Pemaksaan pemakaian simbol keagamaan merupakan pelanggaran atas hak konstitusional warga negara untuk berekspresi dan berkeyakinan sesuai hati nurani. Halili mendesak Mendikbudristek melakukan evaluasi menyeluruh, mengembangkan, serta menerapkan protokol standar kebhinekaan di sekolah-sekolah negeri untuk mencegah kasus serupa terulang.
Satriwan Salim, Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) juga memberikan kritik. Kasus ini sering terjadi hampir setiap tahun. Seorang siswi non-muslim diduga dipaksa memakai jilbab di SMA N 2 Rambah Hilir, Riau pada 2018. Terjadi juga di SMK N 2 Padang, Sumatra Barat pada 2021.
Larangan pemakaian jilbab terjadi di SDN Nomor 070991 di Gunungsitoli, Nias pada Juli 2022. Lalu di SD Inpres 22 Kabupaten Manokwari, Papua Barat. Sebuah catatan buram pendidikan nasional karena "penyakit" ini terus terjadi.
Kejadian ini menempatkan tidak hanya guru/ pihak sekolah yang disalahkan. Rupanya ada keterlibatan dari pemerintah daerah. Dalam beberapa kasus, pemaksaan memakai jilbab bagi pelajar perempuan dikeluarkan oleh pemerintah daerah melalui surat edaran dan imbauan demi kearifan lokal.
Guru dan pihak sekolah sekedar menjalankan perintah. Kebijakan berdalih kearifan lokal dari pemda ini yang justru menjadi faktor utama intoleransi dan diskriminasi di sekolah. Jika terbukti kesalahan dari pihak kepala sekolah atau guru, pemerintah daerah harus menindak tegas sesuai aturan yang berlaku.
Menurut Satriwan, seharusnya pemda maupun sekolah mengikuti ketentuan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 45 tahun 2014 tentang Pakaian Seragam Sekolah.
Pasal 1 Permendikbud 45/2014: "Pakaian seragam khas muslimah adalah pakaian seragam yang dikenakan oleh peserta didik muslimah karena keyakinan pribadinya sesuai dengan jenis, model, dan warna yang telah ditentukan dalam kegiatan proses belajar mengajar untuk semua jenis pakaian seragam sekolah."
Pasal 4 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 menjelaskan, pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif. Satriwan menegaskan, jika terdapat kasus siswi dipaksa menggunakan jilbab, artinya pengawasan Kemendikbud lemah. LEMAH.
Peraturan seragam di era sebelumnya
Sejarah seragam sekolah dimulai dari kepemimpinan Presiden Soekarno (orde lama). Soekarno sendiri suka memakai pakaian setelan bergaya militer. Konon, supaya rakyatnya bangga akan penampilan presidennya. Gagah jika berhadapan dengan para pemimpin dunia.
Di waktu itu, para siswa menggunakan baju dan celana pendek di atas lutut. Sedangkan perempuan memakai baju dan rok di bawah lutut.