Berikutnya, rakyat kecil juga yang terdampak, karena uang yang harusnya dipakai dalam pembangunan mengendap di kantong para pejabat korup.
Kosongnya regulasi ini yang membuat pelaku kejahatan bisa tetap tersenyum meski sudah masuk penjara. Dipenjara tapi tetap kaya. Dikurung, tapi tetap bisa mendapat fasilitas mewah.
Akankah kita diam atas kezaliman ini?
Kegagalan pemberantasan korupsi, perdagangan narkoba dan tindak pidana lainnya disebabkan adanya celah hukum dan gagalnya pemanfaatan aset. Permasalahan ini dianggap akan berkurang jika UU Perampasan Aset segera disahkan.
UU Perampasan Aset adalah perundang-undangan yang mengatur pengambilalihan penguasaan dan kepemilikan aset tindak pidana bermotif ekonomi seperti korupsi dan narkotika berdasarkan keputusan dari pengadilan.
Latar belakang pembuatan RUU Perampasan Aset dibagi menjadi dua. Pertama, sistem dan mekanisme yang ada saat ini belum mendukung usaha penegakan hukum yang berkeadilan dan berpihak pada kesejahteraan rakyat.
Kedua, pengaturan yang jelas dan komprehensif mengenai aset yang dirampas akan mendorong hukum yang profesional, transparan dan akuntabel. RUU Perampasan Aset ditujukan untuk menarget aset hasil kejahatan, bukan pelaku kejahatannya.
Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif menyampaikan saat ini RUU Perampasan Aset masih dalam tahap harmonisasi. (kompas.com, 10/03/2023) RUU Perampasan Aset akan diserahkan kepada Presiden, kemudian akan ditindaklanjuti dengan surat dari Presiden dan diserahkan kepada DPR.
Harmonisasi terus, padahal sudah dua dekade berlalu sejak digagas. Pemerintah harus lebih cekatan, sebab masa jabatan presiden hampir berakhir.
Deputi V Kepala Staf Kepresidenan Jaleswari Pramodhawardani mengatakan, pemerintah masih mematangkan draf RUU Perampasan Aset. Menurutnya, RUU ini perlu menyesuaikan aturan undang-undang lainnya, salah satunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru. (13/2/2023)