Kemudian dia masuk ke dalam kelas.
Huh...
Di sudut kiri kelas menumpuk kelompok-kelompok siswa. Mereka berkumpul dekat bangku Rara tepat di pusat kelas membahas seorang penyanyi lokal yang baru menghibur kota Taru. Kalau di sudut lain bicara gosip hangat.
Diam-diam mereka barteran mini pin up atau poster artis lokal maupun non lokal yang mereka tak punya. Barangkali kelewatan tak terbeli majalah terbitan ibukota, majalahnya anak gaul.
Bukan anak SD yang hobi main barter-barteran peralatan tulis yang keren, unyu bin ajaib untuk dipamerin ke temannya. Anak SMA masih ada, sebut saja si Ervin, kedatangan barang superb ajaib. Ballpoint-nya itu kalau ditulis tak kelihatan.
“Mau baca gimana dong?” tanya Mia.
“Kalau pakai,” kata Ervin, sang pemilik sambil memegang ballpoint, “lampu di ujung ini nih dia akan nyala.”
“Wah bisa dong buat nyontek ujian.”
Dony yang berada di depan kelas menimpali, “Gak bisa dong. Kalau mau baca lampunya nyala. Otomatis ketahuan guru.”
“Iya, benar.” Ervin mengangguk-angguk. Dengan gaya Steve Job, tangannya memegang dagu, “Kecuali aku yang ciptain deh. Aku akan modif…”
“Huuuu…” disambut seruan teman-teman Ervin.