Mohon tunggu...
Wakidi Kirjo Karsinadi
Wakidi Kirjo Karsinadi Mohon Tunggu... Editor - Aktivis Credit Union dan pegiat literasi

Lahir di sebuah dusun kecil di pegunungan Menoreh di sebuah keluarga petani kecil. Dibesarkan melalui keberuntungan yang membuatnya bisa mengenyam pendidikan selayaknya. Kini bergelut di dunia Credit Union dan Komunitas Guru Menulis, keduanya bergerak di level perubahan pola pikir.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Mengubah Kesulitan (Krisis) Menjadi Keuntungan

30 Maret 2020   19:46 Diperbarui: 2 April 2020   09:09 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selalu ada pelajaran atau kesempatan atau keuntungan yang dibawa oleh kemalangan atau krisis, seperti krisis virus Corona kali ini, kepada kita yang tanpanya kesempatan atau keuntungan tersebut tidak pernah datang kepada kita. 

Itulah tesis yang disampaikan oleh John C. Maxwell di hari kedua virtual leadership summit (23 Maret 2020) yang diselenggarakannya. Tetapi dengan satu catatan, jika kita memiliki perspektif yang tepat. 

Menentukan: Memiliki Perspektif yang Tepat

Cara kita melihat menentukan cara kita bertindak. Kita semua ada dalam krisis virus Corona yang sama, tetapi perspektif kita bisa berbeda. Ada yang menerimanya sebagai sebuah kemalangan dan menganggap diri sebagai korban dan bertanya-tanya kapan semua kemalangan ini akan berlalu. 

Sementara ada yang ketika berhadapan dengan krisis ini kemudian bertanya: apa yang bisa saya lakukan untuk membuat diri saya lebih baik, keluarga saya lebih baik, masyarakat saya lebih baik. 

Situasi yang sama tetapi menghasilkan respons yang sama sekali berbeda. Respons ini ditentukan oleh perspektif. Jadi pelajaran hari kedua summit ini adalah mengenai perspektif: Bagaimana saya bisa mengambil manfaat positif dari krisis pandemi Convid-19 ini untuk diri sendiri, untuk keluarga, untuk sesama atau orang lain? 

Albert Einstein pernah mengatakan: 

"Di tengah-tengah kesulitan, ada kesempatan." 

"Di tengah" bukan di awal maupun di akhir. Tidak di awal karena kita belum tahu situasinya; juga tidak di akhir karena sudah terlewat; tetapi di tengah-tengah. Jika kita memiliki perspektif yang tepat, maka kita akan melihat kesempatan di tengah-tengah kesulitan dan krisis. 

Kita semua ada dalam situasi yang sama. Akan ada dua tipe orang berkaitan dengan krisis. Tipe pertama adalah orang-orang yang akan mengatakan, "Berapa lama ini akan berlangsung?" 

Tipe kedua adalah orang yang levelnya lebih tinggi dan bertanya, "Baiklah. Bagaimana saya bisa menjadi lebih baik? Bagaimana saya bisa memperbaiki diri? Apa yang bisa saya pelajari? Bagaimana saya bisa membuat krisis ini menjadi batu loncatan dan bukannya batu sandungan? Hal baik apa yang bisa saya lakukan? Hal baik apa yang bisa saya pelajari?"

Apa yang kita lakukan dengan pengalaman buruk akan menentukan akan menjadi seperti apa kita.

Tidak ada orang yang menyukai krisis. Orang-orang menyukai kemajuan (ups) dan tidak menyukai kemunduran apalagi kemalangan (downs). Tetapi dalam hidup ini tidak ada orang yang selalu mengalami kemajuan atau kenaikan (ups) tanpa pernah mengalaman kemunduran atau penurunan (downs). 

Kemajuan, keberhasilan, pertumbuhan tetapi juga kemunduran, kemalangan, penurunann adalah dua hal yang selalu mewarnai kehidupan manusia. John C. Maxwell mengingatkan bahwa apapun yang berharga dalam hidup ini adalah uphill (perjuangan). 

