Seorang ibu penjual kelopak mawar magenta putih, menyendiri dari titik keramaian. Mungkin supaya tidak ada saingan. Tapi, tak seorangpun yang menghampiri lapaknya.
Calon pelanggannya tak lain mereka yang akan berziarah. Atau yang mau kawin, acara mandi bunga, ruwatan atau apalah. Tapi, mana ada orang beracara demikian setiap hari? Kenapa tidak digantinya barang dagangan dengan sayur, atau bumbu dapur begitu, yang pasti setiap pagi diburu pembeli.
Rezeki sudah ada yang ngatur.
***
Seorang ibu penyedia jasa parut kelapa, menggendong anaknya. Entah mesinnya milik sendiri, atau orang. Mirip dengan ibu rider ojol yang sempat viral---narik sambil menggendong anaknya. Nothing special.
Netijen mungkin dibikin baper.
Ibuku pernah menggendongku saat masih bayi, sakit panas, mengayun kaki setidaknya 10 km. Belum musim medsos, tak ada satupun tahu kisahnya. Dan tak harus. Itulah kenapa mereka disebut penolong yang sepadan. Sudah kodratnya.
Yang mengusik dari ibu pemarut kelapa itu, dimana sosok lelaki--sang kepala? Mungkin belum bangun. Sedang ngojol? Atau kabur dengan pelakor?
Positif saja. Janin 0 bulan sudah bisa merespon informasi dari luar tubuh. Mungkin ibu pemarut kelapa itu ingin mengajarkan makna kerja keras kepada bayinya. Supaya kelak, jika sudah besar tidak gampang disuap. Harganya, si bayi harus menenggak bau sampah pasar, karbon dioksida dan beragam polusi terlalu dini.
***