***
Mozaik, iya, benar mozaik. Kamu sedang kuajak mengumpulkan mozaik-mozaik kecil yang terpisah jauh dari masa waktu yang terlampau sangat dekat sehingga tidak menyadari bahwa garis hidup setiap manusia sangat dekat dengan garis di telapak tangan masing-masing. Namun, sayang sekali, kita tidak bisa menyerahkan garis hidup kepada Sang Dukun yang tak mampu meramalkan nasibnya sendiri meski dia menjual ramalan hidup kepada banyak orang lain.Â
Garis tangan setiap manusia ada di dalam genggamannya masing-masing untuk segera diwujudkan, bukan untuk diramalkan, bukan untuk diangankan, bukan untuk dibicarakan, bukan untuk ditangisi, bukan untuk ditertawakan bersama-sama. Dan, cerita ini harus berakhir karena tak ada apapun yang bermakna selain makna dirimu. Hanya ini yang bisa aku tulis. Semoga senyuman itu tetap menjadi optimisme.Â
Â
Semarang, 1 Mei 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H