Dalam virtual leadership summit yang diselenggarakan 22-24 Maret, John C. Maxwell memberikan lima komentar mengenai krisis. Kita perlu melihat krisis dari perspektif yang tepat dan dari kaca mata seorang pemimpin.
1. Krisis itu hal yang biasa
Krisis virus Corona bukanlah krisis pertama di atas muka bumi ini. Ada beberapa kecenderungan yang tidak positif terjadi selama krisis. Orang cenderung beranggapan bahwa mereka belum pernah mengalami situasi seburuk ini sebelumnya; bahwa mereka satu-satunya yang mengalami situasi ini; dan orang cenderung untuk melebih-lebihkan krisis yang sedang dialami dan menempatkannya secara istimewa dalam sejarah.Â
John C. Maxwell sering mengatakan bahwa tidak pernah ada dua hari baik berturut-turut dalam kehidupan pemimpin yang bebas masalah. Pemimpin menghadapi dan menangani terlalu banyak persoalan dan masalah. Kadang persoalan itu datang terlalu banyak dan menumpuk.Â
Mari kita lihat 20 tahun terakhir, krisis apa yang pernah kita hadapi. Memasuki tahun 2000 orang ketakutan dengan y2k, peralihan dari tahun 1900-an ke 2000 yang dikabarkan akan melumpuhkan banyak hal.Â
- 2001 ada ancaman bakteri Anthrax;Â
- 2002 epidemi virus West Nile;Â
- 2003 SARS;Â
- 2005 wabah flu burung;Â
- 2006 wabah bakteri E. coli;Â
- 2008 krisis ekonomi;Â
- 2009 pandemik swine flu menyebabkan 18.036 kasus kematian;Â
- 2012 ramalan kiamat 12 Desember 2012 berdasarkan kalender suku Maya;Â
- 2013 uji coba nuklir Korea Utara yang mengancam seluruh umat manusia;Â
- 2014-2016 virus ebola yang muncul menyebabkan 11.323 kematian;Â
- 2015 wabah campak; ancaman kelompok teroris ISIS;Â
- 2015-2016 merebaknya virus Zika;Â
- dan di tahun 2019-2020 ini virus Corona.Â
Awal abad ke-20 bahkan ada pandemi influenza yang disebabkan oleh virus H1N1 dan mengakibatkan 50 juta kematian; 1957 pandemi flu oleh virus H2N2 menyebabkan 1,1 juta kematian; 1968 pandemi flu oleh virus H3N2 menyebabkan 1 juta kematian.Â
Data di atas tidak dimaksudkan agar kita menganggap sepele krisis yang sedang kita hadapi. Kita tidak boleh meremehkan pandemi Convid-19 ini tetapi sebagai pemimpin kita harus memberikan perspektif yang tepat terhadap krisis yang sedang kita hadapi ini.Â
Pemimpin tidak harus memiliki semua jawaban dalam situasi yang serba tidak pasti ini tetapi perspektif yang tepat itulah yang akan memberikan rasa aman dan penguatan.
Menggabungkan pengertian krisis dari kamus, kamus kedokteran, dan artinya dalam bahasa Yunani, John C. Maxwell mendefinisikan krisis sebagai suatu masa yang penuh dengan kesulitan (pengertian kamus) yang menuntut keputusan (arti kata Yunaninya) yang akan menjadi titik balik (pengertian medis).Â
Itulah mengapa John C. Maxwell mengadakan summit ini; ia ingin mengajak semua pemimpin untuk membuat perbedaan. Tanggung jawab pertama seorang pemimpin adalah mendefinisikan realitas dan realitasnya adalah kita sedang menghadapi krisis.Â
Kita harus menyikapinya dengan serius; mengambil semua langkah dan tindakan dan menggunakan kekuasaan kita untuk melakukan apa yang perlu dan harus dilakukan untuk mengatasinya. Sudah ada ribuan krisis sebelumnya. Salomo, seorang yang paling bijak yang pernah hidup di atas bumi ini pernah mengatakan, "Dan ini pun akan berlalu."Â
2. Krisis itu mengganggu (distracting)
Distraction merupakan lawan kata dari traction. Traction itu tindakan menarik sesuatu pada jalurnya; sedangkan distraction tindakan menarik sesuatu itu menjauh dari jalurnya. Distraction menjauhkan Anda dari apa yang ingin Anda capai, apa yang Anda inginkan. Anda menginginkan distraction? Coba lihat berita TV. Banyak media memiliki agenda tersembunyi.Â
Agenda mereka kadang bukanlah untuk menyampaikan kebenaran. Agenda Anda sebagai seorang pemimpin adalah mengutamakan orang-orang. Agenda Anda adalah membantu, melayani, memotivasi, dan menambah nilai kepada orang-orang. Dalam situasi krisis yang dilakukan politisi dan media kadang bukan memotivasi melainkan memanipulasi orang-orang untuk kepentingan mereka sendiri.Â
