Boom!!!
Mendadak sebuah mahluk tak kasat mata meledakkan dirinya membuat geger seantero dunia. Guncangannya melebihi bom atom di Hiroshima dan Nagasaki pada perang dunia ke dua. Efek yang ditimbulkannya mengandung kekuatan dahsyat dan mengundang kengerian, kecemasan, kepanikan serta ketakutan yang luar biasa pada penghuni planet bumi.
Satu nama muncul. Dia adalah “hantu” berwujud virus corona jenis baru, Novel Corona Virus Disease 2019 atau yang lebih dikenal dengan Covid-19. Para ahli yang kompeten di dalamnya menyebut virus ini lebih berbahaya dari saudaranya, Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) dan Middle Eastern Respiratory Syndrome (MERS). Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan kejadian yang ditimbulkan oleh wabah ini sebagai Pandemi Global. Bukannya tanpa alasan, terbukti dalam waktu yang terbilang singkat hampir seluruh negara di dunia termasuk Indonesia, banyak dari warganya terpapar karena ulah mahluk tak kasat mata tadi.
Virus Corona (Covid-19) melancarkan agresinya dengan target utama sistem pernapasan, paru-paru, saluran udara serta tenggorakan. Seseorang bila organ napasnya sudah terinfeksi oleh virus ini dipastikan kesulitan untuk bernapas, sesak. Bahkan menurut para dokter atau yang ahli di bidangnya, mereka yang terjangkit Covid-19 dengan membawa penyakit bawaan akan menambah parah penyakit yang dideritanya. Mungkin pula bila tidak memiliki tingkat daya tahan tubuh yang cukup akan berakhir dengan tragis, kematian.
Virus ini semakin bergentayangan menghantui seluruh penduduk dunia. Media Center COVID-19 menyorot Update Corona di Indonesia per 14 April 2020, tercatat 4.557 orang yang positif terkena Covid-19. Dengan 399 orang meninggal serta 380 orang berhasil disembuhkan. Ngeri sekali bila melihat data yang ada. Tidak boleh dianggap main-main lagi. Lompatannya begitu jauh, gerakannya cepat dan gesit mengitari bumi Indonesia. Terakhir sekali, data kesehatan mencatat 34 provinsi yang tersebar di seluruh kepulauan Indonesia telah terjangkiti wabah yang mengerikan ini.
Hanya begitukah? Tidak saudara-saudara!
Setelah sistem pernapasan manusia berhasil diserang, giliran jaringan pernapasan ekonomi yang sedang berusaha digerogotinya. Pasar yang merupakan salah satu organ vital pernapasan ekonomi telah tertular corona. Semua kegiatan di bidang usaha dan lainnya mengalami kemunduran. Salah satu dari sekian banyak usaha yang paling merasakan dampaknya adalah UMKM. Berbicara tentang UMKM berarti tidak akan lepas dari masalah yang saya hadapi. Karena saya adalah bagian dari UMKM dan UMKM merupakan bagian dari saya.
UMKM yang sedianya bagian dari tulang punggung perekonomian nasional, kini mulai batuk-batuk, sedikit flu, tak enak badan serta terganggu pernapasannnya. Entahlah, mungkin UMKM telah masuk dalam daftar Usaha Dalam Pengawasan (UDP) atau mungkin pula Perusahaan Dalam Pengawasan (PDP). Kalau boleh jujur, saya akan tegas mengatakan,” Tidak!” Saya tidak boleh kalah dengan virus Corona (Covid-19). Setidaknya saya telah dibekali orang tua sebuah serum untuk menangkal virus yang mewabah ini. Serum ini tak lain, ‘Mandiri’. Mandiri untuk menghadapi masalah apapun dalam kondisi apapun juga.
Dari kata mandiri itulah saya mencoba menjabarkan juga berusaha menginovasikan serta mengimplementasikan pada usaha di dalam suhu yang tengah panas-panasnya. Tiga serum baru terlahir sebagai upaya menangkal Covid-19. Saya yakin serum ini mampu menjadi sarana untuk meminimalisir bahkan bukan mustahil memusnahkan Covid-19. Karena untuk menghadapi virus corona dari jenis baru maka harus dilawan pula dengan serum yang baru pula.
