Pengalaman mistis menyapa hantu, membuat saya merenungkan sesuatu. Bahwa kadang sangkaan-sangkaan buruk kita sendiri sebetulnya adalah "HANTU" yang sesungguhnya.
Ketika saya merasa punggung saya diganduli hantu, saya merasa sudah sewenang-wenang terhadap sesama hantu, eh... maksud saya sesama makhluk.
Sewenang-wenang, karena sudah berburuk sangka terhadap hantu. Kalaupun hantu itu mau mengganduli punggung, siapa tahu si hantu lebih memilih punggung orang lain ketimbang punggung saya?
Apa dasarnya saya menganggap diri saya begitu penting, sehingga mencurigai pihak lain menjadikan "AKU" sebagai sasaran? Sebegitu pentingkah diri saya?
Mudah berburuk sangka terhadap orang lain, juga sering dilakukan oleh orang yang "jempol jari kakinya panjang". Ini adalah ungkapan orang Belanda.
Orang Belanda menyebut "jempol jari kakinya panjang" (lange tenen) untuk orang yang gampang tersinggung. Karena panjang, jempol kakinya mudah terantuk sesuatu. Jari kaki kalau sudah terantuk sedikit saja, sakitnya bukan main.
Perumpamaan di atas juga diberikan kepada seseorang yang mudah merasa terhina dan mudah tersakiti. Ini karena hampir setiap ucapan orang dirasanya ditujukan kepada dirinya. Mudah merasa orang menyindir dirinya.
Kakek nenek kita mengungkapkannya dengan kalimat, "Jangan dimasukkan ke hati." Ungkapan ini ditujukan kepada orang yang sangat sensitif, mudah tersinggung karena menghubungkan segala sesuatu secara personal dengan dirinya.
"AKU" Bukan Pusat Jagat Raya
Terlalu obsesif dengan diri sendiri, seakan diri sendiri adalah pusat jagat raya. Ini adalah gambaran tepat untuk orang-orang yang mudah tersinggung.
Orang-orang yang melihat dirinya sebagai orang penting, berstatus sosial tinggi di dalam masyarakat, biasanya sangat mudah tersinggung.