Mohon tunggu...
Kraiswan
Kraiswan Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Kami Berani Divaksin, Kamu?

4 Juni 2021   11:51 Diperbarui: 4 Juni 2021   12:31 1364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anggota DPR penolak vaksin | foto: ISTIMEWA via ayosemarang.com

Setelah semua guru dan tenaga kependidikan sudah divaksin, pembelajaran tatap muka bisa segera dilaksanakan. (tribunnews.com) Demikian janji Mendikbud Nadiem Makarim yang meneduhkan sekaligus menjadi dambaan sebagian besar masyarakat Indonesia, khususnya orang tua.

Sebagian orang tua merasa PJJ (pembelajaran jarak jauh) tidak efektif. Anaknya tidak bisa mengikuti, ketinggalan pelajaran. Jaringan internet tidak stabil. Penjelasan guru tidak jelas. Orang tua masih harus mengajari, padahal sudah capek kerja seharian.

Lebih pedas, PJJ ini disebut sebagai pembodohan generasi. Apa soal? Mal dan tempat wisata boleh beroperasi, tapi sekolah tatap muka tidak. Ini jelas pembodohan generasi.

Nah, dengan janji Mendikbud tadi, menjadi angin segar di tengah hari terik bagi kebanyakan kita.

Pelaksanaan vaksisnasi ini oleh pemerintah dibuat bertahap. Ada prioritas penerima. Dari kelompok pertama orang yang berada di garda terdepan dalam menangani Covid-19, kelompok berikutnya orang yang kontak erat dengan pasien Covid-19, pelayan publik, masyarakat umum, tenaga pendidik di kelompok kelima dan keenam ASN-legislatif. (kompas.com)

Sejak sosialisasi pelaksanaan vaksinasi ini saja sudah banyak kontra yang menyesatkan masyarakat, sekaligus menghambat gerak pemerintah. Mereka yang menganggap Covid-19 hoaks, yang katanya bahan pembuatan vaksin haram, pemerintah jualan vaksin, sampai kompor-kompor vaksin ini berbahaya, bisa menyebabkan kelumpuhan bahkan kematian.

Tindakan pembodohan melawan kiat pemerintah ini pernah dilakukan Ribka Tjiptaning, Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi PDIP. Ribka pongah berujar lebih baik membayar denda bersama keluarganya daripada disuntik vaksin. Kenapa tidak ditenggelamkan ke laut saja? Bilang saja takut...

Anggota DPR penolak vaksin | foto: ISTIMEWA via ayosemarang.com
Anggota DPR penolak vaksin | foto: ISTIMEWA via ayosemarang.com

Syukurnya, dari segelintir masyarakat penyangkal Covid-19 dan penolak vaksin, lingkungan kerjaku diisi orang-orang berakal sehat. Mereka semangat mengikuti vaksinasi, sabar menanti jadwal dari pemerintah. Sampai dibuatkan twibbon "Kami Siap Divaksin!". Mantab!

Namun, apa jadinya kalau sampai penghujung Tahun Ajaran 2020/2021 para guru belum semuanya divaksin? Bagaimana mau menerapkan PTM?

Beberapa rekan menyarankan mengecek di web pedulilindungi.id, atau mendaftar dari sana. Tapi nihil. Sebagian rekan, termasuk saya mendapati NIK-nya tidak terdaftar vaksinasi. Pendaftaran juga sudah ditutup. Gawat.

Sedangkan beberapa teman saya di luar Salatiga bahkan di Sumatra sudah mendapat vaksin periode pertama. Kenapa kami belum...?

Akhirnya, pada awal bulan Mei 2021, pimpinan kami memberitahukan jadwal vaksinasi guru-guru di Salatiga akan dilakukan di minggu pertama bulan ini. Yeah, akhirnya!

Bagaimana respons teman-teman saya, siapkah mereka divaksin? Beranikah mereka disuntik? Bagaimana kalau menyebabkan lumpuh atau gangguan lain? Bagaimana kalau mengancam keselamatan jiwa-raga? Bagaimana kalau....