Sejauh Anda mengutamakan orang-orang, hal itu akan menjaga Anda tetap dalam traction di masa-masa distraction. Krisis ini adalah badai distraction yang sempurna dan ketakutan menyebar jauh lebih cepat daripada virusnya sendiri.Â
Hanya karena langitmu runtuh tidak berarti langitku juga runtuh. Benar kita dalam krisis yang sama, bahaya yang sama. Tetapi apakah kita memiliki perspektif yang sama? Mungkin tidak.Â
Tugas pemimpin adalah membawa traction di tengah-tengah distraction. Dan langkah pertama yang harus dilakukan adalah menyingkirkan emosi negatif. Apa yang disampaikan C.S. Lewis di tahun 1948 terkait dengan ancaman bom atom layak kita perhatikan. Ia menulis,Â
"Jika kita akan hancur oleh bom atom, biarlah bom atom itu menemukan kita sedang melakukan hal-hal yang masuk akal dan manusiawi --berdoa, bekerja, mengajar, membaca, mendengarkan musik, memandikan anak-anak, bermain tenis, mengobrol bersama teman sambil minum dan main panahan-- Â bukan meringkuk bersama seperti kumpulan domba yang ketakutan dan mengkhawatirkan bom. Mereka bisa menghancurkan tubuh kita tetapi tidak boleh mengalahkan pikiran kita."Â
Ketakutan tidak boleh menguasai kita.
3. Krisis mengungkapkan siapa diri kita
Krisis tidak membentuk kita; krisis mengungkapkan siapa diri kita. Ketika berada dalam keadaan krisis, apa yang ada di dalam diri kita akan keluar. Kalau kita memeras jeruk, akan keluar jus jeruk. Kalau krisis memeras manusia, apa yang ada di dalamnya akan keluar, entah negatif atau positif.Â
Keputusan membuat diri kita, krisis mengungkapkan diri kita. Kita memiliki kendali atas keputusan-keputusan kita tetapi kita tidak memiliki kendali atas kondisi kita. Menghadapi krisis, kita memiliki pilihan untuk menggerutu atau memimpin dan memberikan harapan kepada orang-orang.
John Hope Bryant dalam bukunya Love Leadership mengatakan:Â
Kebanyakan orang menemukan kekuatan dalam hal-hal yang berada di luar mereka; uang, kekuasaan, jabatan, pakaian, mobil. Tetapi sebagian besar hal yang membuat seorang pemimpin ada di dalam: integritas, kebijaksanaan, kepercayaan diri, gairah, kasih sayang, intuisi. Semua ini berasal dari pengalaman, cobaan hidup, bagian terdalam dari jiwa manusia. Anda tidak bisa memalsukannya, Anda tidak dapat membeli apa yang tidak untuk dijual.
Mentor saya Rev. Murray mengatakan, "Hidup mengajukan pertanyaan dari setiap pemimpin yang mengukur efektivitas dan kebijaksanaan mereka: `Apa yang telah Anda lalui?' Sesudah pertempuran, Raja Arthur akan meminta para prajuritnya berbaris di depannya, menanyai satu per satu, 'Tunjukkan bekas lukamu.' Kalau tidak ada, ia akan berkata kepada prajurit itu, 'Pergi dan dapatkan bekas lukamu.'" Saya telah belajar bahwa autentisitas penting, dan bahwa rute terbaik menuju kehidupan autentik adalah melalui bekas luka Anda. Saat Anda mendapatkan bekas luka, Anda belajar untuk menanggalkan cerita buruk dalam kehidupan Anda dan melekatkan diri pada substansi dalam hidup Anda--dan pada substansi orang-orang di sekitar Anda. Justru karena sejarah kehilangan itu, Anda tidak pernah menganggap diri Anda terlalu serius atau tergoda oleh materialisme jangka pendek yang tidak perlu. Â Dengan kata lain, kehilangan membantu mendasarkan dan mendewasakan Anda sebagai manusia.
Ada pelajaran sulit dalam kemunduran hidup: sama seperti baja ditempa melalui api, para pemimpin ditempa karena kehilangan. Tidak ada kekuatan, tidak ada pertumbuhan batin yang nyata, tanpa rasa sakit dari penderitaan yang sah. Ini fakta ilmiah: Anda tidak dapat memiliki pelangi tanpa badai. Itulah sebabnya saya percaya bahwa hukum pertama kepemimpinan cinta adalah bahwa kehilangan menciptakan pemimpin.Â
Kehilangan adalah kebijaksanaan yang didapat sejak dini. Kebijaksanaan muncul ketika kita berurusan dengan semua kekacauan hidup. Kekacauan itu ada tetapi tidak mendefinisikan kita. Apa yang tidak membunuh kita hanya akan membuat kita lebih kuat. Saya melakukan kesalahan tetapi jelas saya bukan kesalahan.