Hidup itu sendiri adalah uphill. Namun, ada orang-orang yang mengharapkan hidupnya mengalami kenaikan (ups) tetapi memiliki kebiasaan downhills (melandai, malas, tidak mau berusaha, tidak mau berjuang). Jadi pelajarannya adalah bukan bagaimana menghindari downs melainkan bagaimana kita tetap bertahan dan bagiamana kita kembali bangkit.

Sangat sedikit orang yang menganggap pengalaman buruk sebagai pengalaman positif. Warren G. Lester  mengatakan, "Success in life comes not from holding a good hand, but in playing a poor hand well" --Keberhasilan dalam hidup datang bukan dari memegang tangan yang baik, tetapi dalam memainkan tangan yang buruk dengan baik. 

Napoleon Hills mengatakan, "Every adversity, every failure, every heartache carries with it the seed of an equal or greater benefit" --Setiap kesulitan, setiap kegagalan, setiap sakit hati disertai dengan benih manfaat yang sama atau lebih besar. Apa yang disampaikan Warren G. Lester dan Napoleon Hill ini hanya benar ketika kita memiliki perspektif yang tepat mengenai krisis. 

Paulus, yang hidup di abad pertama, sudah menyadari pentingnya memiliki perspektif yang tepat: "Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu."

Tiga Kekuatan Krisis

Chuck Swoboda menulis di Forbes.com (16 Maret 2020) bahwa krisis memilikii 3 kekuatan. 

1. Krisis mengubah keseimbangan risiko/manfaat

Dalam kondisi normal, keputusan diambil berdasarkan analisis risiko terhadap manfaat. Apakah kemungkinan manfaatnya lebih besar daripapda risikonya? Ketakutan akan kegagalan selalu mengalahkan argumen untuk perubahan. 

Oleh karena itu, perusahaan akan acenderung menghindari risiko. Hal ini wajar karena kebanyakan perusahaan menghargai keberhasilan melebihi usaha apalagi kegagalan. 

Namun, dalam krisis, terjadi pergeseran. Risiko muncul ketika tidak melakukan apa pun. Lebih baik melakukan sesuatu daripada tidak. Krisis menyadarkan orang bahwa mereka tidak akan rugi apa pun untuk mencoba dan melakukan segala hal yang mungkin untuk meraih keberhasilan.

Krisis akan membuatmu melakukan sesuatu yang tidak pernah akan Anda lakukan tanpa adanya krisis.

Kita malas melakukan perubahan kecuali dipaksa atau terpaksa melakukannya. Namun, di masa krisis kita tidak memiliki pilihan; mau tidak mau kita harus berubah. 

Contoh paling nyata untuk krisis sekarang ini adalah pembelajaran online. Pembelajaran online ini sebenarnya sudah mulai sekitar lima belas tahun yang lalu; tetapi krisis virus Corona sekarang ini telah memaksa semua orang untuk melakukannya. 

Krisis kali ini akan meyakinkan orang-orang bahwa mereka bisa meraih gelar melalui pembelajaran online; sesuatu yang mungkin tidak akan pernah mereka bayangkan dan pikirkan tanpa adanya krisis Corona.

Demikian pula, banyak orang juga dipaksa bekerja dari rumah, secara online. Orang-orang yang selama ini hanya mendengar mengenai "bekerja online" ini sekarang dipaksa untuk juga melakukannya.

Krisis telah mengeluarkan kita dari zona nyaman menuju zona kreatif. 

2. Krisis meningkatkan fokus

Krisis meningkatkan fokus kepada hal-hal yang sangat esensial dalam hidup maupun organisasi.

Dalam organisasi kita kadang memiliki conflicting priorities dan competing priorities, prioritas-prioritas yang bertentangan atau bersaing dengan prioritas utama yang Anda pilih. 

Biasanya, perusahaan memberikan perhatian yang merata kepada setiap prioritas untuk memastikan bahwa semua aspek mendapatkan perhatian yang semestinya. Hal ini memungkinkan banyak aspek bergerak maju secara bersamaan tetapi menutup kemungkinan adanya gagasan terobosan.

Di masa krisis, kita dipaksa untuk hanya melakukan hal-hal yang esensial, hal-hal yang paling penting dan mengesampingkan hal-hal dan aktivitas-aktivitas yang sebenarnya tidak terkait dengan hal-hal yang sangat penting. Kita akan mengesampingkan apa yang menyenangkan, apa yang kita inginkan, dan fokus kepada apa yang benar-benar penting. 

Krisis memungkinkan orang untuk menghilangkan gangguan dan mendorong ke arah tujuan bersama dengan melakukan apa pun yang mereka bisa untuk mencapai keberhasilan.

3. Krisis memunculkan pemimpin

Perusahaan biasanya dipenuhi dengan orang-orang yang berniat baik tetapi kurang berani mengambil risiko. Hal ini karena perusahaan biasanya memberikan rewards kepada pencapaian tujuan, bukan kepada keberanian untuk mengambil tantangan. Mereka menerima begitu saja kondisi yang membatasi: pada apa yang mungkin. 

Namun, dalam kondisi krisis hal ini tidak bisa berlaku. Solusi harus dicari dan ditemukan dan seseorang harus berani mengambil langkah, mengambil inisiatif yang pertama dan menemukan cara yang lebih baik.

Krisis memungkinkan munculnya pemimpin sejati dan memaksa orang-orang untuk meninggalkan status quo demi mencari cara yang lebih baik.

Tantangan John C. Maxwell di Waktu Krisis Corona Ini

Krisis Corona ini memaksa kita untuk mundur dari rutinitas kita selama ini. Kita menjadi memiliki lebih banyak waktu pribadi dan bersama keluarga. Agar dapat mengubah kesulitan menjadi keuntungan, John C. Maxwell memberikan kita tantangan-tantangan berikut. Ia menganjurkan kita untuk benar-benar mengambil waktu terhadap keenam hal berikut ini.

1. Memanfaatkan waktu pribadi dengan sadar untuk melakukan hal-hal yang membuat hidup kita lebih baik. Apa yang akan Anda lakukan untuk meningkatkan kesehatan Anda, pengetahuan Anda? Barangkali Anda ingin menyelesaikan membaca buku yang selama ini tidak sempat Anda baca. Barangkali Anda akan mulai melakukan olah raga secara rutin setiap hari. Barang kali Anda akan mulai memperhatikan asupan makanan Anda agar lebih sehat.

2. Memanfaatkan waktu bersama keluarga untuk melakukan hal-hal yang positif. Mungkin Anda ingin mengajak istri atau suami Anda untuk olah raga atau jalan-jalan pagi bersama. Mungkin Anda bersama pasangan ingin membicarakan langkah-langkah apa yang bisa diambil untuk bisa melalui krisis ini dengan baik dan di akhir krisis memiliki kualitas keluarga yang lebih baik.

3. Apa ketertinggalan yang akan Anda kejar selama masa krisis ini. Mungkin Anda sudah lama ingin melakukan sesuatu yang tidak pernah sempat Anda lakukan dan inilah saatnya bagi Anda untuk melakukannya.

4. Apa nilai tambah yang bisa Anda berikan kepada orang lain di masa krisis ini? Di masa krisis ini orang-orang membutuhkan perhatian. Barangkali Anda bisa menuliskan nama-nama yang akan Anda hubungi untuk memberikan perhatian atau sekadar kata-kata penguatan.

5. Apa yang akan Anda lakukan untuk menguatkan iman Anda? John C. Maxwell berketetapan bahwa di masa krisis ini ia akan menguatkan trust muscle. Maksudnya, ia akan mempercayai Tuhan yang mampu memberinya kekuatan dan kedamaian ketika ia tidak memiliki semua jawaban. Ia juga akan memperbanyak rasa syukur (gratitude) karena biasanya orang sulit bersyukur di masa-masa sulit. Ia juga akan menguatkan hidup doanya. 

6. Waktu berpikir. Ada tiga pertanyaan. Dalam masa krisis ini, pikirkan, pertama: Bagaimana krisis ini akan membuat hidup saya lebih baik. Kalau kita benar-benar memberikan waktu untuk memikirkannya, maka kita akan mendapatkan jawabannya. Kedua, Bagaimana saya bisa memanfaatkan krisis ini untuk membantu orang lain? Kalau kita benar-benar melakukan hal ini, kita akan memperoleh banyak sekali jawaban karena setiap orang membutuhkan bantuan di masa krisis ini. Ketiga, Tindakan apa yang akan saya ambil untuk memperbaiki situasi saya? 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun