Mohon tunggu...
Walter Yoel Ticualu
Walter Yoel Ticualu Mohon Tunggu... Mahasiswa - -

Mahasiswa Hukum UI

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Liabilitas Aplikasi Kesehatan: Lempar Batu Sembunyi Tangan

25 April 2022   12:22 Diperbarui: 25 April 2022   12:45 398
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun, dalam melaksanakan diagnosis, dokter dari rumah sakit yang berbeda-beda memiliki Standard Operational Procedure (SOP) yang berbeda juga. Hal demikian menjadi permasalahan apabila terjadi kesalahan diagnosis oleh dokter. 

Sebagaimana yang disebutkan oleh ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) bahwa tenaga medis diindikasikan telah melakukan malpraktek apabila terdapat pelanggaran Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) atau Standar Profesi Kedokteran dan ditentukan oleh Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI). (Takdir, 2018: 18, http://repository.iainpalopo.ac.id/id/eprint/303/1/LAYOUT%20-%20PENGANTAR%20HUKUM%20KESEHATAN.pdf)  

Di lain sisi, risiko medis sebagai kondisi tidak diinginkan yang diketahui bagi tenaga medis dengan pasien dalam menentukan pelaksanaan praktik kedokteran. Kesalahan diagnosis sebagai kejadian yang tidak diinginkan bagi kedua pihak dapat berperan sebagai risiko yang seyogianya diantisipasikan sebelum pelaksanaan. 

Dengan demikian, dalam menghadapi ketiadaannya pelanggaran pada kasus kesalahan diagnosis dapat menjadi titik balik untuk mengikutsertakan kesalahan diagnosis tanpa pelanggaran, sebagai salah satu risiko medis yang disetujui pada informed consent dan menjadi pertimbangan bagi pasien sebelum dilakukannya diagnosis. (Christine Grady, et.al., 2017 : 856, https://www.proquest.com/docview/1873745603 )

Kesalahan diagnosis pun tidak hanya terjadi pada pelayanan kesehatan secara langsung. Kesalahan yang mengakibatkan salah diagnosis kerap terjadi secara online melalui platform penghubung ataupun resmi sebagai aplikasi telemedisin. (Agus Surono, 2016: 154) Dalam menanggapi keberadaan telemedisin, ditetapkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 20 Tahun 2019 yang mencantumkan fasilitas pelayanan kesehatan sebagai pelayanan kesehatan jarah jauh yang diberikan oleh profesional kesehatan mencakup pertukaran informasi diagnosis, pengobatan dan lainnya. 

Akan tetapi, tidak semua telemedisin adalah fasilitas pelayanan kesehatan, melainkan sebatas penyedia informasi kesehatan. Hal ini dapat berlaku karena terdapat aplikasi yang dikembangkan secara mandiri atau yang tidak mendaftarkan diri sebagai telemedisin resmi kepada Menteri Kesehatan. 

Di lain sisi, mereka mendaftarkan diri sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika. Kondisi ini menimbulkan kerancuan dalam menentukan sanksi serta subjek tujuan terhadap kasus malpraktek pada telemedisin, tetapi juga keterbatasan lingkup pembahasan pada Permenkes 20/2019 terhadap pengguna maupun penyedia jasa yang terlibat pada telemedisin.

Terhadap kasus yang melibatkan gugatan perdata bagi dokter, aplikasi telemedesin bukan fasyankes tidak menanggung gugat perdata yang ditujukan kepada dokter sebagaimana seharusnya fasilitas pelayanan kesehatan pada pasal 1367 KUH Perdata.

(Hikmah Yuli, et.al., 2020: 48, https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/jkh/article/view/23435 ) Tidak seperti rumah sakit konvensional, mereka bukanlah subyek hukum yang berperan sebagai pendukung hak dan kewajiban.

(Panji Maulana, 2019: 420, http://202.4.186.66/SKLJ/article/view/12557 ) Hal ini menjadi indikator keperluan pengembangan regulasi telemedisin yang ada untuk mengatasi isu pengembanan tanggung jawab telemedisin dalam kesalahan praktik secara online kedepannya. UU No. 29 Tahun 2009 tentang Praktik Kedokteran hingga UU No.36 Tahun 2009 tentang kesehatan menjadi regulasi yang harus disesuaikan dengan perkembangan teknologi berupa telemedisin agar jaminan terhadap pasien beserta etos kerja dokter yang dilaksanakan dapat diatur secara komprehensif terlepas dari pelaksanaan yang mudah diakses dan tidak langsung.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa risiko medis yang umum dan telah diatur di dalam undang-undang. Dalam dunia telemedisin, risiko medis yang umum terjadi adalah salah diagnosis. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun