Mohon tunggu...
Moh Wahyu Syafiul Mubarok
Moh Wahyu Syafiul Mubarok Mohon Tunggu... Penulis - Part time writer, full time dreamer

No Sacrifices No Victories

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Quo Vadis Industri Baterai Listrik Tanah Air

15 Desember 2024   18:04 Diperbarui: 16 Desember 2024   11:19 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seiring dengan ambisi Indonesia dalam membangun industri baterai EV, kisah kejatuhan Northvolt menjadi pengingat penting akan risiko yang dihadapi oleh industri padat modal ini, di tengah persaingan global yang sengit. 

Setidaknya, ada dua pelajaran utama yang dapat diambil untuk pengembangan industri baterai listrik tanah air.

Pertama, pentingnya keselarasan antara kapasitas produksi dan permintaan pasar. Salah satu faktor yang memperburuk situasi Northovolt adalah ketidaksesuaian antara kapasitas produksi yang besar dengan pertumbuhan permintaan EV yang lebih lambat dari perkiraan di Eropa.

Hal ini menjadi pengingat bagi Indonesia, yang kini berinvestasi besar dalam teknologi baterai Nickel Manganese Cobalt (NMC) dan Lithium Iron Phospate (LFP). Meskipun ada kesalahpahaman publik bahwa baterai NMC tidak memerlukan litium, yang sepenuhnya keliru. Ion litium sangat diperlukan untuk menyalurkan arus listrik pada kedua jenis baterai. 

Meskipun terjadi perdebatan antara keunggulan relatifnya, kedua jenis baterai memiliki ceruk pasar masing-masing. Dan fokus Indonesia harus tertuju pada peningkatan kapasitas produksi sembari secara strategis menargetkan pasar yang tepat.

Ambisi Indonesia nampak jelas dalam dua momen penting. Pada Juli 2024, PT Hyundai LG Indonesia (HLI) Green Power di Karawang, Jawa Barat diresmikan sebagai pabrik sel baterai EV pertama di Indonesia dengan kapasitas tahunan 10 GWh, cukup untuk memasok lebih dari 150 ribu kendaraan listrik.

Kemudian, pada Oktober 2024, Indonesia melakukan ground-breaking pabrik baterai LFP pertamanya, yang dioperasikan oleh PT LBM Energi Baru Indonesia---konsorsium Tiongkok-Indonesia---di Kawasan Industri Kendal, Jawa Tengah. Dengan nilai investasi $200 juta, fasilitas in menjadi tonggak penting dalam menempatkan Indonesia sebagai pemain kunci di rantai pasok EV global.

Pelajaran dari Northvolt jelas: kapasitas produksi harus disesuaikan secara cermat dengan permintaan pasar, baik domestik maupun internasional. 

Selain itu, Indonesia perlu mendorong adopsi EV lokal melalui subsidi pembelian, pengembangan infrastruktur pengisian daya, dan kebijakan elektrifikasi armada untuk memastikan industri ini berkembang secara berkelanjutan tanpa membebani pasar yang tidak pasti.

Pelajaran kedua, diversifikasi ketergantungan pasar. Mengandalkan beberapa pelanggan besar saja dapat meningkatkan kerentanan finansial, seperti yang dialami Northvolt ketika kehilangan klien utama. Saat ini, pangsa baterai EV di Indonesia didominasi oleh teknologi NMC dan LFP, yang masing-masing memiliki keunggulan dan segmen pasar yang berbeda.

Baterai NMC sangat cocok untuk kendaraan listrik karena densitas energinya yang tinggi, memungkinkan desain yang lebih ringan dan jangkauan yang lebih jauh---faktor krusial bagi solusi mobilitas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun