Untuk makanan "kamu capek bangetkan tadi lari lari ngejar aku dan laper?" Dia duduk di kursi yang berhadapan dengan kursiku. Pelayan itu masih berdiri, aku menyodorkan menu makanan pada Rini, "silakan kamu mau pesen yang mana?" dia masih terdiam, tidak berani menjawab.
"Iya sudah biar aku yang memesan," aku tulis pesanan, mie goreng dadar daging kambing. Makanan yang selalu membuat dia tenang.
Dia masih terdiam menunggu aku membuka obrolan, seperti biasa aku sama sekali tidak marah dan merajuk saat dia telat. Aku paham posisi dan kesibukannya. Aku juga paham posisiku bagaimana dan siapa terhadap dia.
"Bagaimana perkuliahan dan organisasi hari ini?" tanyaku
"Jangan diforsir terus terusan kasian pikiran dan badan, kalau kamu bukan perempuan ngga jadi masalah, apalagi nanti kita akan naik gunung."
"Iya maaf aku telat, ketemu kamu ingin membicarakan hal ini," jawabnya
Aku tahu, menjadi seorang perempuan yang menakhodai sebuah organisasi mahasiswa bukan hal yang mudah. Tugas perkuliahan, tuntutan pengurus dan anggota, apalagi hubungan kedua orang tuanya sedang tidak baik baik saja, belum kalau seniornya menuntun ini dan itu. Sungguh beban yang memang seharusnya tidak dia rasakan oleh perempuan seperti Rini.
Itulah sebabnya aku berusaha tidak pernah mengeluh, kepadanya meski menunggu berjam-jam. aku selalu berusaha menjaga emosi, menenangkan Rini, dan selalu menjadi tempat bercerita. Tidak apa bagiku itu semua aku lakukan semata agar Rini mendapatkan tempat bercerita yang nyaman.
"Kamu memang lelaki yang paling mengerti aku," ucapnya
"Karena aku ingin selalu berada di sampingmu," bibirku bergetar mengeluarkan kalimat itu.
Dua hari yang lalu saat ibu dan ayah Rini berantem hebat sampai tidak saling bicara keduanya, Suasana rumah berantakan. Ayahnya pergi bekerja tanpa memberikan uang untuk ibunya, masalah itu membuatnya tidak betah di rumah.Â