SABAR
Ketika usaha yang tengah saya jalankan sedang nikmat-nikmatnya, enak-enaknya, apalagi daftar pesanan jelang Ramadhan dan Idul Fitri sudah menanti. Apalah daya, pandemi virus Corona datang. Dia menyebarkan benih-benih penyakit di semua sektor kehidupan. Gejalanya yang demikian cepat mulai dirasakan oleh para pelaku usaha, khususnya yang berkategori Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) seperti saya. Semuanya dibikin ribut dan dibuat kalang kabut. Kurang lebih dua bulan, banyak perusahaan baik skala besar atau kecil melakukan pengurangan tenaga kerja atau PHK. Mungkin perusahaan yang masih mempekerjakan karyawannya adalah dengan alasan kemanusiaan. Namun bagi yang tak cukup bertahan menghadapi kondisi ini terpaksa memilih gulung tikar akibat tiada lagi aktivitas produksi.
Sungguh wabah virus Corona mampu membuat tubuh ekonomi lesu, lunglai, loyo, tak bertenaga. Daya beli masyarakat makin berkurang. Dampaknya, laju pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami keterhambatan. Wajar sekali bila para pengamat ekonomi memprediksi, akibat wabah Covid-19 ini pertumbuhan ekonomi tahun 2020 lebih rendah dibanding tahun sebelumnya.
Lantas apa yang saya lakukan?
Pada awalnya sama seperti yang lainnya, saya gugup tapi tidak gagap melainkan cepat tanggap. Saya tidak mau menyerahkan diri pada kondisi tapi segera berserah diri pada Illahi Rabbi. Sabar, adalah serum pertama untuk menghadapi pandemi Covid-19. Saya menahan diri untuk tidak larut dalam perasaan gelisah, gundah, berkeluh kesah juga amarah yang membuat situasi makin parah. Namun mencoba tabah menghadapi musibah. Berusaha menyandingkan sabar dengan ikhtiar untuk mencari berbagai peluang dengan rencana matang. Saya berpikir positif dan yakinkan diri bahwa semua yang terjadi karena kehendak Illahi. Dengan demikian hati tetap tenang meski Covid-19 datang menyerang.
SADAR
Ketika sabar telah cukup dimiliki, secara otomatis saya menjadi sadar diri. Sadar yang telah dibangunkan oleh Sabar secara tak langsung bersinergi dan mempertebal keyakinan jiwa (IMAN) serta memperkuat daya tahan raga (IMUN). Dalam sadar saya berintrosfeksi untuk mengolah dan mengatur diri sendiri agar sentiasa mawas diri. Sambil mendalami juga memantau perkembangan yang terjadi saya perlahan mulai bangkit lagi. Aktivitas rutin dengan memutar roda produksi harus bisa berjalan. Meski untuk kembali seperti sedia kala perlu waktu yang cukup lama. Iman dan Imun harus bersatu kuat. Saya yakin ekonomi nasional bisa kembali On dan hantu corona akan Off seiring aktifnya lagi kesadaran dari masyarakat.
Menyadari kondisi yang sekarang dialami berada di titik lemah, mustahil bisa bangkit bila hanya nada sumpah serapah yang keluar dari mulut. Apalagi terus memelihara rasa malas. Saya berkewajiban untuk mengubah rasa malas menjadi Kerja Cerdas, artinya pandai mengikuti irama pasar dengan tempo disesuaikan dengan kondisi yang ada. Katanya, dari orang yang pernah berkata, mengatakan bahwa produk yang baik adalah saat diluncurkan ke pasar mendapat sambutan bagus karena produk tersebut bermanfaat juga dibutuhkan. Kerja Jelas, artinya kerja yang bukan sekedar omong belaka, nyata wujudnya, ada untungnya (meski dikiiit), ada manfaatnya. Kerja Ikhlas, artinya kerja yang diniatkan karena Tuhan, mulia dan positif. Kerja Tuntas, artinya kerja yang dimulai dari awal hingga akhir (beres),bukan asal-asalan, serta tak menyisakan masalah. Kerja Puas, artinya kerja yang menyenangkan berbagai pihak, semua merasa diuntungkan baik produsen maupun konsumen (klien).
