Mohon tunggu...
Kris Wantoro Sumbayak
Kris Wantoro Sumbayak Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jilbab, Perempuan, dan Relevansinya terhadap Akhlak

19 Agustus 2022   01:22 Diperbarui: 19 Agustus 2022   01:25 508
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi murid memakai jilbab pada kegiatan MPLS | foto: Detik.com/Agung Pambudhy

Seorang perempuan berjilbab merokok di depan sebuah kafe, di dekatnya anak bayinya di atas stroller sedang asik bermain HP.

Belum lama ini, seorang perempuan membuat video di Tiktok dengan unsur tidak pantas, menonjolkan bagian payudaranya. Perempuan ini mengenakan jilbab.

Banyak perempuan ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi dan berita palsu hadir di pengadilan mengenakan jilbab.

Itu hanya sebagian dari banyak kasus yang terjadi di sekitar kita. Pertanyaan mendasarnya, apakah penggunaan jilbab/ hijab menjamin akhlak baik pemakainya?

***

Lagi, terjadi pemaksaan pemakaian hijab pada murid perempuan. Seorang siswi salah satu SMA Negeri 1 Banguntapan, Bantul, Yogyakarta melaporkan dirinya dipaksa mengenakan jilbab di sekolah.

Pemaksaan ini didalangi oleh guru Bimbingan Konseling (BK) pada Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah. Siswi tersebut mengaku depresi, sampai ingin pindah sekolah. Ini kasus berulang, pernah terjadi di Banyuwangi, Jakarta, Sumatra Barat dan beberapa wilayah di Indonesia.

Kasus yang terjadi di Sumatra Barat pada Januari 2021 misalnya. Puluhan siswi non-muslim dipaksa mamakai jilbab. Tindak diskriminatif ini viral setelah seorang siswa berinisial JCH mengunggah di Facebook surat pernyataan tidak bersedia memakai jilbab.

Kembali ke Yogyakarta. Kasusnya ramai, sehingga Disdikpora DI Yogyakarta menghentikan sementara kepala sekolah dan guru yang terlibat. Ini adalah tindak diskriminatif. Apalagi sekolah negeri dibiayai oleh negara. Sekolah harusnya menjadi institusi inklusif, memberikan hak dan kesempatan yang sama bagi setiap siswa.

"Sekolah menjadi tempat belajar bagi generasi penerus bangsa untuk menjaga kebhinekaan Indonesia, bukan malah mengajarkan kebenaran sepihak dan fanatisme buta," ujar Ubaid Matraji, Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI).

Pemaksaan pemakaian simbol keagamaan merupakan pelanggaran atas hak konstitusional warga negara untuk berekspresi dan berkeyakinan sesuai hati nurani. Halili mendesak Mendikbudristek melakukan evaluasi menyeluruh, mengembangkan, serta menerapkan protokol standar kebhinekaan di sekolah-sekolah negeri untuk mencegah kasus serupa terulang.

Satriwan Salim, Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) juga memberikan kritik. Kasus ini sering terjadi hampir setiap tahun. Seorang siswi non-muslim diduga dipaksa memakai jilbab di SMA N 2 Rambah Hilir, Riau pada 2018. Terjadi juga di SMK N 2 Padang, Sumatra Barat pada 2021.

Larangan pemakaian jilbab terjadi di SDN Nomor 070991 di Gunungsitoli, Nias pada Juli 2022. Lalu di SD Inpres 22 Kabupaten Manokwari, Papua Barat. Sebuah catatan buram pendidikan nasional karena "penyakit" ini terus terjadi.

Kejadian ini menempatkan tidak hanya guru/ pihak sekolah yang disalahkan. Rupanya ada keterlibatan dari pemerintah daerah. Dalam beberapa kasus, pemaksaan memakai jilbab bagi pelajar perempuan dikeluarkan oleh pemerintah daerah melalui surat edaran dan imbauan demi kearifan lokal.

Guru dan pihak sekolah sekedar menjalankan perintah. Kebijakan berdalih kearifan lokal dari pemda ini yang justru menjadi faktor utama intoleransi dan diskriminasi di sekolah. Jika terbukti kesalahan dari pihak kepala sekolah atau guru, pemerintah daerah harus menindak tegas sesuai aturan yang berlaku.

Menurut Satriwan, seharusnya pemda maupun sekolah mengikuti ketentuan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 45 tahun 2014 tentang Pakaian Seragam Sekolah.

Pasal 1 Permendikbud 45/2014: "Pakaian seragam khas muslimah adalah pakaian seragam yang dikenakan oleh peserta didik muslimah karena keyakinan pribadinya sesuai dengan jenis, model, dan warna yang telah ditentukan dalam kegiatan proses belajar mengajar untuk semua jenis pakaian seragam sekolah."

Pasal 4 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 menjelaskan, pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif. Satriwan menegaskan, jika terdapat kasus siswi dipaksa menggunakan jilbab, artinya pengawasan Kemendikbud lemah. LEMAH.