Akhir tahun 2020, para murid kami datang ke sekolah untuk menjalani imunisasi. Namanya saja anak SD, wajar kalau takut dengan jarum suntik. Direspons dengan menjerit, meronta-ronta sejadinya. Tugas guru untuk menentramkan dengan menemani, mengelus pundak bahkan memeluk jika perlu. Biasanya mereka menurut setelahnya.

Nah, kini giliran guru yang disuntik vaksin. Kalau mereka takut, siapa yang akan memegangi mereka? Masa susternya? Wkwkwk

Uniknya, beberapa teman saya memasang story di WA foto selfie atau wefie dengan kutipan bernada "Muka-muka tegang" tapi senyumnya lebar. "Menyiapkan mental sebelum divaksin" sambil bermain Tiktok. Atau foto saat memegangi murid, demi menyemangati diri. Guru juga manusia, bukan anti jarum suntik. Belum lagi beberapa rekan yang punya tekanan darah abnormal, asam urat atau penyakit penyerta.

Kamis 3/6/2021 bertempat di Dinperbun (Dinas Pertanian dan Perkebunan) Salatiga dilaksanakan vaksinasi masal. Menurut info teman yang bekerja di Dinkes Salatiga, pemerintah menargetkan 6.000 orang untuk divaksin. 4.000 diantarnya adalah pelayan publik, termasuk guru, selebihnya masyarakat umum.

Staf TU membagikan kepada guru dan staf kartu vaksin dan formulir untuk diisi dengan menyertakan foto kopi KTP. Jadwal kami jam 14.00-15.00. Ratusan orang telah memenuhi gedung vaksinasi saat kami tiba.

Peserta dicek suhu tubuhnya, mendapat nomor antrian, lalu mengisi daftar hadir sesuai kelurahan masing-masing. Menunggu sampai nomor urutnya dipanggil. Rombongan kami menunggu setidaknya 30 menit. Sambil menunggu, biasanya tambah panik. Demi mengingkari perasaan itu, ada yang bercanda, berfoto sampai saling ejek, siapa yang kira-kira bakal pingsan, hahaha.

Suasana di ruang vaksinasi | foto: KRAISWAN
Suasana di ruang vaksinasi | foto: KRAISWAN

Nomorku dan 9 peserta lain pun dipanggil memasuki ruangan. Terdapat setidaknya 20 titik pendaftaran dan penyuntikan. Ada petugas yang mengarahkan supaya peserta menduduki kursi yang kosong. Tiap titik bisa menampung hingga 6 peserta. Ditanya suhu tubuhnya, dicek tensinya, diinterogasi sesuai pertanyaan dalam formulir, lalu validasi data diri.

Akhirnya di bangku eksekusi. Aku sedikit cemas. Singsingkan lengan baju kiri, pasang wajah serius. Petugas kesehatan mengatakan permisi, mengelap kulit lengan dengan alkohol, lalu jusss...

Wajah tegang saat disuntik vaksin | foto: dokpri/WISMANTI WIDI
Wajah tegang saat disuntik vaksin | foto: dokpri/WISMANTI WIDI

O, tidaaak...! Apa yang terjadi...?

Seperti digigit semut. "Istirahat dulu di luar ya, Pak", saran bu perawat. Tidak ada gejala-gejala menakutkan seperti yang diberitakan di media-media. Panca indera masih berfungsi baik. Ingatan masih utuh.

Sertifikat vaksinasi tahap I | foto: KRAISWAN
Sertifikat vaksinasi tahap I | foto: KRAISWAN

Beberapa teman perempuan malah langsung merasa lapar. Efek vaksin katanya. Di pintu keluar ada banner kontak yang bisa dihubungi jika ada gejala lanjutan. Kepsek juga sudah mewanti-wanti hari sebelumnya supaya memberitahu kalau ada gejala lanjutan. Jadwal vaksin kedua kami satu bulan berikutnya.

Kami berani divaksin, kamu? --KRAISWAN

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun