Mohon tunggu...
Walentina Waluyanti
Walentina Waluyanti Mohon Tunggu... Penulis - Menulis dan berani mempertanggungjawabkan tulisan adalah kehormatan.

Penulis. Bermukim di Belanda. Website: Walentina Waluyanti ~~~~ Email: walentina.waluyanti@upcmail.nl ~~~ Youtube channel: Kiki's Mom

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Sepak Bola Putri, Dapatkah Sepopuler Sepak Bola Putra?

27 Juni 2021   06:45 Diperbarui: 29 Juni 2021   10:03 884
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Timnas sepak bola putri Indonesia (Kompas/dok.PSSI)

Kalau pria bermain sepak bola, tidak disebut sepak bola putra. Tapi kalau perempuan yang bermain sepak bola, maka ini disebut dengan istilah "sepak bola putri".

Penyebutan "sepak bola putri", secara implisit seolah bermakna perempuan yang bermain sepak bola artinya sedang memasuki "daerah kedaulatan" kaum pria.

Bahkan belum bermain sepak bola saja, pria sudah "mencetak gol kedaulatan" di ranah sepak bola ini, sehingga orang tidak perlu menyebut dengan istilah "sepak bola putra".

Memang klub sepak bola putri sekarang sudah ada di hampir setiap negara. Bahkan ada kejuaraan tingkat internasional untuk sepak bola putri, yaitu Piala Dunia Wanita FIFA dan Kejuaraan Wanita UEFA.

Banyak juga orang yang tertarik melihat pertandingan sepak bola putri. Tapi harus diakui, masih jauh lebih banyak jumlah animo orang untuk melihat sepak bola putra, ketimbang animo orang pada sepak bola putri.

Dunia sepak bola masih dianggap sebagai supremasi pria. Sepak bola putri juga kurang mendapat perhatian media dan lebih sedikit diliput oleh televisi dibanding sepak bola putra. (Sumber). 

Tulisan ini sama sekali tidak bermaksud mengecilkan kemampuan wanita dalam bersepak bola. Ada juga pesepak bola putri yang secara teknis bisa bermain lebih baik dari pesepak bola putra.

Meskipun kualitas pesepak bola putri tidak bisa dipandang sebelah mata, tetapi fakta yang tidak bisa dikesampingkan, yaitu sepak bola putri kurang populer dibanding sepak bola putra. 

Faktor-faktor penyebabnya bukan menyangkut kualitas pesepak bola putri, tapi lebih pada perbedaan sifat-sifat kodrati antara pria dan wanita. Hal ini turut mempengaruhi ketertarikan publik pada sepak bola, seperti berikut ini:

1. Bukan Hanya Sport, Sepak Bola Juga adalah Pertunjukan Maskulinitas Pria:

Maskulinitas adalah sejumlah atribut, perilaku, dan peran yang terkait dengan anak laki-laki dan pria dewasa.  Ciri-ciri yang melekat pada istilah maskulin antara lain keberanian, kemandirian dan ketegasan. (Wikipedia). Ini adalah kebalikan dari feminitas yang menunjukkan sifat-sifat perempuan.

Gestur pesepak bola selama permainan antara lain menampilkan gerak lari bertempo cepat, kekuatan menyepak, menyundul, mencegat, menyerang, mempertahankan bola... dst. Gestur ini terlihat sangat khas apabila itu ditampilkan dengan gerak-gerak maskulin.

Pria menyukai atraksi maskulinitas dalam sepak bola, karena hal ini mewakili diri mereka sendiri. Dan wanita juga menyukai maskulinitas dari sepak bola, karena ini mewakili para pria di sekitar hidup mereka, termasuk juga mewakili pria idaman mereka.

Gestur feminin ketika perempuan menarikan tari serimpi yang lemah lembut misalnya, tak akan pernah bisa tergantikan jika ini dilakukan oleh penari pria. Begitu juga sepak bola yang bukan hanya olah raga, tapi juga pertunjukan.

Maskulinitas pesepak bola dalam gesturnya adalah atraksi tersendiri yang rasanya sulit tergantikan oleh perempuan. Gestur khas maskulin dalam sepak bola, memperlihatkan sisi keanggunan pria.

Tentu saja wanita punya sisi keanggunan juga, tapi karakteristik permainan sepak bola itu sendiri yang membuat sisi keanggunan maskulinitas dari para pria pesepak bola menjadi lebih tereksplorasi.

2. Pria Lebih Ekspresif dalam Permainan Sepak Bola

Sepak bola bukan hanya olahraga, lebih dari itu sepak bola juga dinikmati seperti halnya orang menikmati seni pertunjukan. Dan salah satu elemen yang dibutuhkan agar seni pertunjukan menjadi menarik, adalah "ekspresi". Inilah yang membuat sepak bola yang dimainkan pria menjadi menarik, karena ada elemen "ekspresi" di dalamnya. Bukan berarti permainan sepak bola putri tidak memiliki ekspresi, tapi pada sepak bola putra, permainan itu tampak lebih ekspresif.

