Modal utama untuk memperoleh kepakaran tersebut adalah konsistensi dan penguasaan atas bidang yang dibahas. Tentu konsistensi dan penguasaan tadi diperoleh bukan melalui proses yang instan. Ada ketekunan untuk terus meningkatkan pengetahuan terkait bidang tersebut.
Bondan Winarno membuktikan, untuk konsisten menulis satu bidang spesifik, bisa ditekuni secara otodidak, tanpa harus memiliki gelar akademik untuk bidang terkait.
Konsistensi dan penguasaan atas bidang yang ditulis, melahirkan kompetensi. Ini tentu harus diiringi oleh keterampilan menulis yang diolah sedemikian rupa, sehingga menarik bagi pembaca.
Semakin tulisannya itu dicari pembaca yang berminat pada bidang spesifik tersebut, semakin penulisnya dikenal sebagai penulis spesialis. Ini merupakan jalan pembuka bagi penulis untuk konsisten menulis di jalur bidang spesifik yang dipilihnya. Â
Tantangan Penulis Spesialis
Untuk menjadi seorang penulis spesialis, ada tantangan yang mesti diperhitungkan. Tantangan ini lebih berat lagi, bagi seorang penulis spesialis yang tidak memiliki gelar akademik untuk bidang terkait. Tantangan itu adalah sebagai berikut: Â
1. Mengkreasi Kekhasan dalam Menulis
Kekhawatiran penulis yang membahas satu bidang spesifik, yaitu khawatir apabila pembaca berkomentar, "Ah! Itu lagi, itu lagi". Sehingga penulis perlu memiliki keterampilan menulis yang membuat pembaca "ketagihan".
Karena tidak punya gelar akademik terkait bidang yang dibahasnya, maka sebagai gantinya penulisnya itu harus punya ajian lain. Penulis harus bisa menciptakan "magnet" bagi tulisannya. Sehingga pembaca mau terus "nempel", membaca dari awal hingga akhir.
Misalnya bahasannya ditulis dengan gaya populer. Ini artinya tulisan itu bisa dicerna oleh segala kalangan, bahkan jika menjelaskan sesuatu yang rumit, bersifat teknis dan ilmiah.
Bukan berarti seorang penulis spesialis bergelar akademik, tidak perlu menggunakan gaya penulisan populer. Tetapi yang dimaksudkan di sini, jangan terjadi sebaliknya.
Misalnya karena merasa tidak punya gelar akademik, sehingga sebagai kompensasinya, penulisnya malah "mengilmiah-ilmiahkan" tulisannya. Maksud hati ingin membuat kesan intelek, hasilnya malah pembaca pusing tujuh keliling, karena sulit mencerna.