Teringat kembali sebuah pelajaran yang pernah saya ikuti semasa pelatihan,”Kelak kalau anda sekalian menjadi seorang pengusaha, tiga hal yang harus diperhatikan. Pertama, pilah dan pilih dulu limbahmu sebelum anda buang (dibuang sayang). Kedua, jadikan limbahmu sebagai sesuatu yang bermanfaat (daur ulang). Ketiga, jangan anda kotori bumi ini dengan limbahmu (ramah lingkungan). Bila anda menjaga bumi maka bumi pun akan menjaga anda.” Kira-kira demikian kalimat yang hingga saat ini selalu saya ingat.
Dari sana muncul ide awal untuk membuat masker. Disamping pula harga masker mendadak meroket di pasaran lantaran stocknya yang makin langka. Sedang yang ada tersedia ditimbun oleh oknum yang memanfaatkan keadaan demi keuntungan pribadi. Miris memang, bisa-bisanya mereka menari di atas penderitaan orang lain.
SEDEKAH
Sementara pemerintah sedang gencarnya memerangi pandemi Covid-19 yang semakin luas penyebarannya. Korban berjatuhan tidak terkecuali paramedis, dokter dan perawat yang merupakan garda terdepan. Pemerintah cepat tanggap dengan mulai menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di beberapa kota besar yang berkatagori zona merah. Hal ini dilakukan pemerintah tiada lain untuk memutus rantai penyebaran virus Covid-19. Benar-benar seperti sebuah perang. Artinya, menjelang pertengahan tahun 2020 pertempuran antara virus Covid-19 versus Indonesia betul-betul terjadi. Saling balas. It’s a viral.
Disaat pemerintah sedang memutus mata rantai penularan pandemi ini, virus Corona (Covid-19) melakukan hal yang sama. Si kasat mata ini memutus mata rantai ekonomi Indonesia. Akibatnya, pahlawan-pahlawan ekonomi banyak berguguran. Transportasi, pariwisata, jasa serta bidang usaha lainnya termasuk saya sebagai perwakilan dari UMKM. Ada yang tertatih-tatih, megap-megap, hingga sebagian ada yang berakhir wafat (gulung tikar).
Terenyuh hati ini mendengar dan melihat korban keganasan pandemi Covid-19. Rasa simpati yang telah berubah jadi empati. Apa yang mereka rasakan dirasakan pula oleh saya sekeluarga. Saat itu hanya satu keinginan saya, bersedekah demi membantu meringankan orang lain dengan kemampuan yang saya miliki. Tanpa ragu lagi, dengan melibatkan dua orang pekerja tersisa ( yang lainnya dengan berat hati dinonaktifkan dulu untuk sementara) saya mulai proyek amal pembuatan masker ini.
Lima hari sudah pembuatan masker telah saya targetkan. Terhitung enam ratus tujuh puluh lima buah berhasil kami buat. Besoknya saya koordinasi dengan Ketua RW, Ketua RT, Karang Taruna juga beberapa tokoh masyarakat. Saya ingin pembagian masker tersebut dilakukan dengan kerjasama agar kami sama-sama punya andil. Demi keselamatan, jaga jarak (Physical Distancing) plus pakai masker serta cuci tangan sebelum dan sesudah pembagian masker tetap diutamakan.
Tak sampai dua hari setelah pembagian masker gratis, kabar gembira sampai di telinga saya. Sejumlah instansi pemerintah dan swasta memesan masker dalam jumlah yang bagi saya sangat melimpah. Adakah ini karena sedekah? Hanya Tuhanlah yang tahu. Sebagai rasa syukur, kubagi order masker ini pada sesama teman UMKM. Tak hanya itu, tetangga sekitar dilibatkan dalam pengerjaan masker tersebut. Bahagia sekali rasanya bila bisa berbagi. Terima kasih Tuhan! Ternyata sukses mendapatkan kebahagiaan lebih baik dari bahagia mendapatkan kesuksesan. Semua terjadi karena kemurahan Tuhan semata. Banyak pesan dalam peristiwa ini. Di akhir perjalanan Corona, semoga bangsa Indonesia semakin kuat dan bersatu.
Hingga tulisan ini selesai dibuat, Masker Corona masih saya kerjakan. CERDAS BERPRILAKU sangat dituntut agar STABILITAS SISTEM KEUANGAN tetap terpelihara demi mewujudkan MAKROPRUDENSIAL AMAN dan TERJAGA. Gegara Corona saya mendapatkan gelar S3 (Sabar, Sadar, Sedekah).
Begitu?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H