John C. Maxwell memiliki passion mengenai transformasi. Ia sangat ingin melihat adanya transformasi dalam sebuah negara. Tetapi transformasi tidak mungkin terjadi tanpa adanya orang-orang di dalamnya yang menghidupi nilai-nilai yang baik. Transformasi tidak mulai dari undang-undang. Transformasi terjadi dari dalam, bukan dari luar.Â
Transformasi adalah persoalan nilai dan ketika orang-orang belajar dan menghidupi nilai-nilai yang baik, mereka menjadi lebih berharga bagi diri mereka sendiri dan bagi sesama.Â
Mereka menjadi lebih besar dari dalam dan menjadi lebih besar di luar. Dan itulah yang sedang kita usahakan sekarang, melalui krisis dan kesulitan, kita sedang berusaha untuk menjadi lebih besar dari dalam sehingga juga bisa lebih besar di luar.
4. Krisis menuntut kemampuan beradaptasi
Pemimpin yang berhasil selalu memiliki Plan B dan selama krisis mungkin bahkan Plan C. Pelatih yang baik akan memiliki pre-game plan, sebuah rencana yang didasarkan pada pemikiran mereka. Mereka menyiapkan dan melatih timnya berdasarkan pre-game plan ini. Tetapi pelatih yang hebat, sesudah setengah permainan akan mundur ke ruang loker dan membuat penyesuaian untuk setengah permainan yang masih tersisa.Â
Sekarang mereka memiliki realitasnya dan kemudian membuat keputusan bukan berdasarkan apa yang mereka pikirkan melainkan apa yang benar-benar terjadi di lapangan pertandingan.Â
Kemampuan mereka untuk bersikap fleksibel dan mudah beradaptasi dan menciptakan lingkungan yang memungkinkan game plan yang baru, itulah yang membuat mereka menjadi pelatih yang hebat.
Ada perbedaan besar antara konformitas dan adaptabilitas. Konformitas itu berbaur dan menjadi seperti orang lain. Konformitas adalah kelemahan yang didasarkan pada ketakutan dan penolakan.Â
Sedangkan adaptabilitas muncul dari kekuatan untuk menyesuaikan diri dengan situasi sehingga memperoleh hasil yang lebih baik. Dalam krisis, pemimpin membantu orang-orang untuk menyesuaikan cara mereka menuju kemenangan.
5. Krisis adalah saat bagi pemimpin sejati untuk muncul
Dalam krisis, pemimpin sejati akan muncul. Kepemimpinan adalah kehadiran yang dirasakan. Ada yang membuat orang-orang merasa aman dalam situasi krisis: yakni saat mereka melihat ketenangan, keyakinan, kepastian, harapan yang dimiliki pemimpinnya. Dalam krisis, pemimpin muncul, yang pertama.Â
Ia muncul, mereka tampak jelas, jujur, menonjol, yang pertama kali muncul dan berdiri terdepan. Pemimpin harus memberikan pesan yang sangat jelas: kami siap, kami belajar, kami mengambil tindakan. Dalam kondisi krisis, pemimpin muncul, di awal, sebelum yang lain, menuju terdepan, sangat terlihat jelas dan menonjol.
Tidak hanya yang pertama muncul, tetapi juga dengan kejelasan. Ketidakpastian dalam kondisi krisis adalah fakta kehidupan. Ketidakpastian bukan indikasi lemahnya kepemimpinan, ini indikasi adanya kebutuhan akan seorang pemimpin. Namun, ketidakpastian berbeda dengan ketidakjelasan. Orang tidak akan mengikuti kepemimpinan yang tidak jelas.Â
Pemimpin harus menunjukkan kejelasan harapan dan harus mampu mengatakan: "Saya tidak tahu semua jawaban, tetapi saya tahu arah yang seharusnya kita tuju." Kejelasan membantu orang-orang menentukan prioritas.Â
Optimisme adalah keyakinan bahwa hal-hal akan menjadi lebih baik. Harapan adalah keyakinan bahwa bersama kita bisa membuat hal menjadi lebih baik.Â
Optimistis pasif, harapan aktif. Tidak diperlukan keberanian untuk menjadi optimis tetapi diperlukan banyak keberanian untuk berharap. Pemimpin harus menawarkan harapan kepada orang-orang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H