Yang lebih menarik lagi, ekspresi yang ditampilkan pesepakbola pria dalam permainan adalah ekspresi natural dan spontan. Ekspresi ini muncul secara naluriah karena sifat maskulinitas pria. Ekspresi ini bisa verbal maupun nonverbal.

Ekspresi verbal misalnya pesepak bola putra bisa mengumpat kasar pada lawan mainnya, bahkan pada wasit. Mereka bisa beradu debat dengan sengit sambil menunjuk-nunjuk wajah lawannya. Pria tak segan menunjukkan kemarahan pada lawan main dengan sangat ekspresif.

Ekspresi nonverbal misalnya, pesepak bola putra bisa mendorong dengan keras lawan mainnya saat kesal atau merasa dihalangi. Bahkan ada juga yang tak segan mengacungkan jari tengahnya pada lawan. Lebih gawat lagi, pria tak segan adu fisik, saling pukul, baku hantam di lapangan. Inilah dunia lelaki yang menjadi janggal apabila dilakukan oleh pesepak bola putri.

Ibarat plot sebuah kisah, film menjadi menarik karena ada konflik di dalamnya. Konflik ini membuat penonton tetap bertahan untuk terus menonton. 

Penonton menyaksikan dengan harap cemas. Pada saat pemain beradu fisik dengan lawan, fans merasa harapan mereka sedang diperjuangkan oleh hero mereka. Pada saat pemain mencetak gol, fans merasa tim hero sudah mewujudkan impian mereka, setelah mengarungi rintangan berat.

Memperjuangkan dan mewujudkan impian... ini adalah perjuangan bawah sadar setiap orang yang diekspresikan oleh pemain sepak bola melalui permainan habis-habisan sampai baku pukul. Tak pelak, pemain pun menjadi hero bagi fans!

Karena sifat wanita yang lebih lembut dan sabar, pesepak bola putri umumnya sulit untuk menunjukkan ekspresi-ekspresi di atas saat bermain sepak bola. Sifat feminitas pada wanita, membuat sepak bola putri menjadi permainan yang lempeng tanpa gejolak.

Meskipun dalam kehidupan sehari-hari ada juga perempuan yang bisa adu fisik, tapi ini tak terbayangkan bisa terjadi pada sepak bola putri. Masak perempuan harus saling tarik rambut atau saling cakar saat bertengkar dengan lawan main di lapangan?

Kalaupun ada sesuatu yang menegangkan dari sepak bola putri, penontonnya terus menunggu, siapa yang akan  menang? Sementara dalam sepak bola putra, sejak pertandingan dimulai, sudah terasa suasana provokatif yang membuat orang tegang dan terus mengikuti pertandingan hingga akhir.

Tidak hanya berhenti sampai akhir pertandingan, orang masih terus mengikuti berita sesudah pertandingan. Bahkan karena kontroversi perilaku pemainnya saat di lapangan, orang masih terus menguntit berita tentang kehidupan pribadi pemainnya.

3. "Kenakalan" Pria dalam Sepak Bola, Sulit Dilakukan Perempuan

Permainan kotor atau bermain curang dalam sepak bola jelas dilarang. Meskipun jelas-jelas dilarang, tapi pesepakbola pria umumnya bermain curang dalam sepak bola, baik itu disengaja maupun tidak disengaja.

Kecurangan yang paling terkenal, di antaranya dilakukan pemain Argentina Diego Maradona ketika melawan Inggris tahun 1986, pada pertandingan FIFA World Cup. Ia melakukan handball, menyundul bola dengan tangannya ketika mencetak gol. Pertandingan ini berakhir dengan skor 2-1 untuk Argentina.

Tayangan ulang memang menunjukkan Maradona melakukan handball. Tapi Maradona berkilah bahwa itu adalah "tangan Tuhan". Dalam wawancara dengan BBC 19 tahun kemudian, Maradona akhirnya mengakui ia sengaja melakukan kecurangan itu.

Meskipun main curang dilarang, tapi trik bermain curang ini justru didukung oleh penonton apabila yang bermain curang itu adalah tim jagoannya. Seolah main curang itu boleh, asal jangan dilakukan oleh pihak lawan.

"Tipu-tipu" nakal ala pria ini, rasanya menjadi aneh jika ini dilakukan oleh perempuan. Ini karena stigma feminitas yang telanjur melekat pada perempuan. Feminitas, lawan kata dari maskulinitas, berarti menunjukkan sifat perempuan antara lain kelembutan, kesabaran, kebaikan, dll. (Wikipedia)

Dalam sepak bola putri, para pemainnya umumnya bermain lurus-lurus saja, hampir tidak ada yang bermain curang, sebetulnya adalah cara berkompetisi yang benar. Tapi bermain dengan "sopan-santun" dalam sepak bola tampaknya kurang menarik bagi pria.

