Uraian di atas tentu saja tidak bermaksud mengatakan bahwa untuk membuat sepak bola putri menjadi lebih populer dan lebih menarik, perempuan harus berani bermain curang, bermain kasar, mengumpat terhadap lawan main dan wasit, atau melakukan hal kontroversial lainnya.
Meskipun olahraga tak ingin membeda-bedakan gender, tapi dalam titik tertentu, ada batas-batas kodrati yang harus diterima. Seperti juga orang bisa menerima bahwa pria tidak bisa melahirkan anak. Juga orang bisa menerima kekuatan fisik perempuan tidak akan bisa melebihi pria.
Demikian juga sepak bola putri, dalam batas tertentu tidak bisa menyamai sepak bola putra, karena ada perbedaan kodrati antara pria dan wanita.
Yang diharapkan adalah adanya terobosan-terobosan inovatif yang dapat mengubah wajah sepak bola putri bukan sekadar olahraga semata, tapi juga bisa dikemas menjadi pertunjukan menarik, tentu saja tanpa melupakan fitrah kodrati dari perempuan.
Tak kenal maka tak sayang. Semakin banyak dipublikasikan, akan berpeluang meningkatnya animo terhadap sepak bola putri. Sama halnya dengan olahraga bersepeda yang tadinya kurang populer. Akhirnya sekarang disukai banyak orang karena banyaknya publikasi tentang olahraga bersepeda.
Diharapkan dengan terobosan inovatif, sepak bola putri dapat menjadi tontonan atraktif. Tentu saja tanpa harus membuka kaos seragam di lapangan, tukar-tukaran kaos seragam penuh keringat seperti tradisi yang dilakukan pesepak bola putra.***
(Penulis: Walentina Waluyanti)