Dengan kekuatan modal yang dimiliki, petani-majikan lebih aktif mengembangkan usahanya ke sektor lain seperti perdagangan lokal, industri kecil dan menengah, hingga pariwisata. Kesan kapitalisme seakan semakin menguat di pedesaan melalui perkembangan gurita bisnis kaum petani-majikan.
Dari sistem kapitalisme pedesaan yang terbentuk, golongan buruh tani yang tidak memiliki ladang semakin jauh dari kata sejahtera. Mereka mau tidak mau harus menyewa lahan atau menawarkan diri mengolah lahan petani-majikan. Saat masa tanam padi selama 3-4 bulan, buruh tani bekerja penuh setiap hari, dan upah yang diperoleh masih jauh dari Upah Minimum Regional yang ditetapkan.Â
Pekerjaan buruh tani masih mengandalkan teknologi yang terbatas, serta kekhawatiran hasil yang tidak dapat mengembalikan modal hingga gagal panen. Penghasilan sebesar itu masih belum bisa memenuhi kebutuhan dasar dan pendidikan untuk keluarga mereka, sehingga pekerjaan sambilan seperti buruh bangunan, pedagang kecil, hingga tindak kriminal pun dilakukan juga.Â
Golongan buruh tani dan petani-mandiri yang mengembangkan usaha mikro pada akhirnya kalah saing dengan gurita bisnis petani-majikan. Mereka pun banyak yang bekerja sebagai karyawan di lingkup bisnis tersebut.Â
Hal ini semakin memperkuat perekonomian kaum petani-majikan dan ketergantungan petani-mandiri dan buruh tani terhadap petani-majikan untuk memenuhi kebutuhan.
Dunia perpolitikan pedesaan dengan mudah dikuasai oleh kaum petani-majikan. Melalui nama besar dan kekuatan finansial, petani-majikan memperoleh jabatan penting dengan mudah, seperti kepala desa, perangkat desa, hingga anggota legislatif. Kekuasan politik ini seringkali diselewengkan untuk kepentingan pribadi, seperti pengaturan subsidi pertanian, penguasaan dana desa, dan moneterisasi badan usaha desa.Â
Abdul Halim Iskandar, Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Terluar menyatakan bahwa kasus korupsi di tingkat desa menjadi masalah kronis. Tercatat pula 271 kasus korupsi di ranah pemerintahan desa yang menjerat 76 kepala desa dan 734 perangkat desa selama 2015-2020. Merebaknya kasus korupsi di kalangan pemerintahan desa mempersulit golongan petani-mandiri dan buruh tani untuk memperoleh layanan.
Melihat genggaman kapitalisme yang semakin memperlebar kesenjangan ekonomi, sosial, dan politik, perlu adanya perhatian dari pemerintah untuk mengupayakan gerak bersama. Terlebih lagi, perekonomian modern cukup berdampak bagi masyarakat pertanian kecil, seperti utang-piutang dan adaptasi sistem.Â
Masyarakat bawah juga kalah dalam penguasaan teknologi dan persaingan tenaga kerja modern. Keinginan generasi muda untuk menjadi petani yang berkualitas juga berkurang, yang berpotensi meningkatkan ketergantungan kita terhadap negara lain di sektor pangan, dan kita kehilangan peluang terbesar untuk menjadi negara maju.
Solusi pertama yang dapat ditawarkan adalah reformasi pola pikir dan ekonomi menjadi lebih maju. Masyarakat pertanian diberi stimulus untuk mengkritisi apa saja perubahan dan dampaknya. Literasi ekonomi dan pemberian insentif bagi usaha kecil di sektor pertanian harus semakin digalakkan.Â
Hal ini akan mengurangi tingkat ketergantungan terhadap petani-majikan, meningkatkan kemandirian ekonomi dengan berhenti berhutang, dan menarik generasi muda mengembangkan sektor pertanian.