baik-baik saja. Soal promosi, medsos ahlinya. Soal realita, mata ciptaan Tuhan tak bisa dibohongi.
Tempatnya tidak begitu lapang seperti di medsos. Tempat parkir kendaraan pun terbatas. Menunya? Ala ala cafe lah.
Lagi pula ini masih musim kemarau. Ladang-ladang warga nampak kering dan gersang. Yang nampak hijau memanjakan mata hanya latar belakang berupa Gunung Merbabu.
Lokasi ini menarik ingatan kami ke satu dekake lalu, saat kami muncak bareng ke Merbabu. Merbabu View berada satu kawasan dengan basecamp mendaki yang pernah kami kunjungi.
Waktu itu kami belum kenal akrab. Pertama kali kenal saat camp di Jogja, pas muncak bareng pun (aku) sudah lupa. Tapi muncak bareng itu menjadi memori tak terlupakan tentang uniknya kisah kami hingga menikah.
Lagi pula, area ini sudah berubah drastis. Dulu hanya ada gardu pandang, kini sudah banyak spot wisata alam berkonsep resto. Jalannya sudah dicor, lebih luas. Kami pun pangling.