Ada harga yang harus dibayar jika kita memutuskan LDR. Selain itu, ada target yang harus dicapai dan terus dievaluasi. Kami menargetkan LDR untuk pacaran saja, tidak setelah menikah.
Long Distance Relationship saat pacaran boleh saja, tapi jangan Long Distance Marriage.
Itu prinsip kami.
Dalam sharing di kedai itu, selain mengingat setiap kebaikan Tuhan, kami juga mengungkapkan hal-hal yang disukai atau tidak disukai pada diri pasangan. Jarang ada pasangan yang melakukan hal ini, inginnya tahu dan membagikan hanya yang baik-baik kepada pasangan.
Padahal, tidak bisa dipungkiri selama menjalin LDR ada kebisaan dalam diri maupun pasangan yang tidak disukai dan menyebabkan jengkel. Namun, alih-alih menuruti ego kami lebih mensyukuri hal-hal positif dalam diri pasangan.
Misalnya, Yanti adalah orang yang perhatian, peduli dan mau belajar. Yanti tidak ragu untuk gantian mentraktir biaya makan dan transportasi Kris saat belum punya pekerjaan. Padahal umumnya yang mentraktir harusnya cowok.
Sejak awal pacaran, kami berkomitmen untuk mengerjakan segala sesuatu berdua. Makan bersama, pergi bersama, biaya dan beban juga ditanggung berdua. Kelak, prinsip kerja sama ini ingin kami teruskan dalam kehidupan pernikahan.
Perhatian Yanti juga ditunjukkan dengan kerelaan hatinya menjemput Kris ke stasiun. Bukan dengan sepeda motor, atau ojek online, melainkan naik busway. Well, langkah ini sangat tidak praktis. Yanti harus menempuh jarak, mengeluarkan biaya dan berpanasan; sedangkan ia bisa saja memberi petunjuk jalan bagi Kris. Bagiku, itulah kasih yang tulus.
Dalam kunjungan kali ini, aku membawa satu dus besar berisi keripik pegagan pesanan teman-teman Yanti. Bobot dusnya saja sudah dua kilo. Total beban yang Kris bawa mencapai 7 kilo!
Bukan di depan pintu stasiun, Yanti masuk di lobi. Dalam perjalanan dari lobi stasiun ke terminal Transjakarta Yanti juga mau membantu mengangkat dus itu. Berat sapa dipikul. Dari hal-hal sederhana ini kami ingin terus bekerja sama dan menyatakan kasih.
Semua agenda di Jakarta sudah dikerjakan. Waktunya kembali menghadapi realita: LDR. Dari kunjungan ini memberi banyak hikmah. Pertama, Yanti membelikan tiket kereta Kris, dan kami sama-sama diberkati.
Kris tidak punya uang untuk membeli tiket. Transportasi selama di Jakarta juga sebagian besar ditraktir oleh Yanti. Namun, harga itulah yang memang harus dibayar demi bisa menikmati waktu berkualitas.