Baiklah, saya tidak mempermasalahkan siapa pembuat konsep surat tersebut, karena memang banyak pengurus RT yang dapat membuat surat. Atas perintah Bapak tentunya. Apalagi posisi saya yang mungkin tak mudah dijangkau Bapak untuk "diminta-tolongi". Saya mohon maaf dengan kondisi dimana Bapak akhirnya harus memerintahkan orang lain untuk membuat surat yang seharusnya menjadi tanggung jawab saya. Sekali lagi, saya mohon maaf.
Melalui ini saya ingin mengucapkan terima kasih. Dengan terbitnya surat Bapak, ini mewakili saya dan mungkin banyak orang berkenaan dengan kinerja pimpinan di lingkungan perumahan. Ini juga menandakan adanya upaya check and balance, ikhtiar warga untuk saling mengontrol dan menjaga keseimbangan pengurus RT/RW dalam menjalankan roda pemerintahan di lingkungan terkecil.
Saya sangat sepakat, evaluasi program kerja ke-RW-an (yang menjadi fokus di surat Bapak) sejak pengangkatan Ketua RW tanggal 16 September 2019 hingga saat ini, perlu disampaikan ke khalayak. Program-program yang dianggap mandeg, tidak berjalan, atau bahkan hal-hal yang dipandang kurang sesuai dan sejalan dengan visi/misi yang pernah dijanjikan, harus menjadi "pekerjaan rumah" Ketua RW yang mesti segera ditindaklanjuti.
Namun, ada sedikit yang mengganjal di hati: haruskah dengan mengumpulkan tanda tangan "Mosi Tidak Percaya"?
Dengan membaca perihal surat Bapak (MOSI TIDAK PERCAYA KETUA RW), saya langsung mencari poin-poin kinerja Ketua RW yang dievaluasi.
Saya tidak menyangkal, beberapa catatan penting perlu disampaikan kepada Ketua RW untuk dilakukan perbaikan. Tapi, secara pribadi dan bisa saja subjektif, menurut hemat saya, belum ada hal fatal yang tersurat, yang bisa dijadikan acuan untuk melemparkan "Mosi Tidak Percaya". Mungkin saya yang awam, atau mungkin belum paham. Sehingga timbul pertanyaan untuk diri saya sendiri : Hal-hal yang bersifat fatal apakah yang dilakukan dan/atau tidak dilakukan Ketua RW sehingga Ketua RT memerintahkan pengumpulan tanda tangan semua warga untuk mengajukan "Mosi Tidak Percaya"?
Atau, adakah sesuatu yang disembunyikan, yang sangat rahasia, hal yang dipandang tidak perlu diungkapkan di dalam surat, atas apa yang dilakukan seorang Ketua RW, sehingga munculnya voting ini?
Lalu, apakah "Mosi Tidak Percaya" kepada Ketua RW menjadi satu-satunya solusi untuk "Mempererat tali silaturahmi dan jalinan kerukunan antar tetangga", sebagaimana yang Bapak sampaikan/harapkan dan tertera di bagian pembuka surat?
Sedemikian parahkah kondisi kekeluargaan di lingkungan kita sehingga ketidakpuasan dengan Ketua RW harus ditempuh dengan jalan "Mosi Tidak Percaya"?
Andai semua ketidakpuasan terhadap seorang pemimpin hanya karena program yang belum sepenuhnya berjalan, disikapi dengan "Mosi Tidak Percaya", berapa banyak Ketua RT/Ketua RW bahkan Kepala Desa/Lurah yang tidak bertahan lama menjabat? Karena sedikit-sedikit di "Mosi", sedikit-sedikit di "Mosi".
Apakah "Mosi Tidak Percaya", salah? Tentu tidak. Karena inipun biasa ditempuh oleh institusi di parlemen ketika tidak puas dengan kinerja pemerintah. Atau yang masih belum hilang dari ingatan adalah gerakan "Mosi Tidak Percaya" kaum buruh kepada anggota dewan dan pemerintah tentang pengesahan UU Cipta Kerja. Tapi sekali lagi, ini di lingkungan kita. Apakah hanya ini jalan satu-satunya untuk mengungkapkan ketidakpuasan atas kinerja Ketua RW?