Menulis dengan gaya populer tidak berarti memaksa membuat tulisan menjadi lucu. Kalaupun tulisan itu terkesan lucu, itu bukan karena dibuat-buat. Tetapi memang karena pembawaan natural penulisnya. Atau konteksnya memang lucu. Memaksa tulisan menjadi lucu, betul-betul tidak lucu.
Penulis seyogianya mengenali dirinya sendiri, untuk dapat membuat tulisan yang berciri khas. Tulisan yang menampilkan ciri khas penulisnya, adalah tulisan yang punya orisinalitas. Pembaca umumnya menyukai sesuatu yang orisinal. Â
Membuat tulisan yang tidak begitu-begitu saja (tidak membosankan), meskipun bidang "itu-itu saja" (konsisten membahas satu bidang spesifik), memang bukanlah hal sederhana.
Jika penulisnya sendiri mulai bosan dengan apa yang ditulisnya, ini bisa menjadi gelagat awal timbulnya kebosanan pembaca. Jika kebosanan ini tidak diatasi, akibat terburuknya adalah penulis mulai menulis "suka-suka".
Bondan Winarno memang menulis apa yang ia sukai. Tapi ini tidak berarti ia menulis suka-suka. Bukan yang penting menulis. Tapi ia menghormati pembacanya dengan mempersembahkan kemampuan terbaiknya dalam menulis.
Pembaca bisa merasakan penulis yang menghormati pembacanya. Baik itu dari segi pengolahan kata, maupun pengolahan informasi secara bertanggungjawab.
Tanpa disadari, ini semua terekam di dalam benak pembaca. Maka pembaca akan kembali datang setiap kali tulisannya itu muncul.
Dengan demikian penulisnya harus tetap menjaga stamina menulis, tetap kreatif dalam mencari gaya menulis yang menarik. Juga tetap memperbaharui wawasan dan pengetahuan untuk menjaga kredibilitasnya.
2. Bekerja Lebih Keras untuk Meraih Kompetensi
Penulis spesialis dengan gelar akademik bidang terkait, sudah dengan sendirinya dianggap punya kompetensi. Soal mutu tulisannya, ini lain perkara.Â
Tapi penulis spesialis yang tidak punya gelar akademik terkait bidang yang dibahasnya, harus bekerja lebih keras lagi untuk membuktikan kompetensinya.