Peraturan seragam di era sebelumnya

Sejarah seragam sekolah dimulai dari kepemimpinan Presiden Soekarno (orde lama). Soekarno sendiri suka memakai pakaian setelan bergaya militer. Konon, supaya rakyatnya bangga akan penampilan presidennya. Gagah jika berhadapan dengan para pemimpin dunia.

Di waktu itu, para siswa menggunakan baju dan celana pendek di atas lutut. Sedangkan perempuan memakai baju dan rok di bawah lutut.

Memasuki era Soeharto (orde baru), kebijakannya mirip. Namun, memasuki 1970-an pemerintah menerapkan kebijakan diskriminatif, melarang siswa muslimah memakai jilbab. Pada 1990-an, Soeharto mendekatan diri dengan kelompok Islam. Ia mengakomodir aspirasi politik dengan mengizinkan siswa sekolah memakai hijab. Asal kalian senang, kata Soeharto.

Memasuki era reformasi, semua kelompok mulai terakomodir sampai lahir Permendikbud 45/2014. Satriwan mendorong agar pemda dan sekolah menerapkan Permendikbud 45/2014 seperti menjabarkan pakaian apa saja yang boleh dikenakan di sekolah.

Wanita muslim tapi tidak berjilbab

Berikut ini beberapa perempuan muslim yang tidak berhijab, namun tetap berakhlak mulia.

1) Najwa Shihab

Jurnalis dan presenter "Mata Najwa" ini pernah berujar dalam podcast Rhoma Irama: "Abi selalu menekankan bagaimana kita bersikap, bagaimana sebagai seorang muslimah menampilkan atribusi yang terhormat."

Sang ayah, Quraish Shihab tak pernah mempermasalahkan penampilan Najwa yang tanpa hijab. Nana (sapaan akrab Najwa) diberi kebebasan untuk memilih dalam hal berpakaian bahkan pendidikan. Ia pernah menanyakan pendapat ayahnya tentang dirinya yang belum berhijab.

"Jadi Abi gapapa Nana belum pakai jilbab?" tanya Nana. "Terserah Nana. Jangankan pakaian, dalam bidang pendidikan terserah." ucap Abi.

Quraish Shihab dididik di Al-Azhar yang sangat toleran dan terbuka. Menurut Quraish Shihab, penampilan Nana yang memperlihatkan tangan ada hadis yang membolehkan. "Baca. Orang tidak baca. Orang bodoh itu banyak mengingkari... tapi orang yang luas wawasannya dia akan tahu, oh ini ada jalan," ujar Quraish Shihab.

2) Lamya Kaddor

Cendekiawan Islam Jerman, pengajar di Universitas Munster dan banyak menulis tentang isu-isu kaum perempuan dalam Islam. Kaddor berujar, Al-Quran tidak secara gamblang mewajibkan kaum perempuan berhijab. Kewajiban tersebut lahir dari tafsir kaum patriarki yang merasa berkuasa atas tubuh perempuan.

3) Ameera Al Taweel

Al Taweell adalah putri Arab Saudi, namun tidak mengenakan hijab. Dalam sebuah acara di Abu Dhabi Al Taweel memilih tidak mengenakan hijab saat menjadi narasumber. Al Taweel merupakan wakil ketua Yayasan Al-Waleed bin Talal.

Perempuan cantik ini juga ketua dan co-founder Tasamy Social Inisiative Center, yayasan untuk menggerakkan anak muda di Arab Saudi agar memiliki inisiatif untuk membuat gerakan sosial sendiri. Ia juga dikenal sebagai dermawan, pengusaha, ikon fashion, pembicara publik serta sosok yang gigih memperjuangkan wanita agar memiliki hak yang sama dengan pria di Arab Saudi.

Penutup

Kebijakan pemakaian jilbab harusnya sejalan dengan akhlak pemakainya. Sejalan dengan ajaran agama yang diterima yang mencerminkan kasih, keadilan, serta kesopanan.

Pemaksaan penggunaan jilbab tidak menjamin akhlak baik kalau hanya berfokus pada penampilan. Harus diiringi pembentukan karakter dan akhlak yang baik.

Sekolah negeri harusnya menjadi etalase kebhinekaan, tidak boleh terjadi penyeragaman simbol dan atribut keagamaan. Pemerintah, khususnya Kemendikbudristek harus menindaktegas pemaksaan pemakaian atribut keagamaan agar tidak terulang. Pendidikan sebagai pencetak generasi bangsa tidak boleh menjadi lahan intoleransi.

Jangan paksakan pemakaian hijab, sebab hijab tidak otomatis membentuk akhlak pemakainya. Membentuk karakter murid lebih utama, daripada sekedar menutupi dengan selembar kain. --KRAISWAN 

Referensi: 1, 2, 3, 4, 5, 67

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun