Mohon tunggu...
Walentina Waluyanti
Walentina Waluyanti Mohon Tunggu... Penulis - Menulis dan berani mempertanggungjawabkan tulisan adalah kehormatan.

Penulis. Bermukim di Belanda. Website: Walentina Waluyanti ~~~~ Email: walentina.waluyanti@upcmail.nl ~~~ Youtube channel: Kiki's Mom

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Salah Kaprah tentang Menjadi Diri Sendiri dalam Membangun Personal Branding di Media Sosial

13 Juni 2021   10:42 Diperbarui: 14 Juni 2021   02:22 1905
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Harus dibedakan antara "menjadi diri sendiri" dan "menjadi orang yang naif". Kedua hal ini jelas adalah dua hal yang berbeda. Menjadi diri sendiri di media sosial tidak harus diartikan sebagai pilihan yang naif dan ceroboh. 

Tidak berarti bahwa menjadi diri sendiri di media sosial, artinya Anda harus mengobral segala informasi dan hal privacy. Anda bisa menjadi diri sendiri di media sosial tanpa mengurangi kewaspadaan. 

Maraknya media sosial membawa pergeseran, yaitu locus delicti (tempat terjadinya tindak pidana) sekarang sudah merambah ke ruang lain. 

Kini locus delicti kejahatan sudah merambah ke media sosial. Mau tidak mau, tuntutan zaman memaksa orang untuk harus bisa dan harus mau menyesuaikan dengan pergeseran ini.

Media sosial dalam konteks kekinian, sudah menjadi bagian dari perangkat berkomunikasi yang ada di dunia nyata. Dengan segala risiko yang ada, kini penggunaan media sosial sudah nyaris tak terhindarkan. Perkembangan zaman membuat orang sulit untuk tidak ikut terjun ke media sosial.

Ada alasan bahwa orang lebih suka untuk tidak menjadi diri sendiri di media sosial, antara lain perlindungan diri terhadap kejahatan siber atau khawatir terhadap penipuan. 

Jangan lupa, orang lain pun berharap sama ketika berinteraksi dengan Anda di sosial media. Ini artinya, mereka berharap berhadapan dengan orang yang nyata sebagaimana adanya.

Faktanya dunia maya dikendalikan oleh segala yang nyata adanya. Bahkan jika hasilnya adalah dunia fiksi, orang tetap ingin tahu seperti apa sebenarnya orang yang telah menciptakan dunia fiksi itu.

Apakah orang yang tidak menjadi diri sendiri di media sosial bisa lolos dari penipuan? Tidak otomatis begitu. Penipu bekerja dalam banyak cara, bukan hanya menawarkan keuntungan, akan tetapi juga menawarkan peluang dengan cara yang masuk akal. Sehingga orang percaya peluang itu bisa mendatangkan keuntungan. Dan siapapun yang terpancing dengan peluang itu bisa menjadi korbannya. Baik yang menjadi diri sendiri, maupun yang tidak menjadi diri sendiri di media sosial.

Justru dengan menjadi diri sendiri dalam bermedia sosial, membuat orang menjadi ekstra berhati-hati, karena sadar taruhannya adalah reputasi. Sekali salah melangkah, maka ini sama dengan menghancurkan reputasi sendiri.

Saya sendiri tidak berpikir tentang personal branding ketika mulai bergiat di media sosial. Saya hanya ingin menyampaikan dan menulis sesuatu yang mungkin saja ada manfaatnya dengan didukung data.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun