Yang tidak saya sangka, melalui website, saya pernah menerima pesan dari Kompas TV yang ingin bertamu dan melakukan peliputan di rumah saya.Â
Ketika itu Kompas TV melakukan tour ke Eropa dalam program berjudul "Nasionalisme Rasa" (2014).
Saat itu saya diwawancarai oleh pembawa acaranya, aktor Ramon Y. Tungka. Ada beberapa orang yang diwawancarai dalam program ini, di antaranya Retno Marsudi (mantan Dubes RI untuk Belanda ketika itu), August Parengkuan (almarhum, mantan wartawan Kompas dan mantan Dubes RI untuk Italia).
Sekali orang terjun ke media sosial, ia harus siap menerima konsekuensi, ada risiko yang harus ditanggung, dan harus bisa mengantisipasinya.Â
Apakah Anda memilih menjadi diri sendiri, atau memilih tidak menjadi diri sendiri, kedua pilihan ini tetap saja ada risikonya. Bukankah ini berlaku juga untuk segala hal dalam kehidupan? Semua pilihan tidak terlepas dari risiko.
Bahkan jika seseorang memilih tidak aktif di media sosial pun, ia tetap tidak akan terlepas dari tren dan isu-isu yang bergulir di media sosial, yang akhirnya bisa mempengaruhi pengambilan keputusan di kehidupan nyata.
"Aku" dan Personal Branding
Tom J. Peters adalah peletak dasar dari konsep personal branding. Artikelnya berjudul Be Your Own Brand (1997), kemudian menjadi dasar munculnya istilah personal branding.Â
Membangun personal branding ibarat melekatkan merek pada diri sendiri. "Aku" adalah merek. Orang yang memiliki passion di bidang peternakan misalnya, berharap bisa membangun personal branding yang bisa membuatnya memperoleh merek diri dengan label "spesialis peternakan".
Menurut Peters, personal branding sering disalahartikan sebagai sesuatu untuk mempromosikan diri dan menepuk dada tentang keistimewaan diri sendiri. Yang sebenarnya adalah personal branding berarti berbicara tentang apa yang Anda lakukan dan apa yang Anda tahu. Dan ini bisa disampaikan dengan menggunakan kekhasan yang ada di dalam diri.