Bahkan orang hampir tidak bisa membayangkan bisa menonton tim sepak bola putra bermain dengan penuh sopan-santun tanpa pelanggaran, tanpa sedikit pun bermain curang.

Ini karena anggapan umum bahwa kaum pria harus lebih keras berusaha dari kaum wanita untuk berjuang mati-matian dan habis-habisan dalam meraih sesuatu.

Dalam sepak bola, berjuang mati-matian ini tak jarang membuat pemainnya terseret untuk bermain curang. Setelah bermain curang, pendukungnya masih membela, "Wasitnya tidak bertindak. Jadi jangan salahkan pemainnya." Bahkan fans mengelu-elukan cara Maradona ngeles atas kecurangannya sebagai "tangan Tuhan".

Sifat-sifat maskulin pria yang kadang dikaitkan dengan kekasaran, berani bermain curang, seakan sudah diterima menjadi bagian dari kerasnya dunia sepak bola putra. Orang bisa memahami jika pesepak bola putra melakukan kecurangan, tapi sulit menerima jika perempuan bermain curang.

Sudah bukan rahasia lagi, kecurangan seolah sudah merupakan bagian dari industri sepak bola (putra). Menggiurkannya industri sepak bola jugalah yang mendorong pemain menghalalkan segala cara untuk meraih kemenangan.

Ironisnya, keberanian pesepak bola (putra) mengambil risiko saat melakukan pelanggaran dan kecurangan, justru menambah keseruan olahraga ini sebagai tontonan. 

Meskipun secara resmi dilarang, tapi "main curang" diam-diam dianggap sebagai hal biasa dalam sepak bola.... asalkan itu dilakukan oleh pria! Ini kira-kira sama dengan orang bisa mengerti apabila pria berselingkuh, tapi orang sulit menerima apabila wanita yang berselingkuh.

4. Sepak Bola Dipandang Terlalu Keras untuk Perempuan

Umumnya penggemar "garis keras" menganggap bahwa yang membuat sepak bola menjadi "indah" justru karena kerasnya permainan ini. Bukan hanya karena adanya tempo permainan cepat dengan durasi panjang. Tapi juga bisa terjadi saling tabrak, kaki terjegal, kepala atau perut kena sikut atau disepak, terinjak saat jatuh, dst. Ini bisa terjadi karena disengaja maupun tak disengaja.

Kerasnya permainan sepak bola sudah dianggap sebagai karakteristik dari permainan sepak bola itu sendiri. Hal ini membuat banyak orang belum siap menerima jika kerasnya permainan ini harus ditanggung oleh perempuan. Orang masih berpandangan bahwa hanya pria yang bisa lebih kuat dan lebih layak menanggung cedera dan rasa sakit ini.

Orang yang mengharapkan bisa menyaksikan kerasnya permainan sepak bola, biasanya lebih memilih untuk menonton pertandingan sepak bola putra.

Terobosan dan Publikasi

Uraian di atas tentu saja tidak bermaksud mengatakan bahwa untuk membuat sepak bola putri menjadi lebih populer dan lebih menarik, perempuan harus berani bermain curang, bermain kasar, mengumpat terhadap lawan main dan wasit, atau melakukan hal kontroversial lainnya.

Meskipun olahraga tak ingin membeda-bedakan gender, tapi dalam titik tertentu, ada batas-batas kodrati yang harus diterima. Seperti juga orang bisa menerima bahwa pria tidak bisa melahirkan anak. Juga orang bisa menerima kekuatan fisik perempuan tidak akan bisa melebihi pria.

Demikian juga sepak bola putri, dalam batas tertentu tidak bisa menyamai sepak bola putra, karena ada perbedaan kodrati antara pria dan wanita.

Yang diharapkan adalah adanya terobosan-terobosan inovatif yang dapat mengubah wajah sepak bola putri bukan sekadar olahraga semata, tapi juga bisa dikemas menjadi pertunjukan menarik, tentu saja tanpa melupakan fitrah kodrati dari perempuan.

Tak kenal maka tak sayang. Semakin banyak dipublikasikan, akan berpeluang meningkatnya animo terhadap sepak bola putri. Sama halnya dengan olahraga bersepeda yang tadinya kurang populer. Akhirnya sekarang disukai banyak orang karena banyaknya publikasi tentang olahraga bersepeda.

Diharapkan dengan terobosan inovatif, sepak bola putri dapat menjadi tontonan atraktif. Tentu saja tanpa harus membuka kaos seragam di lapangan, tukar-tukaran kaos seragam penuh keringat seperti tradisi yang dilakukan pesepak bola putra.***

(Penulis: Walentina Waluyanti)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun