Di Samosir tepiannya berpasir putih. Salah satu yang pernah aku kunjungi adalah "Pantai" Batu Hoda. Di "pantai" ini tersedia warung penjual makanan, gazebo, spot berfoto serta lapangan voli. Semua fasilitas gratis dengan membayar tiket RP25.000/orang.
Di beberapa tepi jalan di Samosir, terdapat rumah (bale) adat Batak dengan bahan kayu yang besar-besar. Uniknya, rumah adat ini dibangun tanpa menggunakan paku. Kami mampir di museum pertunjukan tari. Di tempat ini, biasanya ada pertunjukan tarian lokal dengan iringan alat musik komplit. Sayangnya, kedatangan kami tidak pas pertunjukkan.
Ada satu bangunan Batak's Museum Hutabolon. Yakni mini museum peradaban nenek moyang orang Batak. Terkait alat memasak, senjata, pakaian serta perkakas---produk teknologi---di masa itu.
Tugu Marga
Pusuk Buhit (puncak bukit) Pulau Samosir, salah satu puncak di barat Danau Toba, diyakini sebagai tempat 'kelahiran' etnis Batak. (wikipedia.org) Sehingga mudah ditemukannya tugu-tugu marga di Pulau Samosir, tempat setiap kelompok marga biasanya berziarah. Setahuku, hanya Orang Batak yang memiliki tugu marga.
Tugu marga orang Batak di Pulau Samosir dimulai sejak tahun 1960-an, makin berkembang tahun 1990-an. Diawali oleh migrasi besar-besaran orang Batak Toba keluar dari daerah Samosir sehingga perekonomiannya meningkat. Para perantau yang sukses ingin menunjukkan rasa terima kasih dan penghormatan kepada para leluhur melalui pendirian tugu.
Orang Batak mulai berlomba-lomba membangun tugu marga masing-masing dengan berbagai bentuk dan ukuran. Tugu juga melambangkan pemersatu antarsesama keturunan marga, melambangkan kekayaan, kehormatan dan kemuliaan (hamoraon, hasangapon, hagabeon). (digilib.unimed.ac.id)
Istriku boru (anak perempuan marga) Naibaho, sedangkan mamanya boru Sitio. Kami pernah mampir di tugu Sitio, yang letaknya dekat Pelabuhan Simanindo. Belum berkesempatan mengunjungi tugu Naibaho karena keterbatasan waktu.