Sepulang sekolah aku ke tempat service yang direkomendasikan teman. Tempatnya agak di pinggiran kota, tapi masih searah jalan pulang. Setelah menceritakan kronologinya, Mas Ben---teknisi yang dimaksud---segera menghubungkan HP-ku dengan kabel ke komputernya. Tak sampai lima menit, Mas Ben kembali dengan kabar buruk.
HP-ku tidak terdeteksi sama sekali di komputer. Harus dibongkar agar tahu penyebabnya. Bisa jadi IC power, memori atau procecor. Yang terakhir ini yang paling ditakutkan, karena biayanya besar.
HP itu sudah kupakai hampir lima tahun. Meski tidak canggih, dengan kapasitas penyimpanan internal 32 gb ini masih bisa dipakai. Aku suka kameranya, meski memorinya di ujung tanduk. Buat memperbaharui aplikasi sudah megap-megap. Ingin beli baru, dompet belum sepakat.
Praktis, seminggu ini aku beraktivitas tanpa HP. Untungnya aku bukan orang penting yang dicari orang setiap waktu. Bakal payah hidup zaman sekarang tanpa HP.
1) Tidak bisa berkabar via WA
Di lingkungan kerjaku, media komunikasi yang disepakati adalah WhatsApp. Selain praktis dan gratis (tidak jadi berbayar seperti isu kapan lalu), WA juga makin canggih. Pembaharuan yang rutin dilakukan membuat kita makin nyaman. Salah satunya, pesan kita bisa diedit meski sudah dikirimkan. (Anda sudah tahu, kan?)
Tanpa HP, aku kesulitan melihat kabar berita maupun pesan di WA. Syukurnya masih bisa mengakses WA web. Komunikasi dengan rekan kerja, orang tua murid maupun dengan teman tetap jalan, meski terbatas.
2) Tidak bisa membuat story di medsos
Selain praktis, WA menjadi salah satu aplikasi paling populer untuk membuat story. Entah apa yang dipikirkan, atau dirasakan. Membagikan foto jalan-jalan atau makanan. Atau membagikan link Kompasiana agar lebih banyak jangkauan pembacanya.
Tanpa HP, aku tak bisa melakukan daftar itu. Sayang, WA web tidak bisa untuk membuat story, mungkin belum. Sudah bagus sekarang kita bisa mengakses WA web meski HP mati. Asalkan tidak log out.
3) Tidak bisa mengakses m-banking