Beberapa rekan menyarankan mengecek di web pedulilindungi.id, atau mendaftar dari sana. Tapi nihil. Sebagian rekan, termasuk saya mendapati NIK-nya tidak terdaftar vaksinasi. Pendaftaran juga sudah ditutup. Gawat.
Sedangkan beberapa teman saya di luar Salatiga bahkan di Sumatra sudah mendapat vaksin periode pertama. Kenapa kami belum...?
Akhirnya, pada awal bulan Mei 2021, pimpinan kami memberitahukan jadwal vaksinasi guru-guru di Salatiga akan dilakukan di minggu pertama bulan ini. Yeah, akhirnya!
Bagaimana respons teman-teman saya, siapkah mereka divaksin? Beranikah mereka disuntik? Bagaimana kalau menyebabkan lumpuh atau gangguan lain? Bagaimana kalau mengancam keselamatan jiwa-raga? Bagaimana kalau....
Akhir tahun 2020, para murid kami datang ke sekolah untuk menjalani imunisasi. Namanya saja anak SD, wajar kalau takut dengan jarum suntik. Direspons dengan menjerit, meronta-ronta sejadinya. Tugas guru untuk menentramkan dengan menemani, mengelus pundak bahkan memeluk jika perlu. Biasanya mereka menurut setelahnya.
Nah, kini giliran guru yang disuntik vaksin. Kalau mereka takut, siapa yang akan memegangi mereka? Masa susternya? Wkwkwk
Uniknya, beberapa teman saya memasang story di WA foto selfie atau wefie dengan kutipan bernada "Muka-muka tegang" tapi senyumnya lebar. "Menyiapkan mental sebelum divaksin" sambil bermain Tiktok. Atau foto saat memegangi murid, demi menyemangati diri. Guru juga manusia, bukan anti jarum suntik. Belum lagi beberapa rekan yang punya tekanan darah abnormal, asam urat atau penyakit penyerta.
Kamis 3/6/2021 bertempat di Dinperbun (Dinas Pertanian dan Perkebunan) Salatiga dilaksanakan vaksinasi masal. Menurut info teman yang bekerja di Dinkes Salatiga, pemerintah menargetkan 6.000 orang untuk divaksin. 4.000 diantarnya adalah pelayan publik, termasuk guru, selebihnya masyarakat umum.
Staf TU membagikan kepada guru dan staf kartu vaksin dan formulir untuk diisi dengan menyertakan foto kopi KTP. Jadwal kami jam 14.00-15.00. Ratusan orang telah memenuhi gedung vaksinasi saat kami tiba.
Peserta dicek suhu tubuhnya, mendapat nomor antrian, lalu mengisi daftar hadir sesuai kelurahan masing-masing. Menunggu sampai nomor urutnya dipanggil. Rombongan kami menunggu setidaknya 30 menit. Sambil menunggu, biasanya tambah panik. Demi mengingkari perasaan itu, ada yang bercanda, berfoto sampai saling ejek, siapa yang kira-kira bakal pingsan